Mohon tunggu...
Tipta Jamala official
Tipta Jamala official Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiawa

seorang mahasiswa sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjuangan Rakyat Indonesia dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta

12 Juni 2024   17:40 Diperbarui: 12 Juni 2024   18:09 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Strategi perjuangan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia diinisiasi oleh pertemuan antara Jenderal Soedirman, T.B. Simatupang serta A.H. Nasution di mana hasil dari pertemuan tersebut adalah gagasan mengenai strategi rongrongan atau attrition strategy yang dijabarkan dalam sistem wehrkreise atau lingkungan pertahanan atau pertahanan daerah melalui Surat Perintah Siasat No.1 disahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Jenderal Soedirman berperan dalam pengeluaran Surat Perintah Kilat No. 1/PB/D/48 yang berisi bahwa telah terjadi serangan di Lapangan Maguwo dan Yogyakarta oleh Militer Belanda.

Militer Belanda tidak hanya menyerang Yogyakarta yang menjadi ibu kota Republik Indonesia, namun juga melakukan serangan ke wilayah lain baik di Jawa maupun di luar Jawa. Bangsa Indonesia melalui para pemimpin baik dari Tentara Rakyat Indonesia (TRI), pimpinan partai politik, serta dari pihak-pihak perjuangan lainnya mengadakan pertemuan pada tanggal 1 Januari 1949. Putusan dari pertemuan tersebut adalah Bangsa Indonesia bersatu untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, merebut kembali Yogyakarta yang diduduki oleh Militer Belanda, serta menghalau Militer Belanda melakukan perluasan pendudukan terhadap wilayah Indonesia.

Strategi dari perlawanan Bangsa Indonesia adalah dengan melakukan gerilya non kooperasi dan bumi hangus, sifat dari perlawanan ini adalah untuk melemahkan dan menyebarkan pasukan agar kekuatan dari lawan lemah, non kooperasi sendiri dimaknai sebagai penolakan dalam bekerjasama dengan musuh.

Keterlibatan Tokoh dalam Perlawanan Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta

1. Paglima Besar Jend. Soedirman

Dalam menghadapi menghadapi perlawanan dan serangan Agresi Militer Belanda II Jenderal Soedirman membentuk strategi Perang Gerilya. Strategi perang gerilya yang diterapkan terdiri dari beberapa langkah penting yaitu melepaskan pertahanan di kota besar dan jaringan jalan raya, membangun kantong-kantong gerilya merupakan basis pertahanan, melakukan perang gerilya, Wingate atau kembali ke daerah asal.


2. Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Sri Sultan Hamengku Buwono IX, merupakan Raja Kasultanan Yogyakarta, mempunyai peran penting dalam Agresi Militer Belanda II. Dukungan Sultan Hamengku Buwono terhadap Republik Indonesia dimulai dengan penerbitan Amanat 5 September 1945. Sultan Hamengku Buwono IX juga menolak adanya agresi militer yang dilakukan oleh Belanda. Bersama seluruh elemen masyarakat Yogyakarta kemudian memulai perlawanan terhadap tindakan Belanda tersebut.

3. Jendral Besar TNI Abdul Haris Nasution

Pada tanggal 28 Oktober 1948 telah dibentuk Komando Djawa dan Sumatra dan Kolonel Abdul Haris Nasution diangkat menjadi Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD).

Selama Agresi Militer II Belanda, AH. Nasution mengusulkan pembentukan PemerintahanMiliter dengan struktur yang mencakup pemerintahan, pengadilan, dan badan administrasi negara. Gagasan ini akhirnya diimplementasikan di daerah-daerah basis gerilya. Pemerintahan militer ini memiliki pedoman kerja yang mencakup pertahanan militer yang efektif, administrasi pemerintahan yang berjalan, dan penyediaan kesejahteraan bagi rakyat.

Dampak Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta merupakan peristiwa besar dalam sejarah yang menimbulkan dampak yang sangat signifikan, yaitu:

  • Indonesia mendapat perhatian internasional
  • Dewan keamanan PBB mengecam tindakan ini dan mendesak Belanda untuk mengembalikan situasi ke kondisi sebelum agresi dilakukan. Bangsabangsa Asia yang di seponsori oleh India bangkit menyelenggarakan komperensi Asia di New Delhi yang menghasilkan resolusi tentang masalah Indonesia di PBB. Resolusi PBB tentang tindakan Belanda yang melakukan agresi militer II, kemudian mulailah dirintis kembali perundinganperundingan yang kita kenal dengan Roem-Royen, Konferensi Antar Indonesia dan KMB.
  • Gangguan Psikologi Masyarakat
  • Dampak dari Agresi Militer Belanda II ini yaitu menimbukan trauma bagi masyarakat terutama seluruh keluarga yang ditinggalkan dan menjadi korban jiwa dari adanya serangan yang dilakukan oleh Belanda. Keadaan Indonesia terutama Yogyakarta yang semula tenang dan tentram berubah menjadi ricuh. Oleh karena hal tersebut tentunya ada pergeseran peran perempuan, pada mulanya perempuan lebih berkutat pada masalah domestic rumah tangga, pada masa Agresi Militer Belanda II harus memenuhi kebutuhan rumah tangga.
  • Terputusnya Akses Utama Jalan Kertosono-baron
  • Banyaknya pohon yang ditebang dan ditumbangkan di sepanjang jalan oleh pihak Belanda membuat terputusnya akses jalan, sehingga yang akan melewati jalan tersebut terpaksa berhenti karena akses yang tertutup. Hal tersebut menyebabkan dampak akses belanda dari Jawa Timur menuju Yogyakarta terputus.
  • Pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
  • Karena presiden ditangkap maka menteri kemakmuran membentuk pemerintahan darurat di Sumatera Barat. Seluruh rakyat yang berada di Yogyakarta untuk tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan dan setelah sidang selesai, situasi yang mendesak dan ditawannya pemerintah RI di Yogyakarta langsung disikapi Syafruddin dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

Referensi : 

Marsum, Ahmad Wahyu Sudrajad, dan Fransiskus Prihono. Sejarah Jenderal Soedirman di Kabupaten Bantul. Bantul: Dinas Kebudayaan Kundha Kebudayaan Kabupaten Bantul. 2022.Wahyono, Tugas Tri dkk. Rute Perjuangan Gerilya A.H Nasution pada Masa Agresi Militer Belanda II. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sjarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. 2011.

Rizal, "Peran Jenderal Soedirman dalam Perang Griliya (Studi Historis Masa Agresi Militer Belnda II Tahun 1948-1949 di Jawa Tengah)" dalam Jurnal UM PalembangVol. 1 No. 1, 2021.

Wahyono, Tugas Tri dkk. Rute Perjuangan Gerilya A.H Nasution pada Masa Agresi Militer Belanda II. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sjarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun