4. Perubahan Iklim
Dilansir dari Coaction Indonesia secara historis, beberapa pandemi yang disebarkan melalui vektor (hewan/serangga yang menyebarkan penyakit, contoh: nyamuk, kutu, dst) akan lebih luas dan cepat penyebarannya jika berada pada daerah dengan suhu yang lebih tinggi, salah satu contohnya adalah malaria.Â
Lalu sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan dengan jelas hubungan Covid-19 dengan iklim, hal ini dikarenakan penyebaran covid-19 pada daerah tropis maupun subtropis sangat cepat.Tetapi dapat kita ketahui juga bahwa perubahan iklim yang terjadi pada suatu ekosistem dapat mempengaruhi perilaku virus dalam bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Sehingga virus-virus ini dapat dengan mudah menginfeksi manusia karena virus-virus ini berevolusi dengan cepat pada inang yang baru.Â
Selain itu perubahan iklim juga dapat  menyebabkan beberapa bencana seperti banjir dan naikya permukaan air laut, nah pada saat itu patogen-patogen yang terdapat di tanah tercampur air sampai ke pemukiman warga dan menginfeksi warga. Serta dengan adanya bencana banjir akan memaksa warga untuk mengungsi dan memudahkan virus atau bakteri penyebab penyakit menyebar dengan cepat karena berada pada keramaian.
5. Adaptasi Patogen
Dan yang terakhir adalah adaptasi patogen, adaptasi patogen merupakan salah satu akibat dari perubahan lingkungan yang ekstrem. Patogen-patogen ini dapat beradaptasi dan berevolusi dengan sangat cepat saat menemukan inang yang baru, hal ini dikarenakan  siklus hidup patogen seperti virus dan bakteri cenderung pendek sehingga memaksa mereka untuk beradaptasi dengan cepat.Â
Patogen-patogen ini beradaptasi sehingga dapat hidup di tempat dan suhu yang ekstrem hal ini dikarenakan patogen-patogen ini berkembang dan bertahan dipengaruhi faktor abiotik seperti suhu dan kelembaban. Dan tidak mudah menemukan obat ataupun vaksin untuk mematikan virus-virus tersebut, perlu riset yang panjang agar vaksin tersebut dapat digunakan secara massal.
6. Perluasan Daerah Kebun dan Ternak
Hal ini merupakan kelanjutan dari deforestasi hutan, hutan digunduli dan dijadikan lahan baru untuk peternakan dan perkebunan. Hal ini membuat hubungan manusia dengan satwa liar menjadi sangat rentan konflik dan  mempermudah patogen-patogen pada satwa liar menular ke hewan ternak dan kemudian menular ke manusia. Konflik antara manusia dan satwa seringkali terjadi akibat alih fungsi hutan, dalam hal ini hewan yang merasa bahwa tempat itu masih menjadi daerah kekuasannya, namun manusia yang tidak sadar mengira bahwa hewan lah yang masuk ke daaerah manusia. Lalu terjadilah konflik saat satwa liar ini mulai memakan hewan ternak warga. Patogen-patogen penyebab penyakit ini biasanya ada di air liur satwa, rambut, ataupun bangkai sehingga dengan adanya konflik yang melibatkan satwa, penyakit zoonosis menjadi lebih cepat menyebar dan menginfeksi warga.
Dari kelima poin di atas dapat kita lihat bagaimana pentingnya menjaga lingkungan atau ekosistem agar tidak terjadi pandemi. Namun, jika melihat keadaan dunia sekarang ini sangat memungkinkan pandemi zoonosis akan muncul kembali di masa yang akan mendatang, terutama di daerah tropis yang memiliki banyak satwa seperti di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan agar pandemi berikutnya tidak terjadi adalah dengan tidak merambah dan merusak hutan demi pembangunan lahan hal ini akan berakibat fatal jika terus dilakukan, lalu dengan cara meningkatkan penelitian mengenai ekologi parasit agar dapat melihat resiko epidemi penyakit yang berpotensi menjadi pandemi, dan deteksi dini penyakit yang berpotensi pandemi untuk menurunkan resiko pandemi selanjutnya. Nah, kita sebagai manusia sangat bergantung pada ekosistem atau lingkungan tempat kita tinggal, jadi sangat penting bagi kita untuk selalu menjaga lingkungan.