Mohon tunggu...
Tim PKM RSH UNS 2022
Tim PKM RSH UNS 2022 Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa/Peneliti

Kami merupakan tim peneliti PKM RSH dari UNS

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Menangani Temper Tantrum Anak Autis dengan Pelukan

25 September 2022   21:49 Diperbarui: 25 September 2022   21:52 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://pixabay.com/

Menangani Temper Tantrum Anak Autis dengan Pelukan

Menurut Center for Disease Control and Prevention, prevalensi peningkatan penderita autis terjadi dari 1:150 pada tahun 2000 menjadi 1:54 pada 2016 (dalam Salsabila, et al., 2021). Hal tersebut mengartikan bahwa terus terjadi peningkatan penderita autis dari tahun ke tahun, sehingga fenomena tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus.

Apa itu temper tantrum pada anak autis?

Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autis merupakan gangguan perkembangan kompleks yang dapat memengaruhi berbagai kemampuan si penyandang, mulai dari kemampuan sosialisasi, komunikasi, perilaku yang repetitif (berulang), emosi, dan gangguan perkembangan yang lainnya. Autisme menyerang sistem saraf karena faktor genetik (Sopandi & Khairi, 2020).

Salah satu karakteristik dari anak autis adalah temper tantrum. Temper tantrum merupakan ledakan kemarahan yang intens, kecemburuan, dan ketakutan irasional karena adanya kerusakan otak yang mengakibatkan anak autis tidak dapat mengontrol dan mengomunikasikan emosinya dengan baik. 

Temper tantrum yang terjadi pada anak autis, seperti menangis secara berlebih, berguling, memukul benda di sekitar, dan berteriak. Temper tantrum ini akan muncul ketika mereka merasa berada dalam situasi stres dan takut ketika terdapat stimulus yang bertindak pada saraf sensoriknya (Jati, et al., 2012). Dengan kata lain, temper tantrum terjadi sebagai wujud komunikasi akan emosi yang dirasakan oleh penyandang autis.  

Hal-hal yang kerapkali memicu temper tantrum, seperti adanya larangan yang diciptakan lingkungan, seperti orang tua, guru, atau pengasuh. Misalkan ketika anak memiliki keinginan untuk tetap menggunakan ponsel meskipun screen time yang sudah ditetapkan sudah habis; ingin memakan mie instan tetapi tidak dituruti; atau ingin memakan snack namun dilarang. 

Selain itu, suasana yang tidak terduga, seperti mendengar suara keras yang bersumber dari kendaraan bermotor, lampu yang mati secara tiba-tiba, ketika anak merasa jauh dan ingin selalu dekat dengan orang yang membuatnya nyaman seperti sang ibu, atau pun pemberian tugas kepada anak juga dapat memicu temper tantrum.

Lalu bagaimana cara menangani temper tantrum pada anak autis?

Telah banyak penelitian dan strategi pendekatan yang telah dikembangkan untuk menangani temper tantrum anak autis. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain sebagai berikut. 

1. Pendekatan fisiologis 

Pendekatan fisiologis dilakukan dengan menggunakan efek sensory story untuk menurunkan temper tantrum anak autis dengan kesulitan modulasi sensorik (Jati, et al., 2012). Selain itu, sentuhan fisik berupa pelukan terbukti efektif mereduksi emosi anak autis karena memberikan efek rasa tenang, aman, dan terlindungi (Alawiyah & Salsabila, 2021). 

2. Pendekatan kognitif

Penanganan berikutnya dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran (Rahmahtrisilvia, 2010).  

Sebaiknya, dalam menerapkan pengembangan strategi pembelajaran untuk mengatasi perilaku tantrum autistik, para guru memerhatikan hal-hal seperti: (a) Penggunaan sarana atau ruangan yang tepat bagi anak autistik yang tantrum berupa ruangan yang bebas distraksi, lebih luas, dan aman dengan melapisi dinding menggunakan busa pengaman. (b) Perencanaan pembelajaran hendaknya berdasarkan kondisi dan perkembangan individu anak. (c) Guru hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran menciptakan suasana pembelajaran yang hangat.

3. Pendekatan Spiritual

Pendekatan spiritual telah dilakukan dengan menerapkan terapi audio murottal Al-Qur'an (Azzahid, et al., 2022; Sidhi, 2020). Selanjutnya, pendekatan spiritual terbaru dilakukan dengan berdasarkan pada hadits Rasulullah SAW, yakni "Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah" (HR. Abu Daud).

Hal tersebut menunjukkan jika dengan berdiri seseorang memungkinkan menyalurkan marahnya dengan memukul, maka dengan posisi duduk peluang tersebut akan berkurang, apalagi dalam posisi berbaring. 

Dengan kata lain, perubahan posisi tubuh dapat mengatur kestabilan emosi seseorang. Begitu pula pada anak autis yang sedang temper tantrum, kesempatan untuk melakukan hal membahayakan lebih besar ketika dalam posisi berdiri daripada posisi duduk atau berbaring.

Lalu, bagaimana pelukan dapat menurunkan temper tantrum anak autis?

Ketika anak autis mengalami temper tantrum, otak akan memberikan sinyal ke tubuh untuk bereaksi. Otak akan mengirimkan sinyal ke kelenjar adrenal di ginjal untuk melepaskan hormon adrenaline, sehingga jumlah adrenaline dalam darah dan kortisol meningkat. 

Sehingga, yang terjadi adalah kinerja jantung meningkat, pembuluh darah menyempit, detak jantung lebih cepat, sehingga jantung lebih cepat berdebar. Hal ini yang membuat badan menjadi kaku, menjerit, memukul, menendang, melempar, berteriak, menghentak-hentakkan kaki, menangis, mendekati diri, menjauh, dan menurunkan tubuh (Wigati, 2013).

Ketika anak autis mulai tantrum, baik orang tua, pengasuh, guru, atau pun terapis dapat memberikan pelukan dan usapan kepada mereka. Pelukan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau pengasuh anak autis memberikan efek rasa nyaman. 

Dengan pelukan yang diperoleh, anak autis akan merasa disayangi dan dipenuhi kebutuhan afeksinya, sehingga merangsang produksi hormon oksitosin dan membuat hormon kortisol menurun. Hal ini akan menimbulkan perasaan tenang pada individu (Nurlina, 2019).

Ketika saat berdiri dan dipeluk masih belum dapat mengatasi temper tantrum secara sepenuhnya, orang tua, pengasuh, guru, atau terapis yang menangani dapat mengarahkan anak tersebut untuk berada pada posisi duduk atau tidur. 

Anak autis yang temper tantrum kemudian didudukkan bahkan diposisikan tidur, yang mana posisi tubuh lebih rendah dari posisi berdiri dan dipeluk, kolom orthostatic menurun, gradien tekanan menurun, sehingga heart rate mulai normal. 

Hal tersebut sehingga lebih menurunkan temper tantrum pada anak autis. Menurut Herawati (dalam Lestari et al., 2021), menangani temper tantrum dapat dilakukan dengan berusaha tenang, mengidentifikasi temper tantrum, membantu anak menyatakan keinginannya, memberikan alternatif penyelesaian, dan memberikan pelukan cinta.

Selanjutnya, pelukan dapat menurunkan temper tantrum anak autis. Ketika anak autis diberikan pelukan, anak akan melepaskan hormon oksitosin sehingga anak autis akan berangsur tenang. Pengaturan posisi tubuh duduk dan berbaring memberikan penurunan kolom orthostatic sehingga tekanan darah semakin menurun. Hal ini terjadi ketika pengaturan posisi tubuh diberikan kepada anak autis yang mengalami temper tantrum.

Meski demikian, yang perlu ditekankan, diperhatikan, dan dijadikan catatan adalah dalam menangani anak autis yang temper tantrum, anak juga perlu dijauhkan dari tugas. Temper tantrum cenderung konstan terjadi ketika anak terpacu dengan tugas yang diberikan. 

Ketika tugas dijauhkan dan pelukan serta pengaturan posisi duduk dan berbaring diberikan, maka respons dari anak menjadi lebih tenang, tantrum berkurang, dan berangsur hilang. 

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa tuntutan tugas akan menjadi sumber stres siswa. Akhirnya, tugas tersebut dimaknai sebagai hal negatif yang harus dihadapi sehingga menimbulkan situasi yang menekan (Mahmudah, H., et al., 2019)

Dari sini kita bisa simpulkan, memang hadits yang Rasulullah SAW sampaikan memang benar adanya. MasyaaAllah Tabaarakallah.

Referensi:

Alawiyah, I. & Salsabila, 2021. The effectiveness of physical touch for tantrum treatment on autistics child. Jurnal Hawa, 3(2), pp. 74-84.

Azzahid, A., Muliadi, M., & Rismanto, F., 2022. Terapi Audio Murotal Al-Qur'an terhadap Emosi Anak Autis (Studi Kasus SD Plus Al-Ghifari). Jurnal Riset Agama, 2(1), 147-161.

Jati, S.N., Widyorini, E. and Roswita, M.Y., 2012. Efek sensory story terhadap penurunan perilaku temper tantrum pada anak autis dengan kesulitan modulasi sensorik. Prediksi Kajian Ilmiah Psikologi, 1(2), pp.234-238.

Khairi, Z. and Sopandi, A.A., 2020. Upaya keluarga dalam menangani perilaku temper tantrum pada anak autis kelas VI di SLB negeri 1 padang. Ranah Research: Journal of Multidisciplinary Research and Development, 2(2), pp.111-116.

Lestari, W.A., Putri, C.E., Sugiarti, R. and Suhariadi, F., 2021. Pengelolaan perilaku tantrum oleh ibu terhadap anak usia 12-48 bulan. Proyeksi: Jurnal Psikologi, 16(2).

Mahmudah, H., et al., 2019. Hubungan antara kelekatan anak-orang tua dengan stres akademik pada siswa sd n srondol wetan 02 semarang dengan sistem pembelajaran full day school. Jurnal Empati, 7(4), pp.1160-1169.

Nurlina, N., 2019. Peran orang tua dalam pembentukan kepribadian anak di era digital. AN-NISA: Jurnal Studi Gender dan Anak, 12(1), pp.549-559.

Rahmahtrisilvia, R., 2010. Strategi Pembelajaran Untuk Mengatasi Perilaku Tantrum Pada Anak Autistik. Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 10(2), pp.1-10.

Salsabila, D. R. et al., 2021. Sistem pendeteksi gejala awal tantrum pada anak autisme melalui ekspresi wajah dengan convolutional neural network. JITCE (Journal of Information Technology and Computer Engineering), 05(02), pp. 93-106.

Sidhi, R.A.S., 2020. Pengaruh mendengarkan murottal al-qur'an terhadap penurunan temper-tantrum pada anak autis. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wigati, I., 2013. Teori kompensasi marah dalam perspektif psikologi Islam. Ta'dib: Jurnal Pendidikan Islam, 18(02), 193-214.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun