Menemukan Diri di Balik Kesalahan
Karya Titania Dwi Kusuma Ariani
Di sebuah desa kecil, ada seorang anak bungsu yang bernama Kirana. Dari kecil Kirana selalu di manja dan di turuti oleh orang tuanya, walaupun orang tua hanya buruh pabrik dan hanya ibu rumah tangga. Kirana mempunyai kakak laki-laki yang juga sangat menyayanginya, kakaknya selalu menemaninya dan membantu semua permasalahannya, dengan begitu tidak membuat Kirana menjadi anak yang manja dan mau seenaknya sendiri. Sejak kecil dia mempunyai mimpi menjadi seorang guru, dia ingin membahagiakan orang tuanya serta mewujudkan impian orang tuanya yang ingin memiliki anak seorang guru. Harapan orang tuanya adalah satu-satunya motivasi yang membakar semangatnya.
Kirana saat ini sudah memasuki semester dua di salah satu kampus besar di Kota Malang, setiap hari dia selalu rajin belajar dan ingin mengejar Ipk yang tinggi agar bisa mendapatkan beasiswa, kirana berpikir bahwa dengan cara itu dia bisa sedikit meringankan beban kedua orang tuanya. Namun, jalan Kirana tak semulus apa yang dia pikirkan, di tengah perjalanan mencapai impiannya, Kirana bertemu dengan Raka seorang pemuda semester empat yang tampan dan karismatik. Sebelumnya mereka sudah saling kenal waktu acara ospek, tapi mereka hanya sekedar kenal saja dan selesai waktu ospek juga selesai.
"Kirana ya?" sapa Raka
"Loh, iya kak ini Kirana. Kak Raka apa kabar? Lagi cari makan juga kak?" jawab Kirana dengan wajah bingungnya.
"Kabar baik, iya lagi lapar mau cari makan. Kamu sendiri sudah makan? Btw boleh gabung di sini?" tanya Raka sambil duduk di samping Kirana.
"Boleh kak, kebetulan Kirana juga habis ini barusan saja." Jawab Kirana yang tetap fokus melihat laptopnya.
"Kamu lagi ngerjain tugas? Kelihatannya sibuk banget." Tanya Raka
"Iya ini kak, Kirana juga lagi cari informasi tentang beasiswa." Jawab Kirana
Setelah itu mereka berdua ngobrol banyak, mereka menghabiskan waktu mereka di kantin sambil bercanda gurau.
Raka datang dengan membawa semua rayuannya, tanpa di sadari Kirana terbuai dengan rayuannya Raka, Kirana merasa bahwa hidupnya lebih berwarna ketika hidupnya ada Raka. Namun, seiring berjalannya waktu, Raka mulai mengubah Kirana. Kirana terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Raka  sering kali mengajak Raka untuk menghabiskan waktu bersamanya, mengabaikan studinya. Lama kelamaan dia mulai merasakan bahwa mimpinya semakin jauh, terbuang dalam setiap momen yang dihabiskan bersama Raka. Suatu hari mereka bertemu di salah satu cafe dekat kampus mereka.
"Kenapa kamu selalu sibuk dengan belajar, sih? Ayo, kita habiskan waktu bersama. Hidup ini harus dinikmati!" tanya Raka.
"Aku ingin, Raka, tapi aku juga punya tanggung jawab. Aku ingin mendapatkan beasiswa dan mewujudkan impian menjadi guru." Jawab Kirana dengan sedikit Ragu
"Tapi kamu sudah punya banyak waktu untuk itu. Ayo, hidupkan momen ini!" balas Raka dengan sedikit menyentuh lengan Kirana.
"Aku tahu, tapi aku tidak bisa terus menerus mengabaikan studiku. Ini penting bagiku." Kata Kirana dengan berpikir.
Hari demi hari sudah terlewati dan Kirana lama kelamaan menyadari bahwa dia sudah melangkah lebih jauh. Suatu malam, setelah menjalani malam yang panjang penuh perdebatan dengan  Raka, Dia merenungkan semuanya di kamar kost nya. Di dalam kamar kost yang hening hanya ada suara detik jarum jam saja membuat dia mengingat nasihat orang tuanya yang sebelum dia memulai studinya di Kota orang ini, orang tuanya pernah bilang "Jaga selalu mimpimu, karena mereka adalah pemandu yang menuntunmu melalui kegelapan."
Kata-kata itu mengingatkan Kirana akan tujuan hidupnya dan tujuan dia berada di Kota Bunga ini. Dengan tekad baru, dia memutuskan untuk berbicara dengan Raka. Dia ingin menjelaskan betapa pentingnya mimpinya dan harapan orang tuanya. Namun, Raka menolak memahami. Raka lebih suka menghabiskan waktu dengan Kirana daripada melihatnya berjuang untuk masa depannya. Raka mempersulit jalan Kirana untuk mencapai mimpi-mimpinya. Â
Kejadian itu membuat Kirana merasa bimbang antara cinta dan ambisi, di tengah kebingungan itu Kirana bercerita kepada orang yang paling dia percaya dan orang yang paling dia andalkan yaitu kakak laki-lakinya.
"Kirana, kamu terlihat ada yang dipikirkan. Apa yang terjadi? Ceritakan padaku." Tanya sang Kakak.
"Aku bingung, Kak. Raka selalu ingin kita bersama, tapi aku merasa studiku jadi terabaikan. Aku sudah mengabaikan banyak tugas karena terlalu sering menghabiskan waktu bersamanya." Sambil menghela napasnya Kirana menjawab dan menceritakan sedikit permasalahannya dengan sang kakak.
"Kamu tahu, cinta itu seharusnya memberi dukungan, bukan malah menghalangi. Apakah Raka mengerti impianmu?" Tanya sang kakak.
"Aku sudah mencoba menjelaskan, tapi dia tidak mau mendengarkan. Dia hanya bilang kita harus menikmati masa muda kita. Aku merasa seperti terjebak." Jawab Kirana dengan nada lemasnya.
"Jadi, apa yang kamu inginkan, Kirana?" tanya sang kakak.
"Aku ingin mengejar impianku menjadi guru, tapi di sisi lain, aku juga merasa nyaman saat bersamanya. Tapi setiap kali aku bersamanya, aku merasa jauh dari tujuan." Ujar Kirana.
"Kamu harus ingat bahwa pilihanmu akan menentukan jalanmu. Cinta yang sejati akan mendorongmu untuk berkembang. Jika Raka benar-benar mencintaimu, dia akan mendukung mimpimu." Nasihat sang kakak untuk Kirana.
"Kak, aku takut. Jika aku memutuskan hubungan ini, mungkin aku akan kehilangan Raka. Tapi aku juga tidak mau mengorbankan mimpiku." Kata Kirana yang sedikit berpikir
 "Keputusan itu memang sulit, tapi ingat, kamu harus utamakan dirimu. Cinta yang baik tidak akan membuatmu merasa terpaksa untuk memilih. Kamu berhak bahagia dan meraih impianmu." Ujar sang kakak yang lalu meninggalkan Kirana untuk berpikir. Â
Kirana mengangguk, mulai merenungkan nasihat kakaknya.
Setelah dia menceritakan semuanya, dia mendapatkan nasihat-nasihat dari kakaknya. Salah satu nasihat kakaknya yang dapat dia simpulkan adalah "Cinta yang sejati tidak akan menghalangimu untuk mengejar mimpimu. Tapi Sebaliknya, ia akan memotivasi dan mendukungmu." Dari situlah Kirana menyadari bahwa cinta bukanlah penghalang, tetapi Raka yang menjadi beban menghambatnya dia meraih mimpinya.
Dengan hati yang tegar, Kirana memutuskan untuk mengakhiri hubungan itu. Meskipun berat, tapi dia tahu itu adalah langkah yang tepat. Siang hari Kirana mengajak bertemu Raka untuk membicarakan tentang hubungan mereka.
"Raka, aku ingin bicara tentang hubungan kita." Ucap Kirana.
"Tentu, ada apa? Kau tampak tegang." Balas Raka dengan tersenyum.
"Aku merasa kita harus membicarakan tujuan masing-masing. Aku sangat ingin fokus pada kuliah dan mencapai impianku." Ungkap Kirana sambil menghela nafasnya.
"Kirana, kita bisa menikmati kuliah sambil bersenang-senang. Kenapa harus memilih satu? Hidup ini hanya sekali." Jawab Raka dengan menggelengkan kepala.
"Aku mengerti, tapi semua waktu yang kita habiskan bersama membuatku kehilangan fokus. Aku merasa mimpiku menjauh. Ujian akhir dan beasiswa sudah di depan mata." Kirana yang berusaha menjelaskan.
"Tapi kita sudah memiliki banyak kenangan bersama. Kenapa harus mengorbankan kebahagiaan sekarang untuk sesuatu yang belum pasti?" balas Raka yang masih belum menerima keputusan Kirana.
"Karena itu adalah impianku, Raka. Aku ingin membuat orang tuaku bangga. Mereka mengorbankan banyak untuk pendidikanku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka." Ucap Kirana.
"Jadi, kamu lebih memilih kuliah daripada kita? Mungkin aku memang mengganggu fokusmu, tapi aku juga ingin bersamamu." Balas Raka yang masih bersama Kirana.
"Itu bukan yang aku maksud. Aku ingin kita berdua bahagia, tapi aku harus bertanggung jawab terhadap masa depanku. Aku tidak bisa terus mengabaikan studiku hanya untuk bersenang-senang." Kirana berusaha menjelaskan kepada Raka
"Jadi, apa kamu ingin mengakhiri semuanya? Apakah kita tidak bisa mencari jalan tengah?" tanya Raka sambil menatap Kirana dalam.
"Aku tidak ingin mengakhiri ini, Raka. Tapi jika kamu tidak bisa mendukung mimpiku, aku mungkin harus mengambil keputusan yang berat." Jawab Kirana sambil menundukkan kepalanya.
"Kirana, aku... aku hanya ingin kamu bahagia. Tapi jika itu artinya kita harus berpisah, aku akan menghormatinya. Tapi ingat, semua kenangan ini berharga bagiku." Balas Raka yang berusaha menerima dan mengerti keputusan Kirana.
Kirana merasa campur aduk, namun di dalam hatinya, dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia mengangguk pelan, mencoba menahan air mata.
Keesokan harinya dia lebih fokus kuliah dan menjalankan ujian dengan fokus. Hari demi hari sudah terlewati Kirana telah menyelesaikan semua ujiannya yang mendapatkan ipk yang sesuai dengan dia inginkan, dia juga sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti beasiswa itu.
Setelah melewati berbagai tantangan itu akhirnya Kirana mendapatkan beasiswa yang dia inginkan agar bisa sedikit meringankan beban orang tuanya. Tak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat, dia sudah dihadapkan dengan skripsinya. Hari ini Kirana menjalankan sidang skripsinya, yang di depan ruangannya sudah ada orang tua dan kakak tercintanya yang sudah menunggu di depan pintu ruangan yang ingin memberikan semangat juga selamat buat anak bungsu yang dulunya manja sekarang sudah dewasa.
Kirana keluar dari ruang sidangnya dengan tangis harunya, di dalam pelukan orang tuanya kirana mengucap syukur atas apa yang sudah Tuhan kasih sampai sini. Berkali-kali, Kirana teringat pada masa-masa sulitnya. Dalam perjalanan menuju cita-citanya, Kirana belajar bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensi, dan dia harus berani memilih yang terbaik untuk dirinya.
"Aku berhasil! Aku lulus!" tangis bahagia Kirana.
"Kami bangga padamu, Nak! Semua usaha dan pengorbananmu terbayar." Ucap Ibu dengan memeluk Kirana.
"Sekarang, kamu sudah menjadi guru yang sesungguhnya, Kirana!" Kata Kakak Kiranya dengan senyumannya yang diberikan untuk Kirana.
"Terima kasih, semuanya. Ini semua untuk kalian!" ucap Kirana dengan membalas senyum dari kakaknya.
Waktu pun begitu cepat berjalan tak terasa hari ini Kirana menjalankan wisudanya. Kini tak hanya gelar S.pd saja yang dia dapatkan tapi juga mendapatkan gelar lulusan terbaik tahun ini. Tak hanya impian dan harapan orang tuanya yang sudah dia capai tetapi dia juga sudah berhasil membuktikan bahwa dia bisa membahagiakan kedua orang tuanya beserta kakaknya. Motto Kirana adalah "Keberanian untuk bermimpi adalah langkah pertama menuju kesuksesan." Â Kirana tahu hidup ini tidak mudah dan tidak selalu berjalan mulus. Semua orang pasti akan diuji, tetapi dengan setiap langkah yang diambil, Kirana yakin bahwa dia akan sampai di tujuan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H