Saat itu seorang sahabat menulis sebuah puisi tentang rasa hatinya pada seseorang. Entah mengapa puisi ini hanya disimpan, kisahnya dengan dia yang tak pernah bisa hilang dari hatinya.
Dan saya coba untuk menambah nyawa di puisi ini dan mempertebal rasa.
Kalau dibaca baris demi baris, tenang dan perlahan kita dapat merasakannya.
Hujan Yang Kurindu
Senja diujung Timur,
gelap menggantung,
awan berselimut malam
mentari menyelusup dibalik kelam
Tampak air langit mendekap bumi
teringat aku pada waktu lalu
sosok wajah menyapa,
sendu,
dan mendekap rindu
pada tembang hujan
Kamu adalah rindu yang sunyi,
selalu hadir diantara petir
hujan dan senja,
menghantamku bertubi-tubi...
Dan
aku tersepai
tersungkur dalam tiraimu yang menderas
Kamu adalah hujan yang kurindu,
tanpa syarat dan batas,
yang selalu mengukir cerita
di setiap senja
Walau kuterluka
Saat merinduimu,
asmarakah?
Aku berlari mendekap senja yang basah,
diantara petrikor
mencari wajahmu diantara rerumputan
mencumbui senyummu ditirai gemuruh
Dan kali ini,
Senja dalam hujan berbalut rindu
Aku teringat masa kita bertemu
Karena kamu adalah senja yang lama
pada hujan yang merindu
Ujung Timur, di sebuah masa
==========
Tersepai: berpecah menjadi kecil-kecil
Petrikor: aroma alami dari tanah saat hujan turun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H