Mohon tunggu...
Tita Puspita N
Tita Puspita N Mohon Tunggu... -

Tita Puspita = Teita Futsufeita. Mahasiswa di Universitas Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Matahari di Ujung Pagi (Catatan Bersama Pasien Pertama)

31 Agustus 2012   14:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:05 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esoknya kembali begitu. Kuberikan sebuah obat pengurang nyeri dalam suntikan dan kubersihkan lukanya. Seperti biasa, lautan huruf yang berirama kembali menemani waktu kami sehingga tak berasa 1,5 jam berlalu. Kucari sebab dari sebuah petir. Kutanya pada berbagai mungkin. Namun hanya sebuah lelah yang dia sampaikan padaku.

Kucoba memberinya semangat, namun masih sebuah redup yang dia sampaikan. Aku mengerti, ini tidaklah mudah. Sangat tidak mudah baginya. Dan perjalanan ini tidaklah singkat.

" ...Saya percaya... Allah memberikan segala sesuatu sesuai kemampuan hamba-Nya. Mengapa ini terjadi pada bapak, menurut saya karena Allah percaya hanya bapak yang sanggup menjalani ini, dan bukan saya atau yang lainnya. Sungguh indah telah dipercaya oleh Nya ya, Pak" aku seperti berbicara pada diriku.

"Tetap dekati Dia dan buktikan pada-Nya bahwa bapak sanggup, dan saya percaya itu" aku sedikit berapi. Kupikir itu sebuah bintang yang DIA titipkan pada galaksiku saat itu. Dan irama pembicaraan kami kembali diterbangkan angin ke kutub selatan atau kemanapun sambil kubereskan sebuah tugas.

"Ayo, Semangat, Pak!" sambil kukepalkan tangan dan kuperlihatkan semangatku. Kutinggalkan Mr X. Dia tersenyum. Sebuah senyum yang dipaksakan.

Menyediakan sedikit waktu dan meminjamkan telinga kemudian berbagi. Mungkin itu salah satu yang dia perlukan saat itu karena dia adalah sendiri bersama adik laki-lakinya.

Namun waktu adalah singkat, tiga hari. Kami harus berpindah ke ruangan lain sehingga tak bisa kuikuti perkembangan Mr X. Mendungnya masih menjadi tanya di kepalaku; akankah ia bagaimana? Mungkin seperti itu.

Dan waktu kembali berjalan.

Benar, kan, Allah memang memiliki berjuta rahasia indah. Selepas dua bulan aku kembali singgah di ruangan itu. Sebenarnya untuk sebuah kepentingan yang lain. Dalam cepat langkahku di sebuah lorong di ruangan tersebut terdengar sebuah samar. "Suster!"

Kucari arah suara. Ah, ternyata seorang lelaki berkaos merah dan bersarung kotak-kotak. Lelaki dengan rambut ikal dan wajahnya yang pasi namun terang di atas sebuah kursi roda bersama laki-laki muda berambut panjang diikat. Ya, Mr X dengan senyum mataharinya beserta adik lelakinya.

Kontan kutersenyum. "Bapak! Gimana.. Sehat?" aku yang masih terkaget melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun