Di awal mulai merebaknya berita tentang Corona, saya pernah berdiskusi kecil dengan anak pertama saya yang duduk di kelas V SD.
Awal diskusi kami berawal dari vidio yang saya dapatkan di salah satu grup daring, yaitu ceramah yang disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Yusri Rusydi Sayyid Gabr al-Hasani yang saat itu secara khusus menyampaikan beberapa nasihat kedokteran tentang wabah yang sedang dihadapi saat ini.
Beliau menyampaikan bahwa wabah ini sengaja dibuat oleh seseorang. Siapa? Allah yang lebih mengetahui.Â
Beberapa nasihat juga disampaikan beliau seperti jangan khawatir, jangan berlebihan menggunakan obat-obatan pembersih seperti handsanitizer, alkohol, detol, dll pada kulit dan tangan kita karena dapat mematikan bakteri baik yang bermanfaat di kulit kita.
Lebih lanjut dijelaskan bila bakteri itu mampu (melindungi) karena dia juga makhluk. Sedangkan virus tidak bisa hidup bila tidak menempel pada mahluk hidup. Dan jika bakteri baik ini masuk pada bakteri jahat, dia juga akan membunuh semua mikroba yang tersisa. Maka, bakteri ini merupakan benteng pertahanan pertama yang jangan sampai hilang.
Terus terang, diantara sekian banyak pesan dan vidio yang saya terima tentang Corona, ini adalah favorit saya.
Kembali ke diskusi dengan anak. Karena anak saya tergolong kritis, setelah menonton vidio ini saya langsung diserbu dengan pertanyaan. Benar ya Mah kalau virus itu dibuat oleh orang? Siapa, Mah? Kenapa sampai berbuat seperti itu? dll.
Sebagai orangtua, saya mencoba menjelaskan sesederhana mungkin bahwa kemungkinan wabah ini diciptakan oleh seseorang mungkin saja terjadi.Â
Pertama, sebelum wabah Corona ini terjadi, pada tahun 2011 telah ada film Contagion yang ceritanya hampir mirip dengan kondisi saat ini. Hanya saja di film tidak disebutkan nama virusnya.
Kedua, saya mengajukan pertanyaan balik kepada anak saya. Siapa yang paling diuntungkan bila wabah ini terjadi? Perusahaan sabun cuci tangan, masker, disinfectan, alkohol, dan tentu saja yang memproduksi anti virusnya.
Bila harga sebelum dan sesudah wabah terjadi tetap sama, artinya perusahaan tersebut tidak mengambil keuntungan dari wabah yang terjadi. Tapi kalau harganya naik berlipat-lipat artinya ada yang mengambil keuntungan dari kejadian ini.
Sekarang, keyakinan saya semakin bertambah apalagi setelah dapat sedikit gambaran tentang isi buku "Saatnya Dunia Berubah" yang ditulis oleh DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP(K), mantan Menteri Kesehatan di era SBY. Bahwa terjadi konspirasi antara negara adikuasa dan badan kesehatan dunia  dalam penyebaran virus flu burung di tahun 2006.
Dijelaskan bahwa kasus klaster di Tanah Karo, Sumatera Utara dimana 7 dari 8 bersaudara meninggal karena flu burung. Hal ini membuat ahli dari WHO Indonesia yang sebagian besar epidemiolog menyimpulkan bahwa klaster yang terjadi di Tanah Karo adalah suatu kejadian penularan antar manusia.
WHO Indonesia bahkan meyakinkan wartawan dalam dan luar negeri bahwa terjadi penularan flu burung antar manusia di Indonesia, hingga CNN menjadikan berita ini sebagai headline news.
Lalu dilakukanlah sequencing spesimen virus H5N1 yang berasal dari Tanah Karo di lembaga Eijkmen serta teguran kepada WHO Indonesia.Â
Hal ini dilakukan karena Ibu Siti Fadilah menyadari dampak yang ditimbulkan bila isu ini dipercaya dapat sangat dahsyat. Negara akan diisolasi, detak ekonomi akan berhenti, serta bisnis pariwisata akan tamat.Â
Kejadian selanjutnya seperti yang sudah diketahui bersama, WHO menarik pernyataannya tentang pandemi di Indonesia dan ekonomi Indonesia tetap stabil. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia saat ini.
Sebagai orang awam saya berusaha berpikir positif bahwa mungkin kasus flu burung di tahun 2006 berbeda dengan Corona di tahun 2020 sehingga penanganannyapun berbeda.Â
Apapun itu, tidak ada salahnya belajar dari sejarah penangan flu burung di Indonesia. Setidaknya dapat membuka wawasan bahwa di dunia ini ada banyak hal yang tidak kita ketahui dan tanpa ilmu serta keberanian kita hanya akan menjadi boneka orang-orang "kuat".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H