Semenjak virus Corona menyebar keseluruh dunia, termasuk juga Indonesia banyak kebijakan dari pemerintah yang telah diberlakukan untuk mengurangi tingkat penyebarannya. Diantara kebijakannya tentu membatasi gerak masyarakat di luar rumah. Selama pemberlakukan pembatasan sosial di seluruh dunia, banyak dilaporkan kesehatan mental yang memburuk.Â
Berdasarkan survey di wilayah Amerika yang juga memberlakukan pembatasan sosial, 27% Orang tua melaporkan bahwa kesehatan mental mereka memburuk.Â
Sebanyak 14% orang tua juga melaporkan perilaku anak mereka yang memburuk (Patrick et.al, 2020). Bisa dikatakan baik orang tua maupun anak sama- sama mengalami banyak kendala dalam kehidupan sehari- hari selama pandemi Covid-19. Dilansir dari hasil survei PDSKJI memperlihatkan hasil perubahan tekanan yang terjadi semasa pandemi covid-19, membuat 64,3 persen masyarakat mengalami depresi dan kecemasan (PDSKJI, 2020).Â
Hal tersebut menjabarkan bagaimana anak- anak dan orang tua sama- sama berjuang untuk menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini yang memicu peningkatan stress pada anak usia dini.Â
Bermula dari kesulitan dan kekhawatiran yang dialami orang tua yang membuat mereka stress. Anak- anak sebagai pengamat yang jeli juga bereaksi terhadap stress yang dialami orang- orang disekitar mereka berdasarkan hasil pengamatan lingkungan. Bartlett, Jessica, Dana (2020) mengemukakan bahwa kondisi saat pandemi ini menimbulkan reaksi perasaan yang kuat dalam diri anak seperti kehilangan rasa aman. Anak merasa takut, khawatir, sedih, marah, tentang pandemi sehingga perasaannya yang seperti itu bisa mengganggu perkembangannya.
Kondisi yang mengharuskan kita untuk berjaga jarak antara satu dengan yang lain membuat banyak penyesuaian baru dalam rutinitas. Hal- hal yang perlu diperhatikan saat ini bukan hanya tentang efek pandemik dari perspektif ekonomi namun juga seluruh pihak harus mempertimbangkan kebutuhan psikologis seperti kesehatan mental dan juga kesehatan perilaku (Patrick et al., 2020). Manusia sebagai makhluk hidup tentunya akan menemui banyak permasalahan yang muncul jika kebutuhan dasarnya seperti bersosialisasi tidak terpenuhi.
Hal tersebut juga akan berlaku pada anak- anak di seluruh dunia yang juga terkena dampak dari pandemi. Berhubungan dengan kondisi stress yang dialami anak- anak, Warmansyah (2021) berpendapat bahwa perubahan dalam rutinitas keseharian ini mengakibatkan kekecewaan dan kebingungan yang sulit dihadapi anak.Â
Mochida et al., (2021) mengungkapkan social support enhanced mothers' self esteem and positive perceptions among children. Dimaknai bahwa orang tua yang memiliki kontrol diri dan kesehatan mental yang baik akan memberikan pandangan postitif juga kepada anak. Tentunya dukungan psikologis diperlukan anak agar rasa kepercayaannya dan rasa amannya terpenuhi selama mereka dirumah.
Banyak variasi dan keunikan respon anak yang muncul terhadap kondisi yang problematik dan membuat stress. Masalah- masalah yang dihadapi anak usia dini ketika sekolah ditutup dan harus melakukan semua aktifitas dari rumah diantaranya stress, sensitifitas meninggi, temper- tantrum, manja, dan gangguan perilaku (Tabi'in, 2020).Â
Bartlett et al. (2020) mengungkapkan beberapa anak akan mengalami kesulitan dalam kebutuhan diri seperti tidur dan makan, juga lebih sulit untuk terpisah dengan orang terdekatnya dan menuntut perhatian lebih dari mereka. Kondisi problematik yang terus- menerus tanpa adanya penanganan bisa memperngaruhi perkembangan anak usia dini.
Kondisi- kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan terus menerus ada dalam diri anak dan orang tua. Munculnya perilaku bermasalah yang terjadi pada anak yang kemudian mendapat tanggapan yang keras dari orang tua dapat menambah buruk kesehatan mental mereka. Vygotsky dalam Roopnarine dan Johnson (2009, h.252) memiliki pandangan bahwa situasi sosial perkembangan anak sebagai kekuatan utama yang mendorong perkembangan anak. Kondisi saat ini dimana mereka juga tidak bisa pergi keluar rumah untuk melepaskan kepenatan yang dialami karena kondisi pembatasan sosial akibat pandemi kemudian akan menambah stress khususnya pada anak dan mengganggu perkembangan anak.
Dimasa pandemi dimana orang tua harus memahami bahwa tugas anak usia dini bukanlah hanya belajar mengikuti kelas secara online. Kondrat anak adalah memaksimalkan perkembangannya salah satuya bisa dilakukan melalui bermain. Oleh karena itu, isu tentang pentingnya bermain kini juga harus dipahami oleh orang tua.Â
Burdette et al. (2005) mengungkapkan bahwa memperikan pengertian kepada orang tua tentang pentingnya bermain untuk anak merupakan tantangan tersendiri. Orang tua harus memahami bermain merupakan cara anak untuk memperoleh pengalaman, kegembiraan dalam bergerak, kreatifitas, dan persahabatan. Bermain dapat memberikan keseimbangan energi baik secara fisik maupun psikis.
Makna bermain bagi anak cara mereka mempelajari tentang hidup dan lingkungan mereka. Mengeksplorasi diri mereka lebih jauh lagi dengan bergerak bebas dan mencoba banyak hal. Bermain bagi anak adalah untuk mengembangkan berbagai potensi sebagai persiapan untuk hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Nurani dan Bambang, 2010, h.72).
Anak- anak memiliki potensi yang harus di kembangkan. Cara untuk membantu mereka adalah dengan menyediakan ruang bermain bagi anak. Artinya penyediaan lingkungan yang mendukung anak, pengawasan, dan waktu. Nurani (2013, h.61-64) menjelaskan bahwa melalui bermain akan meningkatkan kesadaran personal anak, pengembangan emosi, membangun sosialisasi, komunikasi, kognitif, dan kemampuan motorik. Oleh karena itu, kegiatan bermain dan bergerak memiliki peran penting dalam masa perkembangan anak.
Pada jaman digital, semua sudah lebih modern dan canggih. Termasuk peralatan permainan dan olahraga juga sudah tercipta dengan konsep video game aktif yang memberikan pengalaman visual, audio dan sensori yang menarik. Staiano dan Sandra (2011) mengungkapkan exergames adalah digital games yang dipadukan dengan gerak badan atau olahraga. Sebut saja nintendo switch yang bisa juga dipadukan dengan nintendo labo dan juga xbox yang bisa dipadukan dengan perlengkapan tambahan seperti dance pad untuk bermain Dance- Dance Revolution (DDR).
Seperti yang telah dipaparkan, pandemi covid-19 menyebabkan kurang aktifnya pergerakan fisik dan kekhawatiran tentang banyak hal menyebabkan anak- anak mengalami stress. Rahmani dan Boren (2012) menyampaikan beberapa hasil penelitian tentang videogames dapat dimanfaatkan untuk mengurangi rasa sakit yang dialami anak.Â
Byrne dan Min Kim (2019) menyebutkan dalam tulisannya bahwa exergames dapat menjadi alat untuk membantu pada kesehatan mental anak karena mampu meningkatkan suasana hati. Bermain exergames meningkatkan semangat dan kebahagiaan, serta memicu suasana hati yang positif bagi para pemainnya (Huang et al., 2017).
Pemanfaatan kegiatan exergames tidak hanya menjadi alternatif untuk penanggulangan stress pada anak, namun exergames juga dapat memberikan pengaruh positif pada aspek perkembangan anak yang lain. Exergames juga berkontribusi baik pada peningkatan keseimbangan, kemampuan motorik kasar, dan kemampuan akademik, pengalaman sosial mereka (Uysal dan Gu l Baltaci, 2016).Â
Ho et al. (2017) juga mengungkapkan bahwa perasaan menyenangkan dan menikmati permainan yang positif akan menghasilkan perilaku yang positif selama waktu bermain. Secara keseluruhan melalui exergames dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti motivasi, kesejahteraan, dan pengembangan diri (Rth* dan Kai,2021).
Orang tua juga perlu mempertimbangkan banyak hal, termasuk usia anak mereka dalam memilih jenis exergames yang ingin dimainkan. Rth* dan Kai (2021) menegaskan bahwa perlu adanya edukasi lebih lanjut kepada orang tua dan anak dalam penggunaan metode exergames di rumah, misalnya pemilihan exergames yang tepat dengan mempertimbangkan frekuensi bermain, waktu, jenis, dan konteks).Â
Hal tersebut dilakukan agar mendapat manfaat yang maksimal dari penggunaan exergames dan menghindari efek negatif. Selain itu, komunikasi yang jelas dengan anak diperlukan untuk mengurangi kecanduan penggunaan teknologi digital yang berlebihan dan pencegahan anak menjadi korban cyberbulliying.
Membantu anak melepaskan stress mereka adalah dengan memenuhi kebutuhan dasar anak. Diantara kebutuhannya adalah meningkatkan kepercayaan diri dengan cara bersosialisasi dan bergaul dengan orang lain dan meningkatkan keterampilan diri. Morrison (2012, h.82) disampaikan bahwa kebutuhan dasar anak terpenuhi dan mereka memperoleh aktualisasi diri, mereka memiliki rasa puas, antusiasme, dan keinginan besar untuk belajar. Anak- anak mengembangan kemampuan mereka melalui bermain.Â
Exergames memberikan pengalaman bermain yang menyenangkan sehingga anak- anak teralihkan dari stress dan meningkatkan keterampilan baik fisik maupun kogitif anak. Beberapa kendala selama masa pembatasan sosial dimana mereka tidak bisa bermain dengan teman mereka dan tidak bisa melakukan aktivitas fisik seperti olahraga kini bisa dilakukan dengan memanfaatkan exergames.
Hartwell (2017) dalam penelitiannya tentang Dance Movement Therapy (DMT) untuk meringankan stress mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki tubuh, reaksi tubuh tidak akan pernah bisa berbohong karena tubuh dan pikiran tidak dapat terpisahkan sehinggan mencerminkan keadaan emosional. Aktifitas gerak yang menyenangkan bagi anak dapat mencerminkan kondisi emosional mereka. Oleh karena itu, kesinambungan antara urgensi bermain untuk anak yang sulit terpenuhi di masa pandemi sehingga menyebabkan stress dapat diatasi dengan aktifitas exergames.
Penggunaan exergames menjadi salah satu cara untuk membantu anak untuk melepaskan keresahannya dimasa pandemi. Namun tetap harus dalam pengawasan orang tua dan memberlakukan pembatasan penggunaan berdasarkan literasi yang logis. Rohayani (2020) menyampaikan selain pengawasan dalam penggunaan, aturan maksimal penggunaan dan perlunya jadwal penggunaan gadget juga diperlukan.
REFERENSI :
Atasavun Uysal, S., & Baltaci, G. (2016). Effects of Nintendo Wii Training on Occupational Performance, Balance, and Daily Living Activities in Children with Spastic Hemiplegic Cerebral Palsy: A Single-Blind and Randomized Trial. Games for Health Journal, 5(5), 311--317. doi:10.1089/g4h.2015.0102
Bartlett, JD., Jessica Griffin, Dana Thomson (2020) Resources for Supporting Children's Emotional Well-being during the COVID-19 Pandemic. Child Trends
Burdette, Hillary L., MD, MS; Robert C. Whitaker, MD, MPH. (2005) Resurrecting Free Play in Young Children : Looking Beyond Fitness and Fatness to Attention, Affiliation, and Affect. Arch Pediatr Adolesc Med. 2005;159:46-50
Byrne, A. M., & Kim, M. (2019). The Exergame as a Tool for Mental Health Treatment. Journal of Creativity in Mental Health, 1--13. doi:10.1080/15401383.2019.1627263
Dieterich-Hartwell, R. (2017). Dance/movement therapy in the treatment of post traumatic stress: A reference model. The Arts in Psychotherapy, 54, 38--46. doi:10.1016/j.aip.2017.02.010
Ho, S. S., Lwin, M. O., Sng, J. R. H., & Yee, A. Z. H. (2017). Escaping through exergames: Presence, enjoyment, and mood experience in predicting children's attitude toward exergames. Computers in Human Behavior, 72, 381--389. doi:10.1016/j.chb.2017.03.001
Huang, H.-C., Wong, M.-K., Yang, Y.-H., Chiu, H.-Y., & Teng, C.-I. (2017). Impact of Playing Exergames on Mood States: A Randomized Controlled Trial. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 20(4), 246--250. doi:10.1089/cyber.2016.0322
Morrison, G.S. (2012). Dasar- dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta : Indeks
Nurani, Yuliani dan Bambang Sujiono. (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta : Indeks
Nurani, Yuliani. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Indeks
Patrick, Stephen W. (2020). Well-being of Parents and Children During the COVID-19 Pandemic: A National Survey. PEDIATRICS Volume 146, number 4, October 2020:e2020016824
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). (2020). Masalah Psikologis Terkait Pandemi Covid-19 di Indonesia. Swapriksa Web PDSKJI tanggal 23 April 2020. http://pdskji.org/home
Rahmani, E., & Boren, S. A. (2012). Videogames and Health Improvement: A Literature Review of Randomized Controlled Trials. Games for Health Journal, 1(5), 331--341. doi:10.1089/g4h.2012.0031
Rohayani, Farida. (2020). Menjawab Problematika Yang Dihadapi Anak Usia Dini di Masa Pandemi Covid-19. Qawwam: Journal For Gender Mainstreaming, ISSN: 2086-3357 (p); 2540-9182 Vol. 14, No. 1 (2020), hal. 29-50, doi: 10.20414/Qawwam.v14i1.2310
Roopnarine, J.L dan James E. Johnson. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Berbagai Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Rth M and Kaspar K (2021) Educational and Social Exergaming: A Perspective on Physical, Social, and Educational Benefits and Pitfalls of Exergaming at Home During the COVID-19 Pandemic and Afterwards. Front. Psychol. 12:644036. doi: 10.3389/fpsyg.2021.644036
Seiko Mochida, Mieko Sanada, Qinfeng Shao, Jiwon Lee, Junko Takaoka, Satoko Ando & Yoichi Sakakihara (2021) Factors modifying children's stress during the COVID-19 pandemic in Japan, European Early Childhood Education Research Journal, 29:1, 51-65, DOI: 10.1080/1350293X.2021.1872669
Staiano, A. E., & Calvert, S. L. (2011). Exergames for Physical Education Courses: Physical, Social, and Cognitive Benefits. Child Development Perspectives, 5(2), 93--98. doi:10.1111/j.1750-8606.2011.00162.x
Tabi'in, A. (2020). Problematika Stay At Home Pada Anak Usia Dini Di Tengah Pandemi Covid 19. Jurnal Golden Age, Universitas Hamzanwadi Vol. 04 No. 1, Juni 2020, Hal. 190-200. E-ISSN : 2549-7367
Warmansyah, Jhoni. (2011). Program Intervensi Kembali Bersekolah Anak Usia Dini Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Volume 5 Issue 1 (2021) Pages 743-754. doi:10.31004/obsesi.v5i1.57
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H