Mohon tunggu...
Timtim Files
Timtim Files Mohon Tunggu... Guru - Fokus Timtim "Si Anak Emas" Orde Baru

Timtim Files adalah WNI yang sedang belajar dan berbagi kisah sejarah dan masa lalu Timor Timur (Timor Leste)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia Ada di Sana! Menjadi Saksi Hidup Masuk dan Keluarnya Timtim dari Indonesia (Untold Story-nya Kiki)

18 Maret 2023   21:04 Diperbarui: 20 Maret 2023   21:43 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Timor Timur: The Untold Story

Kabar gembira bagi mantan propinsi Indonesia ke-27 jaman Orde Baru ! 

Timor Leste akhirnya diakui oleh 10 kepala negara anggota ASEAN sebagai anggota ke-11 ASEAN. Warta itu hiasi berita nasional di Nopember 2022. Buku yang akan dikupas memang bicara tentang Timor Leste, namun bukan kondisi terkini soal ASEAN tersebut akan tetapi ketika dulu bernama Timor Timur dan hidup bersama "merah putih" dalam bingkai NKRI (negara Kesatuan Republik Indonesia).

Buku yang ditulis dan dikisahkan sendiri oleh Kiki Syahnakri membentang dalam waktu 24 tahun, yakni sejak 1975-1999. Dikisahkan bagaimana krisis 1975 yang terjadi di Pulau Timor khususnya dibagian Timur telah membuat dirinya secara sadar waspada, untuk kemanusiaan karena banyaknya pengungsi, dan pertahanan negara disebabkan serangan Fretilin. Ya, Kiki di tahun 1975 sedang ditugaskan diperbatasan antara NTT dengan Timor Portugis.

Negara yang selama 500-an tahun dibawah penjajahan Portugis mengalami gejolak politik sebagai ekses dari keputusan negara induk untuk melakukan dekolonisasi. Parahnya, proses yang panas dan keras itu, ditanggapi kekuatan Portugis yang masih ada dengan cara meninggalkan Dili, keluar menuju pulau kecil di luar pulau Timor. Kontan, Dili yang menjadi simbol pusat pergolakan juga kekuatan antar partai yang bertikai, berubah cepat menjadi "perang saudara" antar sesama orang Timor. Mereka berperang layaknya lawan tak saling kenal, antara partai Fretilin yang berhaluan kekiri-kirian dan ingin merdeka melawan saudaranya dipartai UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalista yang memiliki keputusan untuk bergabung (integrasi) dengan Indonesia.

Kekuatan integrasi kaum Timor ini terdesak hingga ke perbatasan, dan tembakan senjata Fretilin juga mortir nyasar ke dalam wilayah Indonesia, dan Kiki membalasnya. Inilah pengalaman pertamanya bersentuhan dengan Timor Portugis, kelak setelah berintegrasi berganti nama menjadi Timor Timur (Timtim). Wilayah ini menjadi propinsi ke-27 "termuda" dijaman Orde Baru diawali dengan Deklarasi Balibo 30 Nopember 1975.

Sejak saat itu, Kiki menjadi pelaku dan saksi akan lika-liku perjalanan Timtim bersama Indonesia. Kedekatannya dengan berbagai kalangan orang Timor, diperkuat dengan  modal kemampuan bahasa lokalnya yang terbilang bagus, yaitu bahasa Tetum. Kelihaian bahasanya diperkuat dengan kepribadian yang nyatanya banyak diterima berbagai pihak, dari prajurit lokal orang Timtim hingga pemimpin gerja yang paling utama, yaitu Uskup Belo.

Di luar itu, diceritakan pula konflik dengan menantu Presiden Suharto yang bersinar ketika itu, Prabowo (hlm.192-202), terkait kebijakan menghadapi kaum demonstran anti integrasi (pro kemerdekaan). Lalu, yang sedikit dialami dan diketahui orang banyak, yaitu bagaimana Kiki menceritakan praktik-praktik yang menjurus kepada kecurangan dalam proses referendum 1999 yang menentukan Timtim lepas dari Indonesia (hlm.222-230).

Lebih jauh, berdasarkan pengalamannya di Timtim, dia menguraikan apa saja yang menjadi penyebab akhirnya wilayah penghasil kayu cendana terbaik itu bukan lagi sebagai propinsi (milik) Indonesia. Cakupannya tentu saja amat luas, namun "ulah kita sendirilah" yang mendapat fokus paling banyak. Uraian yang sebenarnya merupakan "cermin" bagi Indonesia sebagai bangsa, pemerintahan, sekaligus kekuatan militer, mengajak kita untuk lebih "membumi" dalam memahami apa yang sedang terjadi dimanapun kita berpijak.

Indonesia ketika jaman Orde Baru yang amat militeristik, keseragaman, hingga masuk ke ranah sipil, tidak selamanya baik diterima oleh rakyat Timtim. Kearifan lokal dipinggirkan serta tak dilestarikan terutama yang dianggap tidak sesuai semangat persatuan. Semuanya terlihat disamaratakan menjadi "serupa" seperti diseluruh propinsi lainnya di Indonesia, padahal Indonesia sadar bahwa Timtim bergabung setelah 30 tahun NKRI merdeka, dan wilayahnya bukan jajahan Belanda seperti daerah Indonesia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun