Mohon tunggu...
Tirta Handini Pangestuti
Tirta Handini Pangestuti Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Don't end your chapter, there's still more pages to your story

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amerika Serikat Mengeluarkan Aturan Kontrol Baru terhadap Ekspor Chip ke Tiongkok, Bagaimana Implikasinya bagi Tiongkok dan Perusahaan Chip Terkait?

9 Oktober 2022   07:21 Diperbarui: 9 Oktober 2022   07:49 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Al Jazeera English Twitter

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menerbitkan aturan baru terkait ekspor chip semikonduktor pada Jumat 7 Oktober 2022 lalu. Peraturan baru tersebut mengatur pembatasan terhadap ekspor chip semikonduktor yang dibuat menggunakan peralatan buatan Amerika Serikat. 

Melalui aturan baru ini, pemerintahan Biden berusaha untuk memperlambat kemampuan pembuatan chip serta kemajuan militer Tiongkok. Langkah pembatasan terbaru yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini merupakan perubahan terbesar dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap transfer teknologi sejak tahun 1990-an.

Langkah pembatasan yang diambil oleh AS ini termasuk melakukan pembatasan ekspor terhadap beberapa jenis chip yang kerap digunakan dalam kecerdasan buatan dan superkomputer. 

Melalui langkah barunya pula, AS memperketat aturan penjualan peralatan manufaktur semikonduktor ke seluruh perusahaan Tiongkok. Langkah yang dibuat AS juga membuat perusahaan chip memori utama Yangtze Memory Technologies Corp (YMTC) dan 30 entitas Tiongkok lain ditambahkan ke daftar perdagangan "tidak terverifikasi".

Kelak jika peraturan pembatasan yang dikeluarkan Amerika efektif berlaku, maka industri manufaktur chip Tiongkok memiliki potensi menjadi lumpuh. Hal ini karena pemerintah Amerika Serikat dapat membuat perusahaan AS dan perusahaan asing yang menggunakan teknologi buatan Amerika untuk memutuskan suplai mereka terhadap perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka Tiongkok. 

Seorang pakar teknologi dan keamanan siber dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jim Lewis menyebut jika aturan pembatasan yang dibuat oleh Amerika Serikat ini akan membuat Tiongkok mengalami kemunduran dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ini juga disebut mirip dengan aturan ketat yang diberlakukan pada era puncak Perang Dingin.

Lalu bagaimana Tiongkok menanggapi adanya peraturan pembatasan baru ini? Tiongkok menanggapi adanya peraturan baru ini dengan mengungkapkan kekhawatiran bahwa apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat dapat membahayakan rantai pasokan serta pemulihan ekonomi global. 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning juga menyebut bahwa kebijakan baru AS merupakan sebuah tindakan penyalahgunaan perdagangan demi "hegemoni teknologi". Mao juga menyebut bahwa tindakan Amerika Serikat hanya akan menjadi bumerang dan melukai AS sendiri.

Tak hanya Tiongkok yang merasa khawatir dengan kebijakan baru Amerika Serikat, banyak perusahaan besar dunia yang juga merasa khawatir. Misalnya perusahaan raksasa chip AS yang khawatir akan mengalami kerugian mengingat keuntungan terbesar mereka bersumber dari pasar Tiongkok. Kasus kerugian ini sebelumnya telah dialami oleh perusahaan semikonduktor AS Nvidia. 

Lantaran adanya peraturan yang melarang perusahaannya menjual chip canggih ke Tiongkok pada akhir Agustus 2022 lalu, Nvidia memperkirakan kehilangan sekitar $400 juta pada kuartal ketiga 2022 dari potensi penjualannya ke Tiongkok.

Para ahli juga memperingatkan bahwa kebijakan baru Amerika Serikat ini dapat mengakibatkan perlambatan pembangunan global. Fu Liang, seorang analis independen pada wawancaranya dengan Global Times (08/10) mengatakan bahwa langkah Amerika Serikat ini merupakan langkah sembrono yang dapat merugikan banyak negara yang terlibat. 

Lebih jauh, Fu juga menyebut kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintahan Biden justru dapat melemahkan posisi AS di sektor teknologi internasional dan mengeluarkan AS dari industri dan rantai pasokan global. Hal tersebut karena melalui pertimbangan pribadi perusahaan teknologi dunia mungkin memilih untuk tidak mengikuti kebijakan baru AS secara menyeluruh. 

Mengapa demikian? Hal ini karena perusahaan pemasok mungkin khawatir jika pembatasan ekspor chip AS dapat memangkas keuntungan dari pasar terbesar mereka. Menurut manajer umum Jiwei Insight, Han Xiaomin jika peraturan pembatasan ekspor efektif diberlakukan, maka 30% dari pendapatan total perusahaan raksasa chip Amerika maupun global ada dalam bahaya. Hal ini karena pasar Tiongkok bernilai 1/3 dari total pendapatan perusahan-perusahaan tersebut.

Di satu sisi, jika peraturan pembatasan ekspor chip baru AS efektif berlaku maka akan ada potensi bagi Tiongkok untuk mengalami perlambatan dalam pengembangan kemampuan pembuatan chip serta perlambatan dalam kemajuan militer. 

Namun di sisi lain, peraturan ini mungkin memiliki implikasi lain yang lebih luas. Implikasi tersebut berupa terjadinya penurunan keuntungan pada perusahaan-perusahaan chip AS maupun perusahaan chip asing yang menggunakan teknologi AS, terganggunya rantai suplai global, serta terganggunya pemulihan ekonomi global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun