Mohon tunggu...
AY_Satriya Tinarbuka
AY_Satriya Tinarbuka Mohon Tunggu... profesional -

Mahasiswa abadi jurusan Filsafat Sastra Mesin di kampus kehidupan ... :D

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kompasiana dalam Pusaran AFTA

24 Februari 2014   06:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga tahun 1990-an, masih cukup banyak penjual nasi gudeg yang menggunakan daun pisang sebagai pembungkus. Kini, hampir semua penjual gudeg menggunakan kertas berlapis plastik yang lebih praktis. Inilah salah satu hasil positif kapitalisme, yaitu munculnya produsen pembungkus yang bersaing untuk lebih ekonomis.

Tapi, kemana nenek-nenek penjual daun pisang yang dulu sering kita jumpai di pasar tradisional? Mereka telah kehilangan sumber pendapatan dari hasil penjualan daun pisang. Inilah sisi buruk kapitalisme, yaitu mematikan usaha ekonomi mikro.

AFTA mungkin akan semakin menghadirkan produk-produk yang mematikan usaha-usaha lokal semacam daun pisang di atas secara perlahan. Rasanya tak elok jika kita menggunakan paham komunisme untuk melindungi penjual daun pisang. Di negeri komunis, sah-sah saja melarang produksi kertas pembungkus demi melindungi penjual daun pisang dan masyarakat dipaksa menggunakan daun pisang sebagai pembungkus.

Apakah kapitalisme lebih baik dibanding komunisme? Kalo kita mau objektif, kedua-duanya punya kebaikan dan keburukan masing-masing.

Setidaknya ada dua penyebab kita tidak bisa menggunakan komunisme. Pertama, komunisme sudah dibenci oleh mayoritas masyarakat dan akan diberangus oleh kaum agamawan. Kedua, kapitalisme sudah menghasilkan korporasi-korporasi yang sangat kuat dan berurat berakar dalam kehidupan sehari-hari kita.

Jika korporasi kapitalis mogok, maka tidak ada listrik, sabun, minyak goreng dan seterusnya.  Kalo memilih melawan kapitalisme, kemungkinan besar akan kalah. Coba kita bertanya pada Sun Tzu, apa yang seharusnya dilakukan jika kita tak mungkin memenangkan pertempuran? Sun Tzu bilang, "Ambil Langkah Seribu, kaboorrr...!".

AFTA bukan hanya menyasar korporasi besar, individu-individu pelaku ekonomi juga bisa terkena dampaknya. Bukan rahasia lagi jika model-model perdagangan bebas adalah keinginan kaum kapitalis untuk mempermudah penjualan produknya. Pembelinya bukan cuma pemerintah ataupun korporasi besar, tapi juga individu. Makanya, dampaknya bisa sampai ke individu.

Mengingat dampaknya sampai ke individu, maka pemerintah harus peduli dengan data tiap-tiap individu warganya. baru-baru ini dirilis berita tentang intelejen Australia yang mengantongi data pelanggan Telkomsel dan Indosat. Bayangkan jika percakapan seorang grosir batik di Jogja dengan para agen penjualnya disadap, maka pihak Australia bisa memperkirakan potensi pasar batik di Jogja. Bahkan bisa pula memperkirakan model yang laris, siapa saja pembelinya dan lain-lain. Semua data itu bisa menjadi modal penting untuk melakukan penetrasi pasar batik di Jogja. Begitulah cara intelejen ekonomi bekerja.

Data pelanggan Telkomsel dan Indosat hanyalah sebagaian kecil petunjuk untuk melakukan penetrasi pasar. masih banyak data lain seperti Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya, termasuk semacam Kompasiana.

Khusus untuk Kompasiana, bisa dijadikan bahan referensi dalam menghadapi AFTA karena Kompasiana mencoba menampung pemikiran kompasianer berkaitan dan AFTA. Plus ditambah kewajiban mempublikasi melalui facebook dan twitter, sehingga bisa direkam klas sosial si penulis. Jika tulisan yang ditampung menyuarakan agar Indonesia meningkatkan daya saing, alias melawan, itu artinya semangat ASEAN masih rendah di kalangan masyarakat kelas menengah. Dengan demikian, penetrasi pasar akan dilakukan dengan strategi clandestine.

Sejauh mana kita bisa melawan penetrasi produk ASEAN? Sulit untuk mengukurnya tanpa data-data yang akurat. Tapi di kalangan pelaku industri mikro, perlawanan melalui peningkatan daya saing akan sangat sulit. Bayangkan saja, bagaimana meningkatkan daya saing daun pisang untuk melawan kertas pembungkus? Enggak mudah, 'kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun