Beda masa, beda pembahasannya, jika dulu yang kami bahas hanya kesenangan, kini perkara kekhawatiran pun bisa jadi bahan obrolan. Kendatipun usaha meubelnya masih berjalan namun Wiwi nampak gelisah, penyebabnya adalah suaminya yang sebentar lagi akan pensiun. Sebagai sahabat sudah tentu aku ikut berpikir, apa yang sekiranya bisa kubantu. Teringat seorang tetangga yang usaha bengkelnya laris manis.
Bak gayung bersambut, suami Wiwi tertarik dan berniat membuka bisnis yang sama. Tanpa basa basi langsung aku berikan nomor telepon tetanggaku, agar keduanya bisa bicara langsung perihal segala sesuatu yang berkaitan dengan pembukaan usaha bengkel.
Singkat cerita, persiapan pembukaan bengkel di rumah Wiwi yang ada di Kedungmenjangan pun dimulai. Kesibukannya bertambah, aku pun begitu. Tugas-tugas ke wilayah kecamatan membuat  kami jarang bertemu, hanya kiriman makanan darinya yang sering aku terima.
*
Pertemuan dengan Wiwi kembali terjeda sekian lama karena aku kembali dimutasi ke Karang Anyar. Toko meubel itu pun akhirnya ditutup.
"Toko kukontrakkan ke Bu Likmu, jadi toko oleh-oleh haji." Wiwi mengabarkan.
"Pak Likmu rutin servis motor ke bengkelku, lho." Di saat yang lain Wiwi memberi kabar.
Syukurlah bengkelnya laris. Karena Wiwi dan suaminya cukup totalitas dalam membangun bisnis ini, bahkan sampai beriklan di radio swasta yang berkumandang beberapa kali dalam sehari menawarkan layanan bengkelnya.
"Aku jemput sekarang, tunggu di halaman kantor, ya." Wiwi mengirim pesan ke gawai androidku. Kabar pindah tugasku ke Purwokerto segera aku sampaikan ke Wiwi setelah membaca surat keputusan mutasi beberapa waktu yang lalu. Kini aku sudah di kantor Purwokerto. Tepat jam istirahat, Inova hitam berhenti  di depanku yang sedang berada di halaman kantor. Kami berjabat tangan dan saling peluk cium di mobil untuk mengurai rindu setelah lama tak bertemu.
"Mau makan apa, Wi?" Kutanya sahabatku yang bertambah subur tubuhnya, selain bertambah umur.
"Aku mau es krim yang di Brasil. Baksomu nanti buatku, ya?" Jawab Wiwi sambil tertawa-tawa. Ingat kebiasaan dulu, saat kami makan bakso, aku tidak doyan. Yang kumakan hanya mienya saja. Berbeda denganku, Wiwi sangat suka bakso. Tanganku selalu memindahkan  bakso yang ada di mangkokku ke dalam mangkoknya.
"_Eit_. Nggak bisa. Bakso Brasil itu enaknya pol, nggak akan aku pindahkan ke mangkokmu." Aku tertawa-tawa.
Raut wajah Wiwi berubah keheranan.