Mungkin, bagi anak yang kurang dalam menangkap pelajaran di sekolah dibutuhkan tambahan. Dan itulah tujuan awalnya bimbel dibuat. Tapi, guru saya yakin, bukan dengan bimbel anak tersebut bisa menjadi mengerti. Banyak hal lain.
Saya dan teman-teman saya sendiri lebih senang mengisi waktu sepulang sekolah dengan berdiskusi. Apapun, tentang hal yang kami ingin diskusikan. Dari mulai tren, film, hingga tugas matematika. Belajar bersama teman jauh lebih menyenangkan, dibandingkan diceramahi guru dari pagi pukul tujuh hingga sore pukul enam, belum pekerjaan rumah yang menggunung-gunung seperti Gunung Krakatau.
Cara yang lebih efektif lagi adalah menanyakan langsung ke gurunya. Sudah merupakan kewajiban bagi seorang guru untuk menjawab pertanyaan hingga siswanya mengerti. Beliau bilang, siswa-siswa sekarang cenderung menunggu waktu bimbel mereka untuk menanyakan segala sesuatu yang tak dimengerti. Lalu kalau begitu, apa fungsi guru di sekolah?
Siang itu, kami berdecak-decak, kagum dibuat beliau. Penjelasan panjang beliau yang melawan pandangan umum yang beredar di masyarakat dilanjutkan kata-kata penutup sebelum bel berbunyi, "Bapak percaya kalian bisa. Tanpa bimbel, tanpa rumus instan. Hanya dengan usaha dan doa. Dan untuk usaha, kita lakukan bersama-sama."
Padahal angka XI besar tercap di wajah kami. Masih ada satu setengah tahun bagi kami untuk merisaukan ujian-ujian itu. Tapi yang saya tahu, beliaulah sosok guru yang seharusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H