Mohon tunggu...
Titania Priantika
Titania Priantika Mohon Tunggu... Lainnya - unpopular blogger.

July, 2001.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Satu Buku Punya Banyak Cerita? Berikut Ulasan Novel Cantik "If We Make It Through December"

21 Mei 2024   21:04 Diperbarui: 21 Mei 2024   21:14 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai dengan namanya novel ini cocok dibaca pada bulan December, sebagai pemanis sekaligus hangatnya liburan akhir tahun. Langsung saja aku mulai ulasan berdasarkan pengalaman yang aku dapatkan ketika membaca di tahun 2023.

Pertama-tama, aku sangat mengapresiasi illustrator dari Bukune yang mampu membuat cover menarik seperti ini. Aku mengasumsikan cover novel ini sebagai taman atau ladang, langit yang biru menandakan cerahnya hari yang tenang. Sehingga buku ini benar-benar memberi kesan hangatnya liburan. 

Pemilihan warna yang diambil cukup menarik, pemilihan font untuk judul dan juga nama penulis pun sudah pas, sebab bagiku dua hal ini dapat menjadi daya tarik bagi buku novel itu sendiri. Dilihat dari jauh pun tetap terlihat dan menarik. Tata letak dari judul, nama penulis, serta blurb di belakang pun membuat buku ini terlihat rapih.

Cover memang menarik , tapi bagaimana dengan isinya? Akan kubahas satu persatu berdasarkan judul di dalamnya. Perlu diketahui jika masing-masing judul ditulis oleh penulis yang berbeda. Dengan judul dan cerita yang berbeda-beda maka tidak heran jika novel ini dikategorikan sebagai antologi. Berikut ulasan dari cerita-cerita di dalam novel If We Make It Through December beserta peringkatnya berdasarkan skala 1-5.

1. If She Chooses Me (Auryn Vientania) - 4,0/5

Sebelumnya, aku sempat membaca karya Aurie yang berjudul Alster Lake dan Turning Page. Keduanya saling berhubungan, karena Turning Page adalah kelanjutan dari cerita Alster Lake. Jika kamu tertarik untuk membaca karya-karya Aurie, novelnya dapat dibeli melalui e-commerce atau gramedia terdekat.

Sama halnya dengan dua karya Aurie, aku merasa If She Chooses Me juga memiliki suasana yang sama. Mungkin karena bahasa dan kosa kata yang dipakai, mungkin juga karena model tulisan Aurie yang lebih banyak memperkenalkan detail-detail kecil. Perbedaan dari dua karya Aurie yang lain dengan If She Chooses Me adalah banyaknya penjelasan yang lebih detail. Bisa saja ini akibat aku yang memberikan ekspektasi terlalu tinggi, kukira perasaan yang ingin disampaikan adalah pulang ke kampung. Kenapa begitu?

Di sini bercerita tentang seorang wanita yang pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta, berhubung aku pun berasal dari sana, aku semakin penasaran dengan ceritanya. Namun, mengetahui bahwa perasaan "pulang" itu tidak tersampaikan, rasa itu semakin berkurang. Penggambaran perihal Yogyakarta juga tidak diceritakan sedramatis itu. Mungkin memang tentang suasana, cerita ini memiliki banyak kekurangan. Tapi karakter dan pesan yang disampaikan sangat cukup untukku.

Wanita yang pulang ke kampung halamannya tadi bernama Amai, di Jogja ia tinggal bersama Eyangnya. Lalu di sebuah kesempatan, ia datang ke sebuah kafe, di sana lah ia bertemu dengan baristanya yang bernama Bhanu. Pemilihan namanya cukup lokal, terutama Bhanu yang cocok untuk nama orang Jawa. Aku suka bagaimana Aurie menjelaskan karakter Bhanu, benar-benar terbayang dikepalaku. Apa lagi tentang manisnya dia, kabarnya orang Jawa itu manis kan? Sama dengan Bhanu. Di lain sisi, Amai justru kurang ditonjolkan sifatnya. Ia memang manusia, tapi aku tidak tahu apa yang ia rasakan, bagaimana kebiasaannya, dan emosi yang dia rasakan. Dari sisi Bhanu, aku justru melihat kalau dia terlihat ingin mendekati Amai in bad ways. Memang dia pria dengan banyaknya afirmasi, tapi ada hal lainnya yang membuatku menghela napas beberapa kali. Dasar Bhanu.

"Aku suka Jogja, aku suka di sini, tapi kota ini bukan rumahku," kata Amai dalam cerita.

Untuk alurnya sebenarnya sedikit tidak masuk akal. Namun, jika kamu percaya dengan cinta pada pandangan pertama dan langsung jatuh hati sedalam-dalamnya dalam waktu sesingkat itu, kamu akan suka. Cepat yang kumaksud benar-benar cepat, sat-set banget! Asumsiku dengan waktu yang cepat ini, Aurie ingin menyampaikan jika percintaan dengan alur yang begitu cepat justru berakhir menyedihkan. 

2. Kita Usahakan Rumah Itu (Giantara Alam) - 4,8/5

Berbeda dengan Aurie, aku belum pernah membaca karya Gia. Namun, setelah membaca Kita Usahakan Rumah Itu membuatku penasaran dengan karya-karya beliau yang lain. Bahasa yang digunakan sangat mudah dipahami, berbagai kalimat yang ditulis sangat relate dengan kehidupan dan membuatku mengangguk beberapa kali karena "tertampar" oleh kalimatnya. Aku teringat bagaimana kalimat-kalimat itu kutandai, banyak sekali yang dapat dipetik dari cerita singkat ini. Asyera dan Alga membuatku belajar banyak.

Sesuai dengan judulnya, aku dapat membayangkan bagaimana kesulitan yang dirasakan kedua karakter. Penulisan dari POV orang pertama pun membuatku semakin dekat dengan karakternya. Ini berkisah tentang Asyera dan Alga yang berupaya memperbaiki diri, juga hubungan mereka. Hubungan itu memang pernah berakhir, tapi akhir bukan berarti selamanya.

Melalui tulisannya, aku mempelajari bagaimana suatu hubungan dapat terjalin dengan baik jika ada tanggung jawab dan perjuangan dari kedua belah pihak. Meskipun terkadang dua hal itu tidak ditunjukkan secara gambang, alias gak terlalu terlihat ya. Masalah hubungan Asyera dan Alga ada di sini. Dari sisi karakter, keduanya punya porsi yang sama. Tapi menurutku, ada kesalahan kecil di dalam ceritanya. Seperti certia dari POV Asyera tiba-tiba menjadi POV Alga di dalam paragraf yang sama, bagiku ini cukup mengganggu meskipun dengan alur cerita yang baik.

"Mungkin yang harus diganti itu rodanya, bukan mobilnya," ucap Asyera dalam tulisan.

Kalau dilihat dari nama karakternya,nama Asyera sulit diingat, bahkan sekedar dituliskan pun aku sering typo menuliskan Ayesra. Namun, dengan alur cerita yang kuat dan banyak hal yang kusebutkan di atas, tulisan Gia patut diacungi jempol. Oh ya, aku juga suka ketika ceweknya ikut berperan dalam proses perubahan si cowok dalam permasalahannya. Karena yang butuh pertolongan gak selalu dari sisi ceweknya.

3. Seni Mencinta dalam Diam (Nadia Ristivani) - 4,3/5

Untuk karya Nadia, aku pernah baca Hilmy Milan dan Hello Cello. Sama halnya dengan dua karya Aurie, Hello Cello adalah lanjutan dari Hilmy Milan. Dari dua karya itu, aku tertarik dengan karya Nadia yang lain. Tulisan beliau mudah sekali dicerna dan kesannya ngalir aja gitu. Dengan itu, aku yang biasanya jarang menaruh ekspektasi seketika punya ekspektasi cukup banyak di dalam karya beliau yang ini.

Ceritanya diambil dari tahun 2000 hingga 2001, cukup jadul, tapi tidak terlalu jauh ya. Bahasa yang digunakan cukup sesuai. Awalnya kukira namanya aneh, pada tahun 2001 karakter perempuannya punya nama Djoeli. Tapi jika ditelusuri lagi, di tahun itu karakter-karakternya sudah jadi mahasiswa. Artinya mereka lahir di tahun yang lebih tua. Maka wajar jika karakter wanitanya diberi nama Djoeli dengan ejaan lama. Sementara karakter laki-lakinya diberi nama Khadafi.

Dalam Seni Mencinta dalam Diam, mengambil sudut pandang dari dua karakter(Djoeli dan Khadafi). Keduanya saling suka, tapi tidak yakin dan hanya diam sejak awal. Nadia berhasil bikin aku gereget dengan tulisannya, karena karakternya gak mau jujur perihal perasaannya. Ada ketakutan jika seseorang yang kita suka ternyata perasaannya kosong.

Sebenarnya pembuka ceritanya biasa saja buat aku, lebih banyak penjelasan Djoeli dan Khadafi. Tapi entah kenapa lebih seperti deskripsi biasa. Selain itu ada penjelasan tentang bagaimana proses mereka mengenal satu sama lain dan muncul perasaan suka. Djoeli itu ramai dan Khadafi itu pendiam, meskipun kurang ditunjukan, tapi dijelaskan seperti itu dalam cerita.

Aku suka sekali gambaran bagaimana si karakter pada akhirnya nembak orang yang dia sukai. Soalnya tipe nembak "kayak gitu" sepertinya memang ngetrend dulu, karena nembaknya ditengah keramaian, mau tidak mau harus terima.

Perihal tulisannya, aku menemukan beberapa kata yang dibolak-balik. Sebenarnya kalimatnya agak aneh, tapi masih nyaman dibaca. Untuk kamu yang pernah baca tulisan Nadia alias Kak Ijo, pasti langsung paham kalau "kayak gini pasti tulisan Kak Ijo", karena gayanya khas banget!

4. Interaksi, Selesai (Quinn) - 4,5/5

Pada saat aku membaca If We Make It Through December, aku belum pernah baca karya Kak Quinn sama sekali. Tapi untuk sekarang, aku sudah baca karyanya yang berjudul With Love, Maikka. Kalau kubandingkan penulisannya, sebenarnya cukup berbeda. Tapi tetap punya ciri khas dari Kak Quinn, yaitu menyelipkan bahasa Inggris di dalamnya(terutama di bagian dialog).

Interaksi, Selesai merupakan cerita hangat lainnya yang ada di dalam novel ini. Walaupun disajjikan dengan dua bahasa seperti karya Kak Quinn lainnya, tetap terasa nyaman dibaca. Buat aku, karya billingual itu tidak masalah asalkan tetap terasa ngalir dengan alur yang baik. Kisah ini bercerita tentang seorang fans dari anggota sebuah band. Pada waktu band tersebut mengadakan konser, fans tersebut berkesempatan untuk bertemu dengan salah satu anggota band tersebut, tapi yang ia temui justru anggota lainnya. Namanya Laskar, definisi laki-laki ganteng luar dan dalam. Tutur katanya, bagaimana cara dia memperlakukan sosok Keisha(karakter utama perempuan), dan masih banyak lagi. Perhatian Laskah ke Keisha itu menurutku cita-cita banyak orang ya, hmm ... atau cita-citaku aja? Ah, kamu harus baca sendiri!

Kalau Keisha sudah pasti cocok dengan Laskar. Sebagai pembaca, aku mencoba memahami dengan logika dan keadaan realita jika mereka benar-benar nyata di dunia. Nyatanya sosok Keisha adalah perempuan yang sudah pasti dapat membuat Laskah jatuh hati. Kesempurnaan keduanya ini dituliskan dengan cukup baik, sehingga tidak membuatku merasa aneh ketika membaca novel ini.

Topik utama permasalahan mereka adlaah Keisha yang merasa rendah dengan keberhasilan pasangannya, Laskar. Laskah merupakan anggota band terkenal, sedangkan Keisha pekerja di sebuah perusahaan. Pandangan mereka yang berbeda membuat masalah semakin besar.

Ceritanya benar-benar singkat seperti cerita yang lain, ditulis dengan baik melalui dua sudut pandang(Laskar dan Keisha). Aku menikmati ceritanya sampai akhir, meskipun ada beberapa typo dan kesalahan dalam penulisannya. Misalnya tanda spasi setelah titik yang seharusnya tidak perlu. Sebenarnya untuk judul pun aku tidak paham kenapa "Interaksi, Selesai"?

5. Endless Memories (Yossi Zahra) - 4,2/5

Sama halnya dengan karya Kak Gia, aku pun belum pernah baca karya Kak Yossi. Semoga ada kesempatan untuk baca karya beliau ya.

Untuk cerita hangat kali ini cukup membuatku penasaran dari judulnya, terdengar seperti kembali ke masa lalu yang indah. Cerita ini memiliki alur yang beragam, diawali dengan maju, lalu muncur, kemudian maju lagi. Namun, tenang saja karena dengan penulisan yang baik, kamu tidak akan pusing dengan alur yang beragam itu. 

Ceritanya begitu singkat, sama seperti yang lain. Tapi mungkin ini lebih singkat dibanding yang lain. Walaupun bagiku sebenarnya terlalu cepat perihal penggambaran Sagara yang ternyata menyukai Alesha, dua karakter utama di dalam Endless Memories. Kesannya, "Oh, kamu suka juga ya sama aku? Oke, ayo pacaran." Mungkin bukan seleraku saja perihal cinta yang datang secara tiba-tiba atau terlalu cepat. Tapi aku suka banget nasehat-nasehat yang diberikan oleh sosok ayah dari Alesha, benar-benar bijak dan bagus. Juga perihal pemikiran yang dimiliki oleh Sagara. Orang pintar seperti Sagara mungkin lebih baik jadi aktivis atau ambil fakultas hukum, eh ternyata jadi musisi terkenal.

Penggambaran perihal Sagara dan Alesha yang akhirnya bertemu lagi itu cukup klasik, tapi aku suka karena bahasa yang digunakan mudah dicerna dan membuat bacaan ini terkesan mengalir. Pemilihan kata "nggak" untuk sudut pandang orang ketiga mungkin kurang cocok untuk aku, ada sedikit typo juga di bagian ini. Namun, aku tetap ingin memuji bahasa yang dipakai, karena cocok dengan latar waktu 2016 dan seterusnya. Pastinya pada waktu itu dan saat ini ada perbedaan bahasa kan? Kak Yossi berhasil menggunakan ini di dalam narasi. Akhirnya kita sampai di cerita terakhir, ini lah cerita hangat lainnya dari novel antologi If We Make It Through December.

Sesuai dengan judulnya, kututup novel ini dengan perasaan hangat dan ketenangan. Kalau kamu tertarik untuk membaca novel ini, bisa kamu dapatkan di Gramedia atau E-Commerce official. See you on my next review!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun