Mohon tunggu...
Tio Nugraha
Tio Nugraha Mohon Tunggu... -

Penjaga Kamar Kost Mertua

Selanjutnya

Tutup

Politik

21 Mei dan Ritus Tahunan

21 Mei 2015   00:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tulisan ini saya dedikasikan untuk kawan-kawan yang aksi dan pernah aksi pada 21 Mei” (peringatan hari reformasi).


Tinggal satu hari lagi persiapan demonstrasi menuju 17 tahun reformasi, segala pernak pernik dan atribut dipersiapkan untuk gelaran demonstrasi ”Peringatan hari reformasi yang jatuh pada 21 Mei, besok”. Di samping peringatan 17 tahun Reformasi, kurang lebih 7 bulan pemerintahan Jokowi-JK menyisakan rapor merah yang memang persoalan yang dibelit Negara merupakan permasalahn pokok yang tentunya telah diwariskan oleh rezim-rezim sebelumnya. Cth ; Kemiskinan, pendidikan, kesehatan, booming tenaga kerja yang berbanding terbalik dengan penyediaan lapangan kerja, eksploitasi bumi resources, dll. Sehingga sangat tidak fair jika semua kesalahan ditujukan kepada Jokowi-JK


Akan tetapi banyak point, seperti mengajukan pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri untuk mengantikan Sutarman yang akan jatuh masa pensiunnya – kendati pengangkatan gagal dengan seabrek persoalanya – namun dengan kondisi demikian mengakibat kegaduhan nasional, baik secara politik maupun hukum ditandai dengan perseteruan antara POLRI dan KPK, selanjutnya hal yang sangat fatal adalah melakukan liberalisasi BBM, dengan mencabut subsidi dan membiarkan harga BBM bergerak bebas mengikuti alur pasar, sehingga berujung ketidakstabilan harga bahan pokok di pasaran. Banyak lagi kefatalan kesalahan rezim Jokowi-JK dalam menjalankan percaturan pemerintah. Berdalih dengan Trisakti saat kampanye, namun ketika telah duduk malah menyembah dengan dengan kepentingan Asing (AS). Dengan demikian, dua point ini cukup menjadi hujjah (alasan yang tidak terbantahkan) sebuah term GAGAL terhadap pemerintahan Jokowi-JK sebagai rezim berkuasa saat ini.

Membagun konsep perlawanan

Jalinan api semangat perlawanan antar elemen-elemen gerakan se Indonesia sudah sangat begitu berasa, tidak halya diepisentrumnya, api telah turut menjalar di 33 provinsi dan siap untuk membakar segala kemunafikan rezim penguasa. Melalui start pada 1 Mei, hari buruh telah cukup memanaskan gerakan 21 Mei besok. Singkatnya, aksi pada tanggal 21 Mei tidak halya di Jakarta walau sebagai jantung gerakan sehingga kesanannya lebih menjurus pada nuansa elitisme, namun letupan gerakan kayaknya lebih santer di daerah-daerah dan memang mesti diledakkan karena di daerah keidealisman gerakan – kalau meminjam istiah penyelamatan ekonomi oleh negara disaat krisis – yaitu blanked gruantee atau kemulian gerakannya lebih terjamin dari intervensi dengan segala manifestasinya.


Bagi sepasang bola mata, isue “Peringatan Hari Reformasi” memang tidak terlalu menarik apalagi cuma memainkan isue antik bernama neoliberalisme dan kapitalisme, namun gerakan 21 Mei mesti dipercantik dengan kondisi carutmarut di dunia penegakan hukum dan bahkan akan lebih seksi dengan tarif baru BBM yang diterapkan Jokowi-JK adalah wujud dari pengangkangan terhadap UUD 1945 (Pasal 33 Ayat 1,2,3, dan 4). Dan ketakutan akan isu ini sudah terlihat di saat pemerintah mengurungkan niatnya untuk menaikkan kembali BBM per tanggal 15 Mei 2015

Apabila menilik dari uraian diatas maka ada sebuah matarantai antara gerakan 1998 dengan gerakan 2015, melalui pendekatan ‘strategi komparasi’ setidaknya ada beberapa yang bisa kita petik. Analisanya bisa dilihat pada gerakan 1998 disulut dengan api perbankan melalui krisis moneter dan selanjutnya yang popular dalam dampak krisis 1997-1998 memicu kenaikan harga bahan pokok yang mencekik leher rakyat. Begitu halya gerakan 2015 pada saat ini, walau tidak terjadi krisis akut, namun dengan nilai tukar rupiah yang mencapai 13.000-an sangat mudah memicu terjadinya inflasi bahkan defisit.


Ketidakstabilan ekonomi pasca pelantikan Jokowi-JK, lebih disokong oleh akibat harga BBM yang telah terlibralisasikan, dapat dimafhumkan harganya yang terus berfluktuatif berekses pada komoditi lainya, kondisi ini sangat simalakama, produksi lokal/rakyat yang lokasinya relatif jauh (spt. Di daerah) dapat mejadi lebih mahal akibat distribusi (biaya angkut) yang mahal dan secara otomatis pemerintah akan menempuh jalur lain, salah satunya dengan cara impor yang notabene harganya akan lebih miring dibanding dengan produksi lokal. Kalau sudah demikian harga barang yang sudah berangsur mahal di awal era pemerintahan Jokowi-JK ditambah dengan keuangan rakyat yang makin kempis (hasil produksi takterjual/terjual dengan harga murah) sama melilit dan mencekik leher rakyat seperti di tahun 1998 silam.

Meneguhkan Kembali Kekuatan Gerakan Kita

Inilah saat yang tepat untuk menghancurkan sebuah rezim kekuasaan, sebuah rezim yang selalu mengedepankan kepentingan modal belaka, namun membiarkan rakyatnya kelaparan hidup dalam kemiskinan. Maka sebuah target dan misi mulia pada tanggal 21 Mei 2015 Jokowi-JK harus TURUN, karena bukan halnya alasan labilisasi ekonomi atau kegagalan penegakan hukum melainkan ini merupakan KEJAHATAN yang akan mematikan bangsa KITA, Indonesia.

Namun sayangnya gerakan tersebut hanya gerakan manusia-manusia biasa, tidak mengakar dan pula tidak menjalar. Rintangan tidak datang dari ekternal baik berupa ancaman refresif dan subversif dari pihak keamanan (personil Polri, Brimob, TNI) juga pada sisi internal dalam kekuatan gerakan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun