Dari desa Pajinian, menggunakan mobil pick up ke Desa Pledo, tepatnya di Pukatukan, lokasi ladang Mama Maria Lipat Usen menghabiskan waktu tempuh kurang lebih dua jam.
Ya, jaraknya cukup jauh. Kondisi jalan masuk menuju ladang agak sempit untuk kendaraan roda empat. Tak ada semenisasi. Bila hujan, sangat sulit dilewati. Tentu sangat becek.
Tapi, puji Tuhan, hari begitu cerah. Tak ada hambatan sepanjang jalan, hingga tiba di lokasi. Satu persatu turun dari mobil dengan napas legah.
Mama Maria Lipat Usen menyambut dengan senyum sumringah di wajah. Jurnalis media Reuters Foundation sigap menodong kamera, melakukan peliputan.
Tak ada gestur canggung ketika disorot kamera. Rupanya sudah kesekian kalinya bagi Mama Maria Lipat Usen mendapat kunjungan pekerja Pers.
Mama Maria Lipat Usen dan Mama Maria Loretha langsung membuka obrolan perihal hasil panen tanaman pangan, dengan segala tantangan perubahan iklim yang kian nyata.
Bukan hanya memiliki nama depan yang sama, namun kedua perempuan tangguh ini sama-sama mencintai pangan lokal, seperti tanaman sorgum, dll. Mereka bertemu karena Sorgum.
Mama Maria Loretha sudah lama menggeluti dunia sorgum. Ya, kurang lebih sudah dua belas tahun. Sementara Mama Maria Lipat Usen mulai menanam Sorgum sejak tahun 2019.
Di bawah Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel), Mama Maria Loretha terus memotifasi, dan melakukan pendampingan kepada para petani. Sejak masa tanam hingga pasca panen dan pemasaran.
Karena rasa cintanya terhadap pangan lokal yang bergizi tinggi ini, ia bersama sang suami, Yeremias Letor kemudian mendirikan Yayasan Sekolah Agro Sorgum Flores (Yasores) dengan berbagai program pemberdayaan di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H