Mohon tunggu...
Tio AigaSitorus
Tio AigaSitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyalahgunaan Penggunaan Gaya Bahasa Sarkasme di Media Sosial

23 April 2021   02:30 Diperbarui: 23 April 2021   22:31 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apabila tuturan yang mereka ucapkan tergolong tuturan yang tidak santun, tuturan tersebut dapat ditata kembali sehingga menjadi tuturan yang santun. Untuk menyampaikan maksud tertentu, orang yang bertutur biasanya akan mengubah susunan tuturannya agar menjadi jelas, tegas, dan bahkan dapat menjadi sebuah tuturan yang kasar. Susunan sebuah tuturan tentu akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya sebuah kesantunan tuturan yang digunakan seseorang ketika bertutur.

Pada era teknologi informasi ini, media sosial merupakan sarana komunikasi masyarakat dalam dunia maya yang efektif. Media sosial di dunia maya, seperti twitter, facebook, blog, dan forum-forum diskusi online dewasa ini sangat digemari oleh masyarakat dunia, dan sangat efektif dampaknya terhadap pembentukan opini masyarakat. 

Kehadiran media sosial dalam kehidupan masyarakat membawa dampak tersendiri. Misalnya memudahkan manusia untuk saling berkomunikasi dalam jarak jauh secara cepat, sebagai wadah bersosialisasi dan interaksi. Dengan menyebarluasnya suatu jaringan, maka manusia pun merasa lebih mudah untuk saling berkomunikasi dengan siapa saja dan dimana saja (Fitriyanto, Ilham, Romi, Achmad, & Ade, 2018). 

Dalam konteks ini, media sosial dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk promosi program, pembentukan opini, pencitraan terhadap figur atau kandidat dan melakukan propaganda politik. Ketika orang sedang bertutur tentunya mereka mempertimbangkan apakah tuturannya tergolong ke dalam tuturan santun ataukah tidak.

Penggunaan media sosial yang semakin hari semakin bertambah bukanlah lagi menjadi hal yang mengejutkan dunia. Baik juga ketika pengguna media sosial itu salah menggunakannya bukanlah hal yang mengherankan lagi. Bahasa yang ada pada komentar-komentar dan postingan-postingan maupun caption yang di cantumkan dengan gaya bahasa yang salah, sering terjadi. Ketika seseorang bertutur baik secara lisan maupun tulisan perlu mempertimbangkan apakah tuturan tersebut masuk ke dalam tuturan santun atau tidak.

Kesantunan berbahasa ialah bentuk kehalusan dalam berbahasa ketika berkomunikasi baik dilakukan secara lisan maupun tulisan. Aspek-aspek dalam kesantunan berbahasa dapat dilihat dari pilihan kata, intonasi, nada, serta struktur kalimatnya. Oleh karena itu, di era telekomunikasi seperti sekarang ini penggunaan media sosial memberi pengaruh besar terhadap kesantunan berbahasa bagi seseorang.

Sering ditemukan penggunaan gaya bahasa sarkasme dalam media sosial yang dapat mendidik masyarakat untuk menggunakan bahasa yang sarkastik (kasar), sehingga secara tidak langsung media sosial telah berperan dalam menyebarkan contoh penggunaan bahasa yang tidak santun dan melanggar etika pergaulan. Hal ini memerlukan perhatian khusus agar para pengguna media sosial lebih berhati-hati lagi dalam bertutur.

Beberapa kasus banyak terjadi saling sindir menyindir bahkan di media sosial secara terang-terangan seseorang menggekspresikan perasaannya atau kemarahannya secara terbuka. Berikut data dari media sosial terkait bahasa Sarkasme :

Dalam akun facebook Cinte Bahasa Melayu terdapat beberapa contoh kalimat sarkasme
Bajingan tak ade otak

Dari kalimat yang ada diatas menunjukkan bahwa kalimat tersebut mengartikan makna yang kasar. Dapat diperhatikan dari kata "bajingan" memberikan makna memaki seseorang yang dibenci atau yang memberikan rasa kesal, dilanjutkan pada kata yang berikutnya yaitu "tak Ade otak" mengartikan bahwa seseorang yang dikatakan bajingan juga tidak bisa mikir.

Berikut kalimat sarkasme yang memiliki alur yang berbeda dari pada contoh diatas Cantek sekali mulot si Pendi tuh ye, macam tak sekolah pulak
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa seseorang itu sedang bersandiwara untuk menutupi amarahnya dengan seakan-akan memuji seseorang yaitu dengan perkataan "Cantek sekali mulot si Pendi tuh ye" akan tetapi dilanjutkan lagi dengan kalimat "macam tak sekolah pulak" hal ini merupakan sebuah sindiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun