Seluruh keluarga panik dan dibawalah adikku ke rumah sakit terdekat. Ia langsung dilarikan ke UGD dan dengan obat suntikan dokter ia langsung berhenti tidak kejang-kejang lagi, namun kondisinya tidak sadarkan diri.
Putri juga sebelum insiden itu terjadi, ia sering dibawa periksa ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter anak. Dokter memiliki diagnosis sama seperti bidan di desa yang meyakini adekku mengalami sindrom autis dan hiperaktif. Sehingga penanganannya pun hanya disarankan untuk melakukan terapi di antaranya fisioterapi dan terapi wicara, karena saat itu Putri belum juga dapat berbicara.
Beberapa tahun kemudian setelah diterapi tidak memberikan hasil yang signifikan. Mamah memiliki anak lagi, Putri memiliki adik. Mamah tidak sempat lagi membawa Putri untuk rutin terapi lagi.
Sampai adik Putri besar baru ia diterapi lagi, namun kondisi dalam diri Putri masih sama. Ia belum bisa bicara/komunikasi, tidak dapat fokus terhadap suatu hal, sering asik dengan dunianya sendiri, perubahan moodnya sangat cepat berubah, dan susah untuk dikendalikan.
Putri diperiksa kembali oleh dokter anak dan hasil diagnosis sama. Tindakan yang dilakukan pun sama Putri hanya mendapatkan terapi. Saat itu aku masih SMA masih dapat membantu Mamah menjaga dan menemani Putri selama di RS.Â
Namun setelah aku lulus SMA dan kuliah, Putri tidak lagi dapat dibawa ke mana-mana. Sebab semakin sulit menjaganya di tempat luar rumah dan keramaian, apalagi jika mamah menjaganya sendirian. Putri di rumah saja, tidak pernah melakukan terapi lagi.
Ya, memang terapi itu tidak menyembuhkan adikku menjadi normal seperti anak seusianya. Namun benar kata dokter bahwa terapi itu berguna untuk mencegah perilaku Putri supaya dapat dikondisikan atau mengurangi dampak dari sindrom autis dan hiperaktifnya. Gangguan ini memang gangguan sejak di dalam kandungan, jadi tidak dapat disembuhkan. Hanya dapat dicegah agar anak yang mengalami gangguan tersebut dapat hidup normal terhindar dari dampak-dampaknya.
Kemudian, setelah Putri berusia 15 tahun. Ada kejadian yang menimpa kakaknya, tidak lain yaitu aku. Aku mengalami kecelakaan hingga patah tulang, seperti yang aku ceritakan di dalam artikel yang telah aku tayangkan sebelum ini. Putri memukul pundakku yang memang masih memiliki luka bekas oprasi pemasangan pen pada tulang clavicula.Â
Akhirnya pundakku mengalami nyeri dan bengkak. Lalu aku pergi ke dokter spesialis tulangku. Dokter terheran-heran setelah tau alasan sakitku. Ia tanya adikku usia berapa sampai pukulannya membuat lukaku bengkak.
Dokter terheran-heran saat aku menceritakan tentang adikku. Langsung ia menyatakan bahwa adikku mengalami salah diagnosis dokter sebelumnya. Menurutnya yang memang pernah meneliti kasus yang sama seperti adikku. Adikku mengalami gangguan ADHD.Â
ADHD merupakan gangguan sistem syaraf yang mengakibatkan penderitanya tidak dapat fokus. Jika autis justru penderitanya akan sangat fokus pada suatu hal, begitu tambahnya.