Hal tersebut karena RUU Rekognisi Gender bertentangan dengan Undang-Undang Kesetaraan Inggris Raya dan dapat berdampak pada hak hukum untuk menjalankan klub, asosiasi atau sekolah satu jenis kelamin, serta aturan terkait upah yang setara untuk perempuan dan laki-laki.
Ia juga menyebut bahwa jika dua skema pengakuan gender diberlakukan di Inggris Raya, hal itu akan berpotensi menciptakan komplikasi, termasuk memungkinkan terjadinya penipuan dan niat buruk lainnya.
Hal ini kemudian ditanggapi oleh Sekretaris Keadilan Sosial Skotlandia, Shona Robison yang menyebut bahwa keputusan pemerintah Inggris Raya untuk menolak RUU Rekognisi Gender adalah hal yang keterlaluan.
Robison berargumen bahwa RUU Rekognisi Gender tidak akan mempengaruhi kesetaraan di Inggris Raya. Dia mengatakan langkah penolakan yang diambil oleh pemerintah Inggris Raya menunjukkan penghinaan terhadap pelimpahan kekuasaan yang telah diberikan.
Parlemen Skotlandia menggambarkan apa yang dilakukan Inggris Raya sebagai upaya untuk melemahkan keinginan demokrasi parlemennya, yang di mana pemerintah Inggris telah menyerahkan kekuasaan di sektor tersebut ke Parlemen Skotlandia.
Sementara menanggapi penolakan ini, Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon yang bertanggung jawab atas pemerintahan nasionalis yang dilimpahkan mengatakan bahwa pemerintah Skotlandia akan membela RUU Rekognisi Gender dan Parlemen Skotlandia.
Melalui akun Twitternya, Sturgeon yang merupakan politisi asal Partai Nasional Skotlandia/Scottish National Party (SNP) menyampaikan bahwa penolakan Inggris Raya terhadap RUU tersebut merupakan sebuah serangan frontal penuh terhadap Parlemen Skotlandia yang dipilih secara demokratis.
Penolakan tersebut juga merupakan serangan terhadap kemampuan Parlemen Skotlandia dalam membuat keputusan sendiri terkait masalah-masalah yang telah dilimpahkan.
Berdasarkan RUU Rekognisi Gender, kepemilikan GRC akan memugkinkan para transgender untuk memperarui akta kelahiran, menikah atau membentuk kemitraan sipil dalam jenis kelamin yang ditegaskan, memperbarui akta perkawinan atau kemitraan sipil, dan mencantumkan jenis kelamin yang ditegaskan dalam akta kematian mereka.
GRC disebut bukan merupakan sebuah syarat akses ke ruang khusus jenis kelamin tertentu, serta perlindungan bagi para transgender di bawah Undang-Undang Kesetaraan Inggris Raya tidak bergantung pada kepemilikan GRC.
Pihak pro berpendapat bahwa RUU Rekognisi Gender akan menguntungkan para transgender dan tidak akan menimbulkan ancaman bagi perempuan.