Mohon tunggu...
Titien Sumarni
Titien Sumarni Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Saya adalah seorang guru di seuah sekolah dasar yang memiliki kegemaran travelling dan menulis serta membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guruku, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

13 November 2023   16:32 Diperbarui: 13 November 2023   16:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika aku telah menjadi guru dan dipanggil dengan sebutan "bu guru", ada rasa janggal terdengar di telingaku. Namun seiring berjalannya waktu aku berproses dan mendalami profesi sebagai guru aku baru memahami betapa indah panggilan itu ketika disuarakan. Waktu sembilan belas tahun berjalan menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. 

Sehari-hari aku bertemu dan berinteraksi dengan ratusan murid dengan berbagai karakter dan pembawaan. Ketika menghadapi murid dengan berbagai permasalahannya baik di dalam kelas maupun di luar kelas aku menjadi sangat teringat dengan sosok guru ketika sekolah dasar. Nama beliau H. Abdul Kadir, posturnya tinggi dengan ciri khas menggunakan kopiah hitam dan baju putih serta celana hitam. Ketika beliau berbicara suaranya sangat lembut dan berwibawa. Beliau selalu mengelus kepala kami jika kami selesai bersalaman atau mengucapkan salam. Bahkan, tak segan beliau sering memberi nasehat di saat kami sedang duduk istirahat di jam tertentu di luar kelas.

Jika aku mengingat bagaimana cara beliau mengajar dahulu, aku merasa sangat terinspirasi. Beliau mengajarkan kami pelajaran saat itu dengan metode berulang dan pembiasaan. Aku tidak tahu apalah istilah metode pembelajaran zaman dahulu, namun kami merasa dengan metode tersebut seluruh pembelajaran atau materi yang beliau berikan tidak pernah terlewatkan bahkan kami masih mengingatnya hingga saat ini. 

Aku masih mengingat istilah zman dahulu yang digunakan adalah CBSA (cara belajar siswa aktif), dibarengi dengan pembelajaran CALISTUNG dari level 1 sampai mahir. Kami juga diajarkan bagaimana cara menulis tulisan indah dengan menggunakan media buku stensil atau buku halus yang sudah didesain khusus untuk menulis tulisan bersambung atau kami kenal dengan tuslisan indah.

Kami juga diajarkan berbagai lagu kebangsaan nasional Indonesia dengan jadwal yang berurutan setiap harinya. Diselingi dengan menyanyikan lagu-lagu daerah yang terdapat di dalam buku lagu nasional Indonesia. Biasanya kami diminta untuk menyiapkan lagu yang sudah diajarkan di hari yang kemarin untuk maju satu persatu sebelum pulang menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia ataupun lagu daerah yang sudah kami pelajari. Terkadang ketika kami akan pulang diwajibkan menghafal perkalian barulah kami mendapatkan izin pulang. Sungguh sebuah disiplin yang menyenangkan di zaman itu. 

Setiap hari kami dijadwalkan memberikan sebuah umpan balik dari setiap pelejaran yang telah ditetapkan oleh sekolah. Senin sebelum pulang sekolah diwajibkan membacakan cerita rakyat atau cerita sejarah meskipun hanya satu paragraf, Selasa kami diwajibkan menghafal perkalian yang sudah ditentukan oleh guru kelas atau wali kelas, Rabu kami wajib menyebutkan pasal dalam GBHN yang telah disesuaikan dengan pelajaran PMP saat itu. 

Bahkan kami diwajibkan menghafal Presiden, Wakil Presiden, dan jajaran menteri dalam kabinetnya. Hari Kamis kami diwajibkan mengingat atau menceritakan secara lisan kisah perjuangan salah seorang pahlwan sebagai bentuk pemahaman materi PSPB, Jumat kami dibiasakan menghafal surat pendek dalam Al Quran, dan Sabtu biasanya menjadi salah satu hari yang spesial dan bebas karena kami biasanya diminta untuk menggambar dan menyanyi. Mungkin hari itu khusus dibuat menjadi hari yang membahagiakan bagi kami karena terlepas sedikit dari rutinitas pelajaran yang berat kala itu.

Disiplin dan kewajiban adalah dua hal yang berbeda tetapi menjadi satu paket yang sempurna. Aku merasakan hal itulah yang ditanamkan kepada kami saat itu. Wajib mematuhi apapun perintah guru. Perintah guru menjadi mutlak untuk dilaksanakan, dan wajib dilakukan. Tanpa berani membantahnya ataupun memprotes mengapa, bagaimana, dan mengapa. Begitu kuat karakter murid pada zaman dahulu meskipun dengan kurikulum yang terpusat. Aku tidak mengerti kurikulum apa yang dipakai yang aku tahu pada saat itu kurikulum yang mereka gunakan adalah kurikulum 1984. Mereka mengatakan semua pembelajaran di sekolah mengacu pada GBPP, mungkin hal itu seperti sebuah undang-undang yang menjadi rel dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Tulisan para guru juga sangat rapi, indah, dan tertata walaupun tanpa garis pada sebuah kertas. 

Di sekolahku dahulu, membaca adalah sebuah kewajiban yang tidak boleh dialpakan. Kami sering di bawa ke sebuah perpustakaan hanya untuk membaca dan meminjam buku yang diberi batas 3 hari, setelah itu boleh mengganti lagi dengan judul buku yang baru. Dulu kami diberi kartu perpustakaan atau anggota perpustakaan. Dengan kartu itu kami mengunjungi perpustakaan kapanpun kami mau. Tetapi jika di perpustakaan sekolah kami diberi jadwal oleh guru untuk berkunjung dan meminjam buku bacaan sesuai dengan apa yang kami inginkan. Untuk sekolah dasar di pedesaan seperti yang aku rasakan meminjam buku sekolah dari perpustakaan sangat dibatasi, entah apa sebabnya.  

Tetapi guruku saat itu sangatlah bijaksana, beliau selalu membacakan cerita di depan kelas yang kemudian kami tulis semampu pendengaran kami dan menceritakan kembali apa yang telah kami tulis di depan kelas secara bergantian. Jika kami salah menulis atau salah di dalam menuliskan kembali cerita yang kami dengar, maka Pak Abdul Kadir akan memberikan kami hukuman berupa mencubit bagian perut kami, dengan tujuan agar kami benar-benar bisa menyimak setiap bacaan yang beliau bacakan di depan kelas. Kami membaca buku, lalu menuliskan kembali dengan tulisan indah atau tulisan sambung, kemudian kami membaca tulisan kami sendiri di depan kelas menjadi rutinitas yang terus berulang sehingga kami sangat hapal apa kegiatan saat pelajaran bahasa Indonesia. 

Apa yang aku ceritakan itu adalah sebagian kecil dari cara guru-guru zaman dahulu mengajar. Mungkin mereka juga memiliki berbagai metode dalam mengajar namun keterbatasan media tidak menjadikan mereka menyerah dalam memberikan atau mentransfer ilmu kepada muridnya. Aku rasa, pendidikan karakter zaman dahulu jauh lebih kuat dibanding zaman sekarang ini. Profil guru di mata murid zaman dahulu sangat kuat dan mencerminkan sosok yang paling dihormati setelah orang tua kandung. 

Mungkin karena zaman dahulu para orang tua ketika menitipkan anaknya ke sekolah sangat percaya akan pendidikan yang diberikan mampu membentuk anak menjadi manusia yang memiliki karakter kuat, serta memiliki ahlak dan budi pekerti yang mulia. Hal ini terbukti setiap perintah guru selalu menjadi cerminan bagi murid. Sesuai dengan slogan Ki Hadjar Dewantara yang selalu menjadi simbol pendidikan bangsa Indonesia yaitu Tut Wuri Handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, dan Ing Madya Mangun Karsa.

Aku merasa bangga dan bahagia telah berada di zaman yang begitu penuh dengan kecanggihan teknologi. Peran para guru di zaman sekarang ini bagaikan berada di dua mata pisau yang membahayakan. Jika salah dalam bertindak undang-undang telah siap pula menelan seorang guru dalam jeratan hukum yang berkepanjangan. 

Pendidikan karakter yang ditekankan dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang digulirkan oleh pemerintah dan kalangan praktisi dengan mengadopsi metode pembalajaran dari berbagai negara di dunia tanpa memahami bagaimana sebenarnya kultur pendidikan di negara tercinta ini. 

Adalah hal yang mustahil untuk bisa mengikuti model pendidikan dari negara barat yang penuh dengan daya dukung dari berbagai sisi, sementara cermianan pendidikan di desa dan dik ota di indonesia ini sangatlah jauh berbeda. Namun, terlepas dari semua itu seluruh praktisi pendidikan mulai mengembangkan diri dan menyesuaikan diri dengan berbagai metode pembelajaran demi mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

Berbagai program digulirkan untuk mengembalikan marwah dan karakter bangsa yang mulai luntur dan tergerus kecanggihan zaman. Apa kabarmu pak guru yang budiman disana?, tersenyumlah untuk hal yang baik pernah engkau tanamkan pada kami, karena kami sedang berjuang mengembalikan cita-cita dan impianmu kala itu. Dalam setiap kalimat yang baik dari kami adalah hasil didikan dan bimbinganmu. Bapak, kupersembahkan tulisan ini untukmu yang telah tenang di bumi Allah. Jangan risau, aku akan selalu mengenang, dan mengingat, serta meneruskan semua pesanmu yang selalu kau ucapkan saat kita bertemu dulu. Perjuangan belum berakhir, karena perjuangan yang sesungguhya sedang kami lakukan di sini.

Selamat hari Guru untuk seluruh Pahlawan tanpa tanda jasa di bumi tercinta ini.

Utan, 13 November 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun