Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah bagian dari Asesmen Nasional. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) tidak menentukan kelulusan peserta didik satu satuan pendidikan. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) berangkat dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:
- Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan Penddikan:
Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. Berakhlak mulia,
3. Sehat,
4. Berilmu,
5. Cakap,
6. Kreatif.
Peningkatan mutu sistem pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian peserta didik dalam menguasai materi pelajaran dan nilai ujian akhir, apapun sebutannya. Keberhasilan sistem pendidikan lebih difokuskan pada pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Terlebih pada era transformasi pendidikan abad ke-21, dimana arus perubahan menuntut peserta didik menguasai berbagai kecakapan hidup yang esensial untuk menghadapi berbagai tantangan abad ke-21 dimana peserta didik memiliki kecakapan belajar dan berinovasi, kecakapan menggunakan teknologi informasi, kecakapan hidup untuk bekerja dan berkontribusi pada masyarakat.
Asesmen Nasional pada tahun 2021 dilakukan sebagai pemetaan dasar (base) dari kulaitas Pendidikan yang nyata di lapangan sehingga tidak ada konsekuensi bagi sekolah maupun peserta didik. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga kan membantu sekolah dan Dinas Pendidikan dengan cara menyediakan laporan hasil asesmen yang menjelaskan profil kekuatan dan area perbaikan di tiap sekolah dan daerah. Sehingga sangat penting dipahami terutama oleh guru, kepala sekolah, peserta didik, dan orangtua peserta didik, bahwa Asesmen Nasional 2021 tidak memerlukan persiapan khusus maupun tambahan yang justru akan menjadi beban psikologis tersendiri.Â
Jadi, tidak usah cemas, tidak perlu Bimbingan Belajar (Bimbel) khusus untuk Asesmen nasional karena Asesmen Nasional diterapkan untuk mengevaluasi kinerja dan mutu sistem pendidikan. Nantinya, hasil Asesmen Nasional tidak memiliki konsekuensi apapun pada pencapaian proses belajar siswa namun memberikan umpan balik untuk tindak lanjut pembelajaran dan kompetensi peserta didik.
Asesmen NasionalÂ
Kebijakan Asesmen Nasional yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), namun juga sebagai penenda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan.
Perubahan mendasar Asesmen Nasional adalah tidak lagi mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, akan tetapi memetakan sistem pendidikan, berupa input, output, proses, dan hasil.
Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari Asesmen Nasional ini kemudian akan menjadi cermin Bersama untuk melakukan refleksi, mempercepat perbaikan mutu Pendidikan Indonesia.
Dengan demikian, marilah Bersama-sama mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional mulai tahun 2021 sebagai bagian dari Reformasi Pendidikan Indonesia.
Manfaat Asesmen NasionalÂ
Ada pun Asesmen Nasional mempunyai manfaat, antara lain:
1. Potret kualitas pembelajaran di sekolah/daerah.
2. Umpan balik peningkatan kualitas pembelajaran sekolah/daerah.
3. Dasar penyusunan program peningkatan kualitas pembelajaran sekolah/daerah.
Asesmen Nasional meliputi tiga bagian, yaitu:
1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mengukur kemampuan peserta didik pada aspek kognitif dalam aspek membaca (literasi) dan matematika (numerasi) sebagai modal peserta didik untuk menguasai kompetensi berbagai mata pelajaran terkait dengan membaca dan matematika.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif, yaitu literasi dan numerasi. Kedua aspek kompetensi minimum tersebut menjadi syarat minimum bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karir yang ingin mereka tekuni di masa depan.
Fokus kepada kemampuan literasi dan numerasi tidak kemudian mengecilkan arti penting mata pelajaran, karena justru membentu peserta didik untuk mempelajari bidang ilmu lain, terutama untuk berpikir dan mencerna informasi dalam bentuk tertulis dan dalam bentuk angka atau secara kuantitatif.
Jadi, kemampuan literasi dan numerasi adalah kemampuan yang akan berdampak pada semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari oleh peserta didik.
Selain Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), peserta didik mengikuti Survei Karakter oleh pemerintah yang bertujuan Penguatan Pendidikan Karakter dengan budi pekerti yang matang, karena Survei Karakter adalah proses belajar yang pada hakikatnya ada untuk "memanusiakan manusia".
Survei karakter yang dirancang untuk mengukur pencapaian peserta didik dari hasil belajar sosial emosional berupa pilar karakter untuk mencetak profil pelajar Pancasilais dengan enam indikator utama, yaitu:
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia,
- Ke-Bhinekaan global,
- Kemandirian,
- Gotong-royong,
- Bernalar kritis,
- Kreativitas.
Oleh karena itu, peserta didik harus diperlakukan secara manusiawi dengan Penguatan Pendidikan Karakter yang religius, nasionalis, integritas, mandiri, gotong-royong sehingga menjadi pelajar Pancasilais yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkebhinekaan global (membangun kebhinekaan tidak hanya di dalam negeri saja tetapi juga di negara-negara lain untuk bisa bermitra dengan negara lain), bergotong-royong, dan bernalar kritis.
Asesmen Nasional berikutnya adalah Survei Lingkungan Belajar. Survei Lingkungan Belajar untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.
Dalam hal ini, sekolah harus menjadi "taman belajar" bagi siswa
(Ki Hajar Dewantara)
Dengan demikian, potret sekolah yang kondusif (aman, nyaman) harus diwujudkan.
Menyikapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) meliputi:
1. Literasi (membaca)
Sebagai pondasi membaca berikutnya sesuai perintah Allah SWT dalam Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu iqra', sehingga sejauh mana budaya membaca menjadi kebiasaan hidup.
2. Numerasi (Angka/berhitung)
Sebagai bagian dari literasi sehingga pembelajarannya bermakna dengan mengetahui manfaatnya dan menjadi ilmu yang bermanfaat.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) literasi dan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) numerasi keduanya menjadi dasar/ potret kemampuan literasi peserta didik.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) bertujuan untuk peningkatan proses pembelajaran dengan meningkatnya prestasi peserta didik.
Peserta didik akan terbiasa dengan soal-soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan melihat potret sekolah yang nantinya akan meningkatkan proses pembelajaran dengan meningkatnya prestasi peserta didik baik akademik maupun non akademik.
Tujuan dan dampak yang diharapkan dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah menghasilkan informasi yang memicu perbaikan kualitas belajar-mengajar menuju pemerataan akses pendidikan.
Implikasi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) akan dijadikan sarana bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengevaluasi dan merefleksikan dirinya.
Hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah gambaran dari sejauh mana pembinaan peningkatan mutu pendidikan yang telah dilakukan.
Perlu dicatat bahwa, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) tidak menentukan kelulusan peserta didik satu satuan pendidikan.
Dengan demikian,
Sikap sekolah terhadap Asesmen Kompetensi Minimum (AKM):
1. Persiapkan sarana dan prasarana
2. Persiapkan Sumber Daya Manusia
Sikap guru terhadap Asesmen Kompetensi Minimum (AKM):
1. Lakukan pembelajaran dan penilaian Higher Order Thinking Skills (HOTS)
2. Fokuskan kepada pembelajaran yang bermakna
Sikap orangtua peserta didik terhadap Asesmen Kompetensi Minimum (AKM):
- Beri dukungan moril/psikologis kepada anak
Dengan memiliki sikap terhadap Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), maka peningkatan budaya literasi untuk Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang bermutu:
1. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam literasi dan numerasi,
2. Implementasi pendekatan saintifik (5M= Mengamati, Menanya, Mengeksplorasi, Mengasosiasi, Mengkomunikasikan)/Keterampilan Berpikir Abad 21 yang meliputi 4C (Critical Thinking=berpikir kritis, Collaboration=kolaborasi, Communication=komunikasi, Creativity=kreativitas/Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam pembelajaran,
3. Pembelajaran kontekstual dan bermakna.
Sehingga, guru adalah kunci sukses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), karena pembelajaran yang berkualitas adalah buah dari mutu guru yang berkualitas.
(Disarikan dari berbagai webinar dan bimbingan teknis yang diikuti oleh penulis.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H