Tapi lagi-lagi setiap kali muncul keraguan justru di situlah ikhtiar saya semakin kuat. Keyakinan akan pertolongan Allah selalu menjadi alibi penguat jiwa.Â
Bukan tanpa alasan jika Allah selalu saya hadirkan dalam setiap tarikan nafas. Karena memang hanya Dia yang tidak pernah meninggalkan dalam keadaan apapun. Di saat yang lain pergi menjauh, justru di situlah hubungan vertikal dengan Allah selalu terjaga.
Mengikhlaskan diri menjadi editor buku dengan banyak penulis baru tentu bukan hal mudah. Apalagi saat harus menyamakan persepsi dengan tema yang diusung.Â
Bukan tidak mungkin harus wira wiri ngembaliin naskah untuk direvisi agar semua terlihat senada. Yah benar, semua butuh kesabaran, ketelatenan, dan keuletan untuk bisa memahami apa yang disampaikan penulis.
Terkadang sikap idealismepun harus tampil sebagai tameng agar bisa sejalur dalam alur cerita. Di sini butuh tokoh berkarakter kuat dan mampu menjadi panutan, bukannya tokoh yang baik, lugu dan selalu nrimo (menerima keadaan tanpa perjuangan). Terpaksa harus berani bilang, perlu direvisi. Meskipun akhirnya tak didengar dan malah mundur beberapa langkah. Wah..wah..bak dosen pembimbing tesis kali ya, harus cermat. Begitulah, lika liku unik sebagai editor pemula.
Jariyah Penulis
Menulis itu sama dengan sedekah. Betul...sedekah dengan kata-kata. Jangan bilang menulis itu tak butuh berpikir, tak butuh energi, tak butuh waktu. Justru saat menulis itulah energi kita sangat tersita. Menuangkan ide, gagasan, mengukir aksara, bermain kata, memilih diksi yang memikat agar pembaca betah memicingkan mata hingga akhir cerita.
Menulis juga bisa menjadi jariyah. Saat sang penulis telah tiada. Goresan penanya akan tetap abadi melebihi usia hidupnya. Hasil karyanya mampu menjangkau bermil-mil jarak karena tulisannya tak terbatas ruang dan waktu. Bisa dinikmati semua kalangan dimanapun berada.
Buku yang Bermanfaat
Bersyukur banget perjalanan empat bulan membersamai para penulis dengan segala suka duka akhirnya usai sudah. Bukan berarti paska dilaunching buku, silaturahmi terhenti. Berusaha tetap merapatkan barisan meski dengan isi kepala yang berbeda-beda. Satu mimpipun terwujud, buku ini naik cetak lagi. Tertulis jelas di halaman sejarah, cetakan II Mei 2020. Kabar itu terkirim via pesan singkat di telepon selulerku. Siang tadi sang penerbit menyodorkan sepaket naskah untuk dikoreksi ulang. Yups, akhirnya resmi naik cetak lagi. Alhamdulillah.