Mohon tunggu...
Titik Nur Farikhah
Titik Nur Farikhah Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Empat Strategi Stabilkan Emosi Pelaku Panic Buying

2 Mei 2020   21:51 Diperbarui: 2 Mei 2020   22:16 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh penduduk dunia ternyata mampu membawa perubahan besar pada kehidupan manusia di muka bumi. Terpaksa atau tidak, kita dituntut untuk selalu mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari wabah corona yang kian mencekam.

Bisa jadi ini adalah awal perubahan peradaban baru yang menggugah kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan habit atau kebiasaan hidup bersih, berdisplin, berempati terhadap sesama, dan semakin memperbaiki hubungan vertikal dengan Sang Pencipta. Sebuah perubahan yang harapannya tidak hanya sebatas angan namun benar-benar direalisasikan karena dampaknya sangat luar biasa pada kehidupan generasi selanjutnya.

Dampak merebaknya wabah corona ini ternyata bisa menimbulkan kecemasan, kekhawatiran dan yang paling parah ketika sudah muncul rasa putus asa yang kemudian terlintas dalam pikiran untuk mengakhiri hidup. Tentu hal ini tidak terjadi pada semua orang tergantung pada kondisi psikis masing-masing individu. Dampak paling kentara yang ditimbulkan dari kecemasan adalah perilaku panic buying yang akrab dengan istilah kalap belanja makanan, dimana seseorang bertindak agresif memborong barang-barang khususnya kebutuhan pokok karena merasa takut jika suatu saat nanti bahan kebutuhan pokok tersebut akan lenyap dari peredaran.

Fenomena panic buying ini memang tidak bisa dianggap remeh, apalagi jika dilakukan secara jamak bukan tidak mungkin akan mengguncang kestabilan perekonomian suatu negara. Bagi sejumlah individu, dikhawatirkan dengan melakukan hal tersebut malah akan menambah kecemasan apalagi jika ditunjang dengan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti perilaku tersebut.

Dalam situasi seperti saat ini, tentu hal yang paling penting tidak hanya menjaga kesehatan fisik namun juga kesehatan mental. Karena kondisi mental yang terganggu dalam jangka waktu tertentu akan menggerogoti fisik. Misalkan saja, ketika timbul kekhawatiran, kecemasan dan perasaan sejenis lainnya pasti lambat laun akan diikuti keluhan pusing, mual, meriang, sakit perut, mata berkunang-kunang dan sebagainya. Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa otak sebagai penggerak raga, menggerakkan seluruh tubuh termasuk pikiran. Jika pikiran yang berjangkit tentang hal-hal negatif pasti organ tubuh akan merespon secara cepat dengan reaksi negatif pula.

Untuk menghindari hal tersebut, perlu kiranya memahami bagaimana sebetulnya kondisi emosi kita saat ini. Apakah masih stabil ataukah sudah mulai terganggu dengan berbagai informasi yang lalu lalang memenuhi ruang memori. Jika poin kedua yang terjadi, maka sebaiknya perlu menyusun strategi agar emosi lebih stabil. Simak empat strategi berikut:

1. Menghindari sumber pemicu kecemasan

Memahami pemicu kecemasan adalah mutlak, terlebih bagi seseorang yang rentan secara mental. Segera menjauh atau menghindari sumber kecemasan sampai kondisi kembali stabil. Tidak bisa dipungkiri pemicu kecemasan saat ini adalah informasi terkait perkembangan Corona Virus Disease (Covid-19) berikut fenomena yang menyertai. Suguhan pemberitaan terkait hal ini memang masih menduduki peringkat nomor wahid di media manapun. Bukan hanya di media elektronik, namun juga media cetak termasuk media sosial (facebook, twitter, instagram, dan youtube)

Bisa dibayangkan jika konsumsi saban hari berupa informasi yang mencekam bisa jadi mentalpun lambat laun akan terganggu.

Jika kondisi ini mulai dirasakan, sebaiknya segera menjauh dan beralih pada aktivitas yang mampu membangkitkan semangat dan mengurangi intensitas kecemasan. Bagi yang memiliki lahan cukup luas mulailah berinteraksi dengan tanaman. Bergelut dengan tumbuhan diyakini bisa mengurangi kadar stres terlebih saat kita menghirup oksigen yang dikeluarkannya pada siang hari.

Bisa juga dengan menghabiskan waktu di dapur, menyusun menu hingga meracik masakan terutama bagi yang hobi memasak cara ini dianggap efektif untuk meningkatkan imun. Karena endingnya pasti tersaji menu favorit untuk keluarga. Nah, manfaatkan waktu sebaik-baiknya saat di rumah untuk mengembangkan hobi memasak. Dan hasilnya bisa dinikmati bersama keluarga tercinta. Pastilah akan menambah keharmonisan keluarga.

Ada lagi dengan menyalurkan bakatnya menuangkan ide, gagasan atau sesuatu yang bermanfaat dan mencerahkan ke dalam sebuah tulisan. Siapa sangka goresan pena itu akhirnya bisa menjangkau ribuan hingga jutaan pembaca. Lebih dahsyat lagi, jika apa yang tertuang ternyata mampu merubah pola pikir hingga perilaku pembacanya. Ini fakto lho bukan hoax dan yang paling membahagiakan aktivitas menulis ini mampu menjadi jariyah bagi sang penulis.

2. Melatih diri untuk berpikiran jernih dan logis

Ketika dalam situasi pagebluk, kita masih mampu berpikir jernih tentu tidak akan melakukan hal-hal di luar logika seperti panic buying. Memborong semua bahan pangan dan menimbunnya dengan harapan hidupnya akan aman di masa mendatang dari kelaparan.

Tidakkah berpikir bahwa tindakan ini cenderung memberi label bahwa diri kita sebagai individu yang egois hanya memikirkan diri sendiri padahal di sekeliling kita masih banyak orang yang perlu dibantu. (red: kelaparan)

Tidak perlu panik, yakinlah kondisi yang kita hadapi saat ini hanyalah sementara meskipun belum jelas kapan akan berakhir. Allah hanya meminta kita untuk senantiasa bersabar dalam kesempitan dan mengikhlaskan keadan yang tidak menyenangkan ini singgah dalam hidup kita.

Bisa jadi dengan sabar dan ikhlas mampu menjadi pemberat amal kita di akhirat kelak. Bukankah sesudah kesulitan akan ada kemudahan seperti termaktub dalam Al Quran Surah Al Insyirah 5-6 yang artinya "Karena, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan."

Terkadang ketika kita memohon agar ujian ini segera berakhir, tentu diiringi dengan perasaan was-was. Apakah ada yang salah dengan doa kita, tentu tidak. Tapi marilah kita bersama-sama memohon agar selalu diberikan kekuatan sehingga seberat apapun ujian yang diberikan kepada kita, akan selalu kuat menghadapinya.

3. Mensyukuri hal-hal kecil

Seburuk apapun keadaan menurut kaca mata manusia belum tentu buruk dalam pandangan Allah. Bisa jadi dalam keadaan ini terkandung hikmah luar biasa yang tidak kita ketahui. Kita harus yakin bahwa apapun, baik dan buruk yang ditakdirkan Allah adalah untuk kebaikan manusia. Hanya saja kita tidak pernah tahu apa yang tersembunyi di balik kejadian ini karena sempitnya pengetahuan kita dibanding Allah Yang Maha Mengetahui segalanya.

Wajib hukumnya untuk selalu positive thinking terhadap kehendak Allah termasuk mensyukuri hal-hal kecil yang kita dapatkan. Bukankah Allah akan menambah kenikmatan kita manakala kita selalu bersyukur terhadap apapun yang Dia berikan dan sebaliknya azabNya amat pedih manakala kita mengingkari kenikmatan yang Dia berikan.

Jika kita menengok di sekeliling, kondisi kita sebenarnya jauh lebih baik dari mereka. Sudah sering terdengar kabar berapa banyak jiwa yang melayang akibat kelaparan. Bahkan berita tadi siang menyeruak ada warga tertangkap basah mencuri beras karena saking tak kuat menahan lapar. Lalu masih pantaskah kita mengeluh?

Miris ya, dengarnya. Yuk...kita mulai ringankan tangan untuk membantu sesama, semampunya, seikhasnya. Jika terlanjur menimbun barang ada baiknya kita bagi-bagikan buat tetangga kanan kiri yang membutuhkan uluran tangan kita. Satu genggam beras sangat berarti buat mereka yang kelaparan namun bagi kita tak bernilai apa-apa.

4. Mendekatkan diri pada Allah SWT

Hal paling penting dan utama adalah memperbaiki kualitas hubungan kita dengan Sang Khalik. Ramadan ini adalah saat yang tepat dimana kita melakukan introspeksi diri dengan bermuhasabah. Beristighfar memohon ampunan kepada Allah atas segala salah dan khilaf selama ini serta menenangkan diri dengan lebih bertaqarub kepada Allah SWT.

Kedekatan kita dengan Sang Maha Kuasa akan menciptakan kedamaian dalam hati dan mengisi ruang-ruang hampa dalam jiwa. Saatnya kita berserah diri, mengembalikan semuanya kepada Allah. Segala yang terjadi ada dalam genggamannya. Dia yang menghendaki kondisi ini terjadi agar hambaNya kembali mengingatNya dan memberi kesempatan kepada kita untuk senantiasa memperbaiki kualitas diri dan ibadah kita.

Tulisan ini dipersembahkan dalam rangka event Samber 2020 Hari 6 & Samber THR dengan mengusung tema "Fenomena Kalap Belanja Makanan."

Tetap Semangat dan Jangan Lupa Bahagia

Semoga Bermanfaat

*Titik Nur Farikhah*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun