Mohon tunggu...
Titik Wulandari
Titik Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pangan

Saya hanya seorang mahasiswa ilmu pangan yang ingin bisa menebar manfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Radiasi Microwave, Teknologi Alternatif Non-Termal yang Efektif untuk Pengawetan Pangan

12 Juni 2023   09:34 Diperbarui: 12 Juni 2023   10:08 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), populasi dunia dapat mencapai sekitar 10,0 miliar pada tahun 2050 (DeSA 2013). Ini menyiratkan bahwa permintaan untuk produk makanan yang stabil kemungkinan akan meningkat. Namun, ekspansi populasi di seluruh dunia diperkirakan akan melampaui jumlah produksi pangan (Alexandratos dan Bruinsma 2012). 

Untuk mengurangi risiko terkait produksi dan distribusi makanan, ada beberapa masalah yang harus diatasi. Salah satu masalah utama adalah menjaga kualitas dan keamanan produk makanan selama produksi dan distribusi di pasar.

Dalam pengertian ini, pemrosesan termal adalah cara paling efektif untuk menonaktifkan patogen dan enzim untuk memastikan keamanan pangan, sehingga dapat memperpanjang umur simpan di industri pangan (Tang 2015).

Pemrosesan termal konvensional biasanya menggunakan uap atau air panas sebagai media pemanas, yang membutuhkan waktu pemrosesan yang lama dan menyebabkan penurunan nutrisi makanan dan kualitas sensorik (Bornhorst et al. 2017). 

Akibatnya, kualitas produk makanan tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan konsumen modern yang semakin meningkat terhadap makanan sehat dan berkualitas tinggi. 

Berdasarkan kinetika inaktivasi mikroba dan dinamika kualitas makanan selama pemrosesan termal, perlakuan high temperature short time (HTST) dapat secara signifikan meningkatkan kualitas produk sambil memastikan keamanan makanan. 

Namun, karena laju perpindahan panas yang rendah, pemrosesan termal konvensional tidak dapat mencapai perlakuan HTST pada makanan padat dan semi padat, serta menghasilkan perubahan sensori dan nutrisi pada minuman. 

Dengan demikian, beberapa teknologi baru dipelajari secara ekstensif untuk mendapatkan produk makanan yang sehat dan berkualitas tinggi dengan umur simpan yang dibutuhkan (Tang et al. 2018). 

Di antara berbagai teknologi yang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir, pemrosesan gelombang mikro (microwave) adalah teknologi pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (Peng et al. 2017).

Penggunaan pemanasan microwave menawarkan beberapa keuntungan untuk pemrosesan termal, seperti pemanasan volumetrik yang cepat, suhu permukaan peralatan yang lebih rendah, dan kemungkinan menjaga kualitas makanan (Chandrasekaran et al. 2013). 

Lebih lanjut, Zhang et al. (2019) menambahkan bahwa pemrosesan microwave juga dapat mempersingkat waktu pemrosesan untuk mencapai proses HTST produk makanan padat dan semi padat. 

Faktanya, selain efek termal yang lebih menguntungkan, microwave menghasilkan efek non-termal dimana terjadi interaksi langsung antara medan elektromagnetik (EM) bolak-balik dari molekul atau ion spesifik (polar) yang tidak terkait dengan efek suhu makroskopik (Herrero et al. 2008). 

Efek non-termal microwave tidak hanya meningkatkan inaktivasi bakteri dan enzim, tetapi juga berdampak pada integritas membran sel dan pelepasan protein intraseluler. Peningkatan efek non-termal bersifat nonlinier dengan waktu radiasi microwave, sehingga diperkirakan bahwa suhu yang lebih tinggi juga dapat bersinergi dengan efek non-termal microwave (Guo et al. 2020).

Berdasarkan penelitian Guo et al. (2021) dilakukan analisis inaktivasi mikroba pada fillet ikan salmon menggunakan microwave dan water bath dengan profil waktu-temperatur yang sama. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan microwave menghasilkan nilai inaktivasi yang lebih tinggi daripada perlakuan water bath, dimana efek non-termal dari microwave diduga berperan dalam inaktivasi mikroba. Lebih lamjut, inaktivasi mikroba selama pemrosesan dengan menggunakan microwave melibatkan aksi kombinasi efek termal dan non-termal microwave, sedangkan selama perlakuan water bath hanya terdapat efek termal (suhu). 

Nilai inaktivasi efek non-termal microwave meningkat secara signifikan (P <0,05) dari 0.80, 1.08 menjadi 1.93-log CFU/g di bawah kondisi radiasi microwave yang sama. 

Efisiensi inaktivasi efek non-termal gelombang mikro meningkat dari 22,18% menjadi 35,25% ketika suhu akhir meningkat dari 84 menjadi 100 C. Hasil menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi memang memiliki efek sinergis terhadap efek non-termal microwave pada inaktivasi mikroba, yang memverifikasi sinergisme dari dua jenis perlakuan microwave ini. 

Dengan intensitas inaktivasi mikroba yang sama (7.5-log CFU/g), proses microwave mempersingkat waktu proses dibandingkan dengan perlakuan water bath. Disamping itu, perlakuan microwave menghasilkan ekstraksi lipid tertinggi (P <0.05), sehingga menghasilkan ekstraksi lipid total dan persentase PUFA yang jauh lebih tinggi pada pengolahan menggunakan microwave (khususnya untuk ARA, EPA dan DHA).

Penggunaan microwave tidak hanya menghasilkan senergis efek termal dan non-termal, namun juga dapat dikombinasikan dengan teknologi atau bahan lain yang mendukung timbulnya efek sinergis yang lebih kuat dalam inaktivasi patogen. Berdasarkan penelitian yang merujuk pada literatur Kim et al. (2023) pemanasan microwave 915 MHz dan minyak atsiri dapat menghasilkan efek sinergis pada inaktivasi patogen bawaan makanan khususnya Esherichia coli O157:H7, Salmonella Thyphimurium, dan Listeria monocytogenes dalam saus sambal pedas. Berbagai jenis minyak atsiri yang digunakan sebagai perlakuan kombinasi adalah carvacrol (CL), eugenol (EU, carvone (CN), dan citral (CI).

Minyak atsiri CL dikombinasikan dengan pemanasan menggunakan microwave 915 MHz, terjadi inaktivasi sinergistik yang signifikan pada E. coli O157:H7, S. Typhimurium, dan L. monocytogenes. Perlakuan kombinasi antara minyak atsiri CL dan microwave 915 MHz menghasilkan penurunan populasi patogen yang lebih besar yaitu E. coli O157:H7 sebesar 4.4-log CFU/mL, S. Typhimurium sebesar 3.5-log CFU/mL, dan L. monocytogenes 2.3-log CFU/mL dibandingkan dengan perlakuan tanpa kombinasi atau perlakuan dengan minyak atsiri lainnya. 

Hal ini menunjukkan potensi penggunaan kombinasi minyak atsiri CL dan pemanasan menggunakan microwave 915 MHz sebagai metode inaktivasi mikroba yang efektif. 

Selain itu, aspek kualitas saus sambal pedas setelah diberikan perlakuan kombinasi microwave dan minyak atsiri dengan konsentrasi 3 mM menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam warna, aktivitas air, dan kandungan dihydrocapsicin yang merupakan bahan volatil utama untuk memberikan aroma pada cabe.

Aplikasi teknologi alternatif microwave tidak hanya pada makanan padat dan semi-padat, namun juga bisa digunakan dalam minuman. Hal ini dibuktikan dengan mengacu pada penelitian Siguemoto et al. (2018), dimana diterapkan teknologi pengolahan microwave dan proses termal konvensional dalam jus apel untuk analisis kinetika inaktivasi Escherichia coli O157:H7 dan Listeria monocytogenes. Lebih lanjut, baik E. coli maupun L. monocytogenes mengalami penurunan jumlah sel seiring berjalannya waktu pada suhu atau daya yang diberikan. 

Pada pemanasan konvensional, E. coli mengalami inaktivasi secara keseluruhan terjadi selama 10 detik pada suhu di atas 70 C, sedangkan L. monocytogenes pada suhu 55 C selama 180 detik terjadi pengurangan sebanyak 5 log10. Pada pemanasan microwave, standar FDA tercapai dengan waktu pemrosesan lebih dari 110 detik untuk E. coli dan 130 detik untuk L. monocytogenes pada pengaturan daya 1000 W (Pabs = 1.57 W/mL). Hal ini menunjukkan bahwa inaktivasi mikroba pada jus apel menggunakan pemrosesan microwave lebih efisien, terutama pada eksperimen dengan durasi paparan microwave yang lebih singkat.

Secara keseluruhan, radiasi microwave memiliki potensi sebagai teknologi yang menjanjikan untuk diaplikasikan di berbagai industry guna meningkatkan keamanan makanan maupun minuman, sekaligus mempertahankan kualitas sensori dan nutrisi yang terkandung di dalam produk

DAFTAR PUSTAKA

Bornhorst ER, Liu F, Tang J, Sablani SS, Barbosa-Canovas GV. 2017. Food Quality Evaluation Using Model Foods: a Comparison Study Between Microwaveassisted and Conventional Thermal Pasteurization Processes. Food and Bioprocess Technology. Vol.10(7):1248--1256. doi:https://doi.org/10.1007/s11947-017-1900-9

Chandrasekaran S, Ramanathan S, Basak T. 2013. Microwave Food Processing - a Review. Food Research International. Vol.52(1):243--261. doi:https://doi.org/10.1016/j. foodres.2013.02.033

DeSA U. 2013. World Population Prospects: The 2012 Revision. in: Population Division of The Department of Economic and Social Affairs of The United Nations Secretariat. New York.

Guo C, Wang Y, Luan D. 2020. Non-Thermal Effects of Microwave Processing on Inactivation of Clostridium Sporogenes Inoculated on Salmon Fillets. LWT-Food Science and Technology. Vol.133, 109861. doi:https://doi.org/10.1016/j. lwt.2020.109861

Guo C, Yifen W, Donglei L. 2021. Study the Synergism of Microwave Thermal and Non-Thermal Effects on Microbial Inactivation and Fatty Acid Quality of Salmon Fillet during Pasteurization Process. LWT-Food Science and Technology. Vol. 152. doi:https://doi.org/10.1016/j.lwt.2021.112280

Herrero MA, Kremsner JM, Kappe CO. 2008. Nonthermal Microwave Effects Revisited on The Importance of Internal Temperature Monitoring and Agitation in Microwave Chemistry. Journal of Organic Chemistry. Vol.73(1):36--47. doi:https://doi.org/ 10.1021/jo7022697

Kim WJ, Dong HK. 2023. Syergistic Effects of 915 MHz Microwave Heating and Essential Oils on Inactivation of Foodborne Pathogen in Hot-Chili Sauce. International Journal of Food Microbiology. Vol. 398. doi: https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2023.110210

Peng J, Tang J, Luan D, Liu F, Tang Z, Li F. 2017. Microwave Pasteurization of Pre-Packaged Carrots. Journal of Food Engineering. Vol.202:56--64. doi:https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2017.01.003

Siguemoto ES, Jorge AWG, Anotnio M, Dolores R. 2018. Inactivtion Kinetics of Escherichia coli O157:H7 and Listeria monocytogenes in Apple Juice by Microwave and Conventional Thermal Processing. Innovation Food Science & Emerging Technologies. Vol.45:84-91. doi: https://doi.org/10.1016/j.ifset.2017.09.021

Tang J. 2015. Unlocking Potentials of Microwaves for Food Safety and Quality. Journal of Food Science. Vol.80(8): E1776--E1793. doi:https://doi.org/10.1111/1750-3841.12959

Tang J, Hong YK, Inanoglu S, Liu F. 2018. Microwave Pasteurization for Ready to-Eat Meals. Current Opinion in Food Science. Vol.23:133--141. doi:https://doi.org/10.1016/ j.cofs.2018.10.004

Zhang, R., Wang, Y., Wang, X., & Luan, D. (2019). Study of heating characteristics for a continuous 915 MHz pilot scale microwave thawing system. Food Control, 104, 105--114. https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2019.04.030

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun