Mohon tunggu...
Muhammad Tirta Rizky
Muhammad Tirta Rizky Mohon Tunggu... Lainnya - DPL: Dra Elly Warnisyah M.Ag

Mahasiswa Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, KKN DR 04

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pandemi dan Petaka Ekologi

16 Agustus 2020   13:21 Diperbarui: 16 Agustus 2020   13:34 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: environment-indonesia.com

Saat ini dunia sedang dihebohkan dengan munculnya penyakit zoonotik baru, yaitu Corona Virus Disease atau biasa disebut COVID-19 yang ditularkan oleh hewan ke manusia. 

Virus ini muncul pertama kali di Provinsi Wuhan, Tiongkok dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia sehingga WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa penyakit ini resmi menjadi pandemi. Pandemi sendiri merupakan epidemi atau wabah penyakit yang jangkauannya telah meluas ke beberapa benua ataupun ke seluruh dunia. 

Lalu jika kita melihat sejarah pandemi di dunia dapat diketahui bahwa pandemi sudah sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh penyakit  zoonosis. Terjadinya pandemi mungkin dipicu oleh berbagai hal, namun pemicu utama terjadinya pandemi adalah interaksi atau hubungan manusia dengan lingkungannya.

Kesejahteraan hidup manusia pada dasarnya didukung oleh lingkungan atau ekosistem tempat mereka hidup, namun akibat keserakahan manusia ekosistem atau lingkungan tersebut dirusak dan hal tersebut menjadi boomerang bagi manusia karena dengan rusaknya ekosistem tersebut maka terjadilah suatu bencana atau petaka yang akan menyerang manusia itu sendiri. 

Pandemi merupakan salah satu contoh petaka ekologi yang disebabkan oleh rusaknya ekosistem. Dengan adanya pandemi yang terjadi di muka bumi kita banyak mengalami perubahan dalam menjalani hidup, contohnya seperti New Normal yang kita jalani sekarang ini. Berikut beberapa kerusakan ekosistem yang menyebabkan terjadinya pandemi.

1. Deforestasi atau Pengrusakan Hutan 

Deforestasi merupakan salah satu pemicu utama terjadinya pandemi yang disebabkan oleh zoonosis. Deforestasi sering dilakukan demi kepentingan manusia itu sendiri, seperti untuk memperluas lahan perkebunan, peternakan ataupun pemukiman. Seperti yang kita ketahui bahwa zoonosis merupakan penyakit yang menular dari hewan ke manusia, dan hutan merupakan habitat hewan atau satwa liar yang pada tubuhnya terdapat patogen-patogen penyebab zoonosis. 

Nah, dengan terjadinya deforestasi maka jarak kita semakin dekat dengan satwa-satwa liar yang menyebabkan terjadinya interaksi/kontak secara langsung dengan satwa tersebut, dan patogen zoonosis pada satwa liar tersebut dengan mudah berpindah ke manusia sebagai inang baru ataupun berpindah ke hewan-hewan ternak. 

Perlu digaris bawahi bahwa patogen-patogen tersebut tidak berbahaya bagi satwa namun bisa menjadi resiko yang besar jika manusia tertular patogen tersebut karena sistem imun dalam tubuh manusia belum beradaptasi dengan patogen tersebut. 

Perkiraan Greenpeace, 76%-80% deforestasi ini dipercepat oleh tingginya angka pembalakan liar, penebangan legal, dan kebakaran hutan. Hal ini sangat berbahaya di masa yang akan mendatang, karena Indonesia merupakan negara tropis dan cenderung hangat sehingga patogen-patogen penyebab zoonosis akan cepat berkembang dan menyebar.

2. Perdagangan Satwa Liar

Selain merusak hutan tidak lupa juga manusia-manusia serakah ini untuk mengambil segala macam satwa yang ada di dalamnya. Sehingga tidak jarang patogen penyebab zoonosis ini dengan mudahnya berpindah ke manusia. 

Satwa-satwa liar ini diambil dari habitat asalnya untuk dijadikan peliharaan, dikonsumsi sebagai obat tradisional, ataupun dijadikan menjadi hiasan. Melansir dari International Animal Rescue bahwa perdagangan satwa ilegal merupakan bom waktu yang tidak akan pernah tahu kapan itu meledak dan menjadi ancaman yang sulit dikendalikan. 

Selama beberapa dekade para ahli mengatakan bahwa ada risiko wabah penyakit dalam perdagangan satwa, jadi ini bukan hal yang mengejutkan ketika saat ini terjadi ledakan Covid-19. 

Selain itu, perdagangan satwa ilegal tidak hanya kejam, tapi juga mengurangi keanekaragaman hayati dan spesies, serta melanggengkan jaringan mafia ilegal, hal ini turut menambah rantai perdagangan satwa ilegal.

3. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi dan kebersihan lingkungan juga mempunyai andil dalam terjadinya pandemi. Sanitasi merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat di suatu lingkungan, sanitasi berkaitan dengan penyediaan air bersih dan pengelolaan limbah yang baik dan memadai. 

Sanitasi dapat mencegah munculnya penyakit menular dan dapat mengendalikan timbulnya penyakit dengan cara pengendalian faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai penularan penyakit. 

Hal ini juga berhubungan erat dengan migrasi dan meledaknya jumlah penduduk (overpopulasi), dengan dua faktor ini pandemi menjadi lebih mudah terjadi. 

Saat populasi di suatu daerah melonjak naik maka lahan yang dibutuhkan semakin banyak sehingga banyak warga yang akhirnya tingggal di daerah kumuh dan jauh dari kata bersih. 

Penyakit-penyakit  ini muncul saat warga mengonsumsi air yang sudah tercemar bakteri, dengan menginjak feses hewan yang di dalamnya terdapat parasit ataupun akibat pengolahan limbah yang tidak efektif di sekitar pemukiman. Beberapa pandemi yang terjadi akibat kurangnya kebersihan/sanitasi lingkungan adalah kolera, pes, dan tipus.


4. Perubahan Iklim

Dilansir dari Coaction Indonesia secara historis, beberapa pandemi yang disebarkan melalui vektor (hewan/serangga yang menyebarkan penyakit, contoh: nyamuk, kutu, dst) akan lebih luas dan cepat penyebarannya jika berada pada daerah dengan suhu yang lebih tinggi, salah satu contohnya adalah malaria. 

Lalu sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan dengan jelas hubungan Covid-19 dengan iklim, hal ini dikarenakan penyebaran covid-19 pada daerah tropis maupun subtropis sangat cepat.Tetapi dapat kita ketahui juga bahwa perubahan iklim yang terjadi pada suatu ekosistem dapat mempengaruhi perilaku virus dalam bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Sehingga virus-virus ini dapat dengan mudah menginfeksi manusia karena virus-virus ini berevolusi dengan cepat pada inang yang baru. 

Selain itu perubahan iklim juga dapat  menyebabkan beberapa bencana seperti banjir dan naikya permukaan air laut, nah pada saat itu patogen-patogen yang terdapat di tanah tercampur air sampai ke pemukiman warga dan menginfeksi warga. Serta dengan adanya bencana banjir akan memaksa warga untuk mengungsi dan memudahkan virus atau bakteri penyebab penyakit menyebar dengan cepat karena berada pada keramaian.

5. Adaptasi Patogen

Dan yang terakhir adalah adaptasi patogen, adaptasi patogen merupakan salah satu akibat dari perubahan lingkungan yang ekstrem. Patogen-patogen ini dapat beradaptasi dan berevolusi dengan sangat cepat saat menemukan inang yang baru, hal ini dikarenakan  siklus hidup patogen seperti virus dan bakteri cenderung pendek sehingga memaksa mereka untuk beradaptasi dengan cepat. 

Patogen-patogen ini beradaptasi sehingga dapat hidup di tempat dan suhu yang ekstrem hal ini dikarenakan patogen-patogen ini berkembang dan bertahan dipengaruhi faktor abiotik seperti suhu dan kelembaban. Dan tidak mudah menemukan obat ataupun vaksin untuk mematikan virus-virus tersebut, perlu riset yang panjang agar vaksin tersebut dapat digunakan secara massal.

6. Perluasan Daerah Kebun dan Ternak

Hal ini merupakan kelanjutan dari deforestasi hutan, hutan digunduli dan dijadikan lahan baru untuk peternakan dan perkebunan. Hal ini membuat hubungan manusia dengan satwa liar menjadi sangat rentan konflik dan  mempermudah patogen-patogen pada satwa liar menular ke hewan ternak dan kemudian menular ke manusia. Konflik antara manusia dan satwa seringkali terjadi akibat alih fungsi hutan, dalam hal ini hewan yang merasa bahwa tempat itu masih menjadi daerah kekuasannya, namun manusia yang tidak sadar mengira bahwa hewan lah yang masuk ke daaerah manusia. Lalu terjadilah konflik saat satwa liar ini mulai memakan hewan ternak warga. Patogen-patogen penyebab penyakit ini biasanya ada di air liur satwa, rambut, ataupun bangkai sehingga dengan adanya konflik yang melibatkan satwa, penyakit zoonosis menjadi lebih cepat menyebar dan menginfeksi warga.

Dari kelima poin di atas dapat kita lihat bagaimana pentingnya menjaga lingkungan atau ekosistem agar tidak terjadi pandemi. Namun, jika melihat keadaan dunia sekarang ini sangat memungkinkan pandemi zoonosis akan muncul kembali di masa yang akan mendatang, terutama di daerah tropis yang memiliki banyak satwa seperti di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan agar pandemi berikutnya tidak terjadi adalah dengan tidak merambah dan merusak hutan demi pembangunan lahan hal ini akan berakibat fatal jika terus dilakukan, lalu dengan cara meningkatkan penelitian mengenai ekologi parasit agar dapat melihat resiko epidemi penyakit yang berpotensi menjadi pandemi, dan deteksi dini penyakit yang berpotensi pandemi untuk menurunkan resiko pandemi selanjutnya. Nah, kita sebagai manusia sangat bergantung pada ekosistem atau lingkungan tempat kita tinggal, jadi sangat penting bagi kita untuk selalu menjaga lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun