Bekerja tak melulu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Memilih pekerjaan tak melulu yang dapat memberikan penghasilan melimpah, jabatan yang menjanjikan, dan prestisius dihadapan orang lain. Ada suatu visi "surgawi" yang menjadi alasan dalam memilih pekerjaan oleh dua orang yang akan saya bagi kisahnya berikut ini.
Menjadi pengasuh adalah hal utama yang dilakukannya sembari menjadi dosen luar biasa di kampus UIN Antasari Banjarmasin. Ia juga menjadi penceramah di beberapa masjid sekitar kota Banjarmasin.
Berawal pada tahun 2006, ia dan teman teman mengadakan pelatihan untuk anak panti di Yogjakarta. Saat penyampaian materi, anak anak tersebut menangis saat diingatkan tentang orangtua. Dari sanalah ia merasa nyaman dan ingin berkumpul bersama mereka. "Lantas saya berdoa, Ya Allah kumpulkanlah suatu saat nanti bersama mereka”.
Kurun waktu 3-4 tahun, doa itu terjawab. Hingga pada akhir 2010 ia mulai menjadi pengasuh. Sang istri pun mendukung keputusan itu. Ia bersama istri kemudian tinggal dipanti tersebut.
Mereka tinggal disebuah ruangan dalam panti yang dapat dikatakan cukup kecil untuknya dan istri, serta keempat orang anaknya. Namun hal itu bukanlah sebuah masalah besar, rona bahagia selalu terlukis diwajah mereka setiap kali saya berkunjung..
Selama menjadi pengasuh, ia mengaku lebih banyak suka dibanding duka.
"Ada suatu kebahagiaan yang kira-kira tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Kebahagiaan dalam bentuk kepuasan batin karena bisa berbagi dengan mereka-mereka yang memang sedang membutuhkan bantuan, tak hanya sekedar bantuan materiil, tetapi juga moriil" jelasnya.
Baginya duka selama mengasuh telah tertutupi oleh suka yang mengampiri. Karena menurutnya, jika dihitung secara duniawi, maka memang seharusnya ia keluar dari panti tersebut, “InsyaaAllah duka akan tertutupi dengan suka yang lebih besar", harapnya. "Kadang curhatnya ke Allah, Ya Allah kira-kira saya sudah betul-betul melaksanakan kewajiban belum?".
Beberapa kali mendapat tawaran jabatan yang menggiurkan, tak lantas menggoyahkannya. Baginya ini adalah salah satu 'jalan pintas' untuk meraih surgaNya. "Ingin prestige dari Allah dulu" tambahnya.
Ia teringat tentang sebuah hadits dari Sahl bin Sa’adRadhiallahu ‘anhu dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, serta agak merenggangkan keduanya.[HR al-Bukhari no. 4998 dan 5659]. Hal inilah yang menjadi salah satu motivasi terkuatnya hingga ia mampu bertahan selama hampir satu dekade.
Kedepannya , ia berharap panti yang ia asuh tak hanya bagus secara fisik, tetapi juga anak-anak yang ia asuh memiliki kualitas.
2 tahun lamanya ia bekerja serabutan, hingga pada tahun 2010. Saat itu ia mendapat kesempatan bekerja karena mengenal dekat keponakan dari ketua yayasan tersebut. Akhirnya ia diperkenalkan pada ketua yayasan, yang kemudian memintanya untuk datang ke panti. Tak lama kemudian ia mulai menjadi pengasuh.
Pilihannya menjadi pengasuh didukung oleh keluarga. Meskipun mereka harus dipisahkan jarak dan ruang, lantaran menjadi pengasuh membuatnya harus tinggal bersama para lansia di panti. Hari minggu adalah kesempatan untuknya kembali bertemu dengan orang terkasih.
Ada suatu hal yang membuat ia tertarik menjadi pengasuh bagi para lansia saat itu, yakni karena rasa keprihatinannya pada para lansia, "Melihat binaan yang ada diluar panti, seumpamanya orangtua kita seperti itu sakitnya kehidupan, ngebayangin itu." pungkasnya sembari menyiapkan kotak makanan.
Baginya pekerjaan ini salah satu cara untuk dapat bermanfaat bagi sesama, yakni dengan tenaga yang ia miliki. "Kita nggak bisa menyumbang dengan uang, maka dengan tenaga lah. Karena penghasilan yang sedikit." Hal tersebut menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya dengan bekerja sambil beramal.
Terkadang ia menemui beberapa kesulitan saat mengasuh lansia. "Kalo dukanya, ada beberapa yang pipis dilantai dan saya harus membersihkannya". Namun hal itu sangat jarang ia alami, karena memang lansia yang diterima adalah lansia yang bisa jalan sendiri.
Rasa kekeluargaan yang sangat terasa membuatnya semakin betah. Dimana tak pernah ia temui ditempat kerjanya yang lain. Bahkan tak jarang pengurus memberi masukan apabila ada masalah, meskipun masalah yang ia hadapi bersifat personal.
Ia berharap kedepannya ada donatur tetap yang membantu yayasan, agar terpenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk para lansia binaan di dalam maupun di luar panti.
Dari kisah diatas, dapat kita tahu sekilas dimana meski kesulitan terkadang mereka hadapi, namun keyakinan yang kuat membuat mereka mampu bertahan pada pilihan tersebut. Ada kepuasan secara emosional yang agak sukar diukur dengan materi, yang mungkin hanya mereka yang dapat merasakan dan mendefinisikannya secara jelas.
Semoga sedikit-banyak dapat kita petik pelajaran dari kisah ini.
(Neta Mau'izhatul Huda)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H