Mohon tunggu...
Tirta Handini Pangestuti
Tirta Handini Pangestuti Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Don't end your chapter, there's still more pages to your story

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penolakan RUU Rekognisi Gender Picu Ketegangan antara Pemerintah Inggris Raya dan Pemerintah Skotlandia

18 Januari 2023   16:43 Diperbarui: 18 Januari 2023   16:52 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon. Sumber: Reuters/Russell Cheye

Setelah melakukan proses peninjauan pada Senin, 16 Januari 2023, pemerintah Inggris Raya akhirnya memutuskan untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Rekognisi Gender Skotlandia.

Langkah tersebut memicu terjadinya ketegangan antara pemerintah Inggris Raya dengan pemerintah Skotlandia.

RUU Rekognisi Gender Skotlandia merupakan RUU yang disahkan Parlemen Skotlandia pada Desember 2022 lalu. RUU ini akan mempermudah orang untuk mengubah jenis kelamin legal mereka.

Peraturan terkait rekognisi gender sendiri pertama kali diusulkan oleh Sturgeon enam tahun lalu. Setelah melalui berbagai konsultasi dan debat, akhirnya pada Desember tahun lalu peraturan ini disahkan Parlemen Skotlandia dengan 86 suara pendukung.

RUU ini mendapat dukungan penuh dari Partai Nasional Skotlandia, Partai Buruh, Partai Hijau, serta Partai Liberal Demokrat.

RUU Rekognisi Gender akan menyederhanakan proses bagi para transgender dalam memperoleh sertifikat pengakuan gender/gender recognition certificate (GRC).

RUU tersebut akan menghilangkan kebutuhan akan diagnosa medis terkait disforia gender dalam proses pengajuan GRC, serta menurunkan usia minimum pengajuan dari yang sebelumnya 18 tahun ke 16 tahun.

Sekretaris Inggris Skotlandia, Alister Jack menyatakan bahwa penolakan yang dilakukan oleh Inggris terhadap RUU tersebut didasarkan pada Bagian 35 dari Undang-Undang Skotlandia.

Ini adalah pertama kalinya sejak penyerahan kekuasaan ke Parlemen Skotlandia pada 1998, Pemerintah Inggris menggunakan Bagian 35 untuk menolak RUU karena dianggap akan mempengaruhi seluruh Inggris Raya.

Berdasarkan Bagian 35 dari Undang-Undang Skotlandia, pemerintah Inggris memiliki hak untuk melarang sebuah rancangan undang-undang jika Inggris menganggap rancangan undang-undang tersebut berdampak buruk kepada hal-hal di mana pemerintah nasional mempertahankan yurisdiksi tertingginya.

Jack menambahkan jika RUU tersebut akan berdampak serius ke masalah kesetaraan di seluruh Inggris Raya.

Hal tersebut karena RUU Rekognisi Gender bertentangan dengan Undang-Undang Kesetaraan Inggris Raya dan dapat berdampak pada hak hukum untuk menjalankan klub, asosiasi atau sekolah satu jenis kelamin, serta aturan terkait upah yang setara untuk perempuan dan laki-laki.

Ia juga menyebut bahwa jika dua skema pengakuan gender diberlakukan di Inggris Raya, hal itu akan berpotensi menciptakan komplikasi, termasuk memungkinkan terjadinya penipuan dan niat buruk lainnya.

Hal ini kemudian ditanggapi oleh Sekretaris Keadilan Sosial Skotlandia, Shona Robison yang menyebut bahwa keputusan pemerintah Inggris Raya untuk menolak RUU Rekognisi Gender adalah hal yang keterlaluan.

Robison berargumen bahwa RUU Rekognisi Gender tidak akan mempengaruhi kesetaraan di Inggris Raya. Dia mengatakan langkah penolakan yang diambil oleh pemerintah Inggris Raya menunjukkan penghinaan terhadap pelimpahan kekuasaan yang telah diberikan.

Parlemen Skotlandia menggambarkan apa yang dilakukan Inggris Raya sebagai upaya untuk melemahkan keinginan demokrasi parlemennya, yang di mana pemerintah Inggris telah menyerahkan kekuasaan di sektor tersebut ke Parlemen Skotlandia.

Sementara menanggapi penolakan ini, Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon yang bertanggung jawab atas pemerintahan nasionalis yang dilimpahkan mengatakan bahwa pemerintah Skotlandia akan membela RUU Rekognisi Gender dan Parlemen Skotlandia.

Melalui akun Twitternya, Sturgeon yang merupakan politisi asal Partai Nasional Skotlandia/Scottish National Party (SNP) menyampaikan bahwa penolakan Inggris Raya terhadap RUU tersebut merupakan sebuah serangan frontal penuh terhadap Parlemen Skotlandia yang dipilih secara demokratis.

Penolakan tersebut juga merupakan serangan terhadap kemampuan Parlemen Skotlandia dalam membuat keputusan sendiri terkait masalah-masalah yang telah dilimpahkan.

Berdasarkan RUU Rekognisi Gender, kepemilikan GRC akan memugkinkan para transgender untuk memperarui akta kelahiran, menikah atau membentuk kemitraan sipil dalam jenis kelamin yang ditegaskan, memperbarui akta perkawinan atau kemitraan sipil, dan mencantumkan jenis kelamin yang ditegaskan dalam akta kematian mereka.

GRC disebut bukan merupakan sebuah syarat akses ke ruang khusus jenis kelamin tertentu, serta perlindungan bagi para transgender di bawah Undang-Undang Kesetaraan Inggris Raya tidak bergantung pada kepemilikan GRC.

Pihak pro berpendapat bahwa RUU Rekognisi Gender akan menguntungkan para transgender dan tidak akan menimbulkan ancaman bagi perempuan.

Reformasi yang diusung Skotlandia melalui RUU Rekognisi Gender hanya dilakukan demi mempermudah akses ke GRC.

Sementara beberapa aktivis hak perempuan berpendapat bahwa perubahan yang dibawa RUU Rekognisi Gender mungkin akan menimbulkan ancaman bagi keselamatan perempuan dengan mempermudah akses laki-laki ke ruang khusus satu jenis kelamin seperti kamar mandi.

Perbedaan pendapat antara Inggris Raya dengan Skotlandia ini kelak mungkin memicu "pertarungan" hukum antara keduanya.

Pertarungan pengadilan disebut akan diajukan oleh SNP karena pemerintah Inggris Raya menyangkal hak demokratis pemerintah Skotlandia untuk menyusun undang-undangnya sendiri.

Sumber: Reuters, Pink News, BBC, dan The Guardian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun