Mohon tunggu...
Tita Rahayu Sulaeman
Tita Rahayu Sulaeman Mohon Tunggu... Lainnya - pengemban dakwah

Ibu Rumah Tangga,

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pejabat Terjerat Judi Online

14 Juli 2024   07:16 Diperbarui: 14 Juli 2024   07:16 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kompas

 

Indonesia Tengah menghadapi darurat judi online. Kerusakannya merambah ke segala level Masyarakat. Dari kalangan masyarakat hingga level pejabat, tak luput dari jerat Judi Online. 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap ada ribuan anggota DPR dan DPRD bermain judi online (judol). Tak tanggung-tanggung, angka perputaran duit judi online dari para anggota legislatif mencapai Rp 25 miliar per satu orang. Dalam rapat Komisi III DPR RI dengan PPATK pada Rabu (26/6/2024), terungkap bahwa ada 1.000 lebih anggota dewan di pusat dan daerah (DPR dan DPRD) yang bermain judi online (kompas 28/06/2024).

Terkait hal ini Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung, Edwin Senjaya mengatakan agar PPATK membuka siapa saja nama anggota dewan yang terlibat. Ada aturan yang mengikat anggota dewan, jika terbukti melanggar akan dikenakan sanksi kode etik maupun sanksi pidana (detik 02/07/2024). 

Fakta ini sungguh ironis. Jajaran pemimpin yang diharapkan mampu memberantas judi online justru terlibat menjadi pelaku judi online. Kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap ? 

Akibat Sekular Kapitalisme 

Kehidupan sekular kapitalisme telah menumbuhsuburkan judi online. Kehidupan kapitalisme telah menjadikan masyarakat untuk menyandarkan kebahagiaan dan kesuksesannya pada pencapaian materi. Sayangnya, justru karena kapitalisme juga lah berbagai kesulitan dalam kehidupan saat ini tercipta. Kebutuhan pokok pangan mahal, pendidikan, kesehatan juga mahal. Sementara lapangan pekerjaan semakin sempit. Maka judi akhirnya menjadi pilihan jalan pintas untuk mendapatkan materi yang banyak dalam waktu singkat. 

Kalah jadi abu, menang jadi arang. Peribahasa ini mungkin juga cocok bagi para pelaku judi online. Ketika kalah, mereka akan mencoba lagi dan lagi. Ketika menang, mereka pun tidak berhenti karena ingin mengulang kemenangan mereka. Demikian seterusnya para pelaku terjerat dalam pusaran judi online. 

Kalah atau menang, sesungguhnya mereka telah rugi banyak. Para pelaku tidak lagi peduli kerugian yang diakibatkan oleh judi. Mereka juga tidak lagi mempertimbangkan bagaimana sesungguhnya judi dalam pandangan agama. Demikianlah agama telah disingkirkan dalam kehidupan manusia (sekularisme). Para pelaku judi online bukannya tidak mengetahui judi adalah haram dalam pandangan agama. Mereka hanya tidak peduli. 

Lahirnya judi dalam platform digital, adalah salah satu contoh ketika kemajuan teknologi tidak diiringi dengan aqidah sebagai landasannya. Kemajuan teknologi hanya dijadikan sebagai alat untuk menghasilkan lebih banyak uang, tanpa mempedulikan halal-haram. Orang-orang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi hanya menggunakan kecerdasan mereka untuk kesenangan dan pencapaian materi yang berlimpah. 

Dibutuhkan peran negara untuk benar-benar memberantas judi online. Jajaran penguasa seharusnya menjadi yang terdepan dalam memberantas perjudian. Negara memiliki berbagai sumber daya dan otoritas, maka semestinya mampu untuk menutup segala jenis situs judi online. 

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas judi online. Kominfo telah memblokir jutaan situs judi online. Namun bak mati satu tumbuh seribu, judi online justru kian subur. Pembentukan satgas serta adanya UU ITE dan KUHP yang memberi hukuman denda dengan jumlah besar terhadap pelaku judi online, tidak menghentikan perjudian. Solusi-solusi yang ditawarkan dalam sistem kapitalisme gagal menghentikan keberadaan judi online. 

Kekhawatiran sesungguhnya dari keterlibatan anggota dewan dalam judi online adalah bahwa judi online ini bukannya diberantas, tapi justru dilegalkan menjadi bagian dari industri hiburan. Sebagaimana khamr / minuman beralkohol yang dalam pandangan agama jelas keharamannya, namun dalam sistem sekular kapitalis saat ini bisa dikompromikan dengan istilah legal-illegal. 

Bagaimana jika pemilik situs-situs judi online menawarkan keuntungan yang banyak bagi negara atas keberadaan mereka ? Sebagaimana pabrik-pabrik minuman beralkohol tetap dibiarkan ada karena negara mendapatkan pemasukan dari keberadaan mereka. Akankah judi online ini dengan tegas diberantas oleh negara ? 

Islam Berantas Judi Hingga ke Akarnya 

Memberantas judi online dengan menutup situs-situs judi online bukanlah solusi tuntas. Pertama, seluruh elemen Masyarakat dan negara haruslah memiliki standar yang sama dalam berperilaku dan menentukan hukum, yaitu Islam. Judi dalam pandangan Islam adalah haram. Allah swt berfirman, 

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al Maidah ; 90). 

Pemahaman ini harus dimiliki setiap individu muslim, masyarakat dan jajaran pemimpin negara. Hukum yang telah allah swt tetapkan menjadi landasan dalam beramal bagi setiap umat muslim. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bernegara. Dengan dorongan ketakwaan, maka segala umat Islam akan menjauhi segala bentuk kemaksiatan, termasuk judi diantaranya. 

Kedua, negara harus bertanggung jawab penuh terhadap setiap urusan rakyatnya. Rasulullah saw bersabda, 

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. Al-Bukhari)

Hak-hak dasar rakyat seperti kebutuhan pangan dengan harga yang murah, akses pendidikan dan Kesehatan terbaik secara cuma-cuma, lapangan pekerjaan hingga kemudahan dalam memiliki rumah, harus dipenuhi oleh negara kepada rakyatnya. Pemenuhan hak-haknya akan mencegah rakyat terlibat dalam aktivitas haram dalam menjemput rezeki. Negara akan mendorong setiap individu muslim yang berkewajiban mencari nafkah untuk bisa mencari nafkah dengan jalan yang halal, tidak bermalas-malasan dengan mengambil jalan pintas semacam judi. 

Negara akan menutup situs-situs judi online secara masif dengan memberdayakan para ahli informasi dan teknologi untuk memutus seluruh jaringan judi online. Para ahli akan diberikan gaji yang sepadan  agar mereka bekerja secara optimal. selain itu negara akan mengaktivasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi.

Setelah memenuhi hak-hak rakyat sebagai upaya pencegahan, maka bila masih terjadi perjudian negara berkewajiban untuk melaksanakan penegakan syariat Islam terhadap pelaku judi. Sanksi bagi pelaku judi berupa ta'zir, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada khalifah atau kepada qadi (hakim). 

Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhm al-'Uqbt f Al-Islm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Sanksinya bisa berupa dicambuk, dipenjara atau dihukum mati. Dalam Islam hukum, tidak bisa diperjualbelikan dan diubah sesuai kehendak manusia. 

Semua ini akan terwujud ketika Islam dijadikan landasan dalam kehidupan oleh individu dan masyarakatnya serta landasan bernegara oleh para pemimpinnya. Segala bentuk kemaksiatan akan diberantas hingga ke akarnya. Islam bukan sekedar agama yang mengatur ibadah, namun juga menjadi solusi setiap permasalahan umat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun