Sekitar pukul 9 saya menyempatkan melihat sekelempok pria menggali makam. Sekitar 15-20 orang bergantian menggali tanah bercampur bebatuan dan akar pohon kelapa. Kerabat yang berdatangan dari Kota Ambon dan desa Haruku yang berdatangan sejak pukul 11 diminta untuk makan. Mereka biasanya makan di belakang rumah, di tepi pantai Negeri Oma yang indah
Pukul 1 siang sudah ramai sekali orang berkumpul. Beberapa oma mengenakan kebaya putih dan sarung khas Maluku. Para pengerja gereja pria mengenakan baniang hitam. Â Pengerja gereja wanita mengenakan setelan hitam dan kain pikul. Pukul 2 ibadah dimulai. Kata sambutan dari keluarga disampaikan melalui seorang pengerja gereja. Sambutannya sungguh efisien.Â
Ucapan terima kasih kepada seluruh bapak, Ibu, pendeta, kerabat dan semua pihak yang sudah membantu mengerjakan semua hal sejak mama sakit. Ibadah diisi kotbah, nyanyian jemaat, doa dan persembahan pujian dari 10 paduan suara. Keluarga menyanyikan lagu "S'mua Baik" dan benar kami imani bahwa Tuhan sungguh telah mengatur segalanya dan membuat rencana yang baik buat kami ke depan.Â
Kami berjalan beriringan menuju pemakaman yang berjarak sekitar 350 meter dari rumah duka diiringi pemusik terompet. Prosesi di pemakaman berjalan tak lebih dari 30 menit. Mama sudah terbaring di peristirahatan terakhir, tak jauh dari makam papa. Â Kami kembali ke rumah duka dimana banyak orang masih menunggu untuk melakukan ibadah syukur.Â
Pukul 5 sore pemakaman dan seluruh rangkaian ibadah berakhir. Pukul 5.30 para pria membongkar tenda dan mengembalikan bangku-bangku. Kelompok Ibu yang bekerja di dapur mulai menyimpan (beres-beres). Â Pengerja gereja mengajak keluarga berkumpul, berdoa mengucap syukur. Saya dan beberapa kerabat menggunakan speed boat terakhir menuju Tulehu untuk selanjutnya Kamis pagi akan kembali ke Jakarta. Sore itu ombak sedikit lebih besar.
Sebagai seorang perempuan Batak bersuami pria Maluku, kedukaan kali ini terasa berbeda. Seluruh warga Negeri Oma bersatu membantu keluarga yang berduka selama 2 hari terakhir dalam berbagai hal.Â
Bantuan tenda, bangku, peti jenasah, menggali makam, mengangkat peti, ikan-ikan segar, kue-kue, bantuan di dapur, pendampingan para pengerja gereja dan banyak bantuan lain membuat kedukaan ini terasa dipikul bersama. Prosesi  pemakaman yang berlangsung efektif sangat berbeda dibandingkan prosesi kedukaan adat Batak yang amat sangat panjang. Tapi, begitulah Indonesia sungguh kaya budaya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H