Sekitar bulan Maret-April 1998 jejaknya tak lagi diketahui. Hingga kemudian hilang tak tentu rimba hingga hari ini. Wiji Thukul tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi maupun represi di NKRI ini, melainkan advokasi melalui puisi. Namun, hak hidupnya dibuat mati. Dia telah menjadi korban praktik penghilangan orang. Lewat jalan panjang dan berdarah, Wiji Thukul mendobrak pintu kebebasan berbicara. Sosok Thukul telah menghilang, tapi bara api pada kata-katanya tak kunjung padam. Thukul adalah simbol dari betapa mahal harga yang harus dibayar dari perjuangan merebut demokrasi. (novia)
REFERENSI
- Miftahuddin. (2004). Radikalisasi Pemuda. PRD Melawan Tirani. Jakarta: Desantara.
- Nganthi Wani, Fitri. (2018). Kau Berhasil Jadi Peluru .Partisipasi Indonesia & Warning Books
- Tim Buku Tempo. (2013). Wiji Thukul : Teka -- Teki Orang Hilang. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia .
- Thukul, Wiji. (2004). Aku Ingin Jadi Peluru. (Cetakan Kedua). Magelang: Indonesia Tera.
- __________. (2013). Para Jendral Marah-marah. Majalah TEMPO.
- Wiji Thukul, dkk. (2007). Kebenaran Akan Terus Hidup. Jakarta : YAPPIKA dan IKOHI.
- www.wijithukul.tk diakses pada 5 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H