Dokter yang bertugas hari itu kemudian membuka perban dan tampon. Tampon mendesak telinga dalam menimbulkan rasa nyeri ke sekitarnya. Rasa sakit langsung hilang, tapi... cangkok gendang telinga saya ditumbuhi jamur! Dokter melakukan pembersihan jamur dan meminta saya kembali 3 hari kemudian.Â
Sejak saat itu telinga saya dirawat 2 kali seminggu oleh dokter dengan membubuhkan gentian violet dan menyelamatkan lemak yang masih tersisa. Setelah beberapa minggu, dokter menyebutkan bahwa saya boleh mempertimbangkan timpanoplasti model lain.
Berbekal rasa nyeri akibat desakan tampon, saya tidak lagi memikirkan operasi ulang. Beberapa kali infeksi terjadi lagi. Rasa berdengung, telinga penuh, demam terjadi kembali. Saya menjauhi kolam renang selama hampir 2 tahun.
Enam bulan terakhir, saya tidak lagi mengalami masalah di telinga. Ketika mengalami masalah alergi di hidung dan dokter memeriksa telinga, didapati gendang telinga saya sudah cukup menutup. Â
Miringoplasti yang pernah dianggap gagal itu rupanya memberikan hasil. Januari 2019 saya sudah berenang lagi (dengan penutup telinga) dan rasanya telinga sudah baik-baik saja. Pendengaran saya juga sudah membaik, tapi belum dilakukan test audiometri pasca miringoplasti.
Buat teman-teman yang mencari referensi untuk operasi penambalan gendang telinga, dan bingung dengan berbagai metode yang ditawarkan (apalagi kalau bertanya ke beberapa dokter dan mereka memberikan metode yang berbeda.. bingung sendiri kan.. hehehe), berharaplah saja semoga timpanoplasti yang akan dilakukan dapat berjalan baik.Â
Hasilnya mungkin bukan instan. Tetap tenang dan jangan gampang panik. Gak enak kan kalo infeksi terus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H