Pemerintah Amerika Serikat (AS) menerbitkan aturan baru terkait ekspor chip semikonduktor pada Jumat 7 Oktober 2022 lalu. Peraturan baru tersebut mengatur pembatasan terhadap ekspor chip semikonduktor yang dibuat menggunakan peralatan buatan Amerika Serikat.Â
Melalui aturan baru ini, pemerintahan Biden berusaha untuk memperlambat kemampuan pembuatan chip serta kemajuan militer Tiongkok. Langkah pembatasan terbaru yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini merupakan perubahan terbesar dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap transfer teknologi sejak tahun 1990-an.
Langkah pembatasan yang diambil oleh AS ini termasuk melakukan pembatasan ekspor terhadap beberapa jenis chip yang kerap digunakan dalam kecerdasan buatan dan superkomputer.Â
Melalui langkah barunya pula, AS memperketat aturan penjualan peralatan manufaktur semikonduktor ke seluruh perusahaan Tiongkok. Langkah yang dibuat AS juga membuat perusahaan chip memori utama Yangtze Memory Technologies Corp (YMTC) dan 30 entitas Tiongkok lain ditambahkan ke daftar perdagangan "tidak terverifikasi".
Kelak jika peraturan pembatasan yang dikeluarkan Amerika efektif berlaku, maka industri manufaktur chip Tiongkok memiliki potensi menjadi lumpuh. Hal ini karena pemerintah Amerika Serikat dapat membuat perusahaan AS dan perusahaan asing yang menggunakan teknologi buatan Amerika untuk memutuskan suplai mereka terhadap perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka Tiongkok.Â
Seorang pakar teknologi dan keamanan siber dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jim Lewis menyebut jika aturan pembatasan yang dibuat oleh Amerika Serikat ini akan membuat Tiongkok mengalami kemunduran dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ini juga disebut mirip dengan aturan ketat yang diberlakukan pada era puncak Perang Dingin.
Lalu bagaimana Tiongkok menanggapi adanya peraturan pembatasan baru ini? Tiongkok menanggapi adanya peraturan baru ini dengan mengungkapkan kekhawatiran bahwa apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat dapat membahayakan rantai pasokan serta pemulihan ekonomi global.Â
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning juga menyebut bahwa kebijakan baru AS merupakan sebuah tindakan penyalahgunaan perdagangan demi "hegemoni teknologi". Mao juga menyebut bahwa tindakan Amerika Serikat hanya akan menjadi bumerang dan melukai AS sendiri.
Tak hanya Tiongkok yang merasa khawatir dengan kebijakan baru Amerika Serikat, banyak perusahaan besar dunia yang juga merasa khawatir. Misalnya perusahaan raksasa chip AS yang khawatir akan mengalami kerugian mengingat keuntungan terbesar mereka bersumber dari pasar Tiongkok. Kasus kerugian ini sebelumnya telah dialami oleh perusahaan semikonduktor AS Nvidia.Â
Lantaran adanya peraturan yang melarang perusahaannya menjual chip canggih ke Tiongkok pada akhir Agustus 2022 lalu, Nvidia memperkirakan kehilangan sekitar $400 juta pada kuartal ketiga 2022 dari potensi penjualannya ke Tiongkok.