Maunya tetap terupdate agar tidak dibilang KUDET alias kurang update. Maka tiap jam 15.30 saya sudah bersiap membuka TV News untuk melihat jumpa pers yang diadakan oleh Bapak Achmad Yurianto berkaitan perkembangan terkini pasien terinfeksi, meninggal dan sembuh dari Covid-19. Bangun tidur juga saya tidak lupa cek media online dan Group WA mengenai perkembangan Covid-19 baik yang terjadi di luar negeri maupun dalam negeri.
Setelah seminggu, hasilnya sudah terlihat, kepala terasa pusing, perasaan bercampur aduk antara sedih, takut, dan kuatir. Malam hari, walaupun mata terpejam tetap sulit tertidur. Malam itu, waktu sudah menunjukkan pukul 2.00 diri hari, saya tetap tidak bisa tidur. Usaha menghitung 1 – 100 ala Mr. Beans yang katanya bisa menjadi solusi mengatasi Insomnia pun sudah dilakukan, hasilnya tetap tidak bisa tidur. Besoknya badan terasa kurang enak, kepala bagai baal, menangis tidak bisa, dibilang sedih juga, tidak. Di tuduh takut dan kuatir juga, tidak. Apa yang terjadi denganku?
Betapa kagetnya, setelah mendengar penjelasan dari Dokter Spesialis Kejiwaan, dr Andri, SpKJ,FACLP bahwa saya sudah mengalami apa yang disebut Psikosomatik tubuh sebagai reaksi dari pusat rasa cemas atau Amygdala. Penyebabnya adalah karena KECEMASAN yang dipicu oleh berita-berita yang terus menerus terkait Covid-19 ini. Dr Andri melanjutkan penjelasannya dengan berkata bahwa “Kadang-kadang sehabis membaca berita atau cerita tentang gejala Virus #Corona atau #COVID-19 dan tiba-tiba kita merasa tenggorokan kita agak gatal, nyeri dan merasa agak sedikit meriang walaupun suhu tubuh normal.” Semua penjelasan tersebut saya dapat di twitter dr. Andri.
Muncul pertanyaan dalam diri saya. apakah saya sudah seperti Petrus yang telah tenggelam ke dalam air karena tiupan angin hingga harus berteriak, tolonglah ! saya merasa sudah ditenggelamkan oleh air kecemasan akibat pusaran angin berita Covid-19 yang menerpa saya hingga membuat pijakkan Firman Tuhan yang selama ini menjadi tempatku berdiri agar tetap memandang Yesus berpindah pada Covid-19. Kalau Petrus Cuma tenggelam, saya mungkin sudah kelelep oleh air kecemasan. Saya jadi berpikir, jangan-jangan yang membunuh saya bukan Covid-19 tetapi kecemasan dan ketakutan akan Covid-19 yang akhirnya menurunkan imun tubuh kita membuat kita mudah terpapar Covid-19.
Akhirnya, seperti Petrus saya berteriak; “Tuhan tolonglah…..aku Tenggelam !.” Lalu tangan lembut-Nya tapi kuat menarikku hingga aku mampu berdiri lagi. Sambil Dia berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau Cemas? (Matius 14:31)."
Ada beberapa hal yang sudah saya lakukan agar keluar dari air kecemasan yang sudah menenggelamkan saya hingga saya bisa kembali berpijak atas dasar Firman Tuhan. Kiranya ini menjadi masukan bagi saudara:
1. Perbanyak membaca Firman Tuhan melebihi membaca info Covid-19.
Saat ini, kita tidak perlu mencari info Covid-19 lagi karena info Covid-19 akan datang menyerbu kita seperti angin yang tidak dapat kita hindari. Lihat lah pada saat bangun, di Group WA sudah ada 200 -500 pesan tentang covid-19 bagaikan badai yang siap menyerbu kita melebihi ayat-ayat Firman Tuhan yang kita baca dalam 1 jam hanya 50 ayat atau lebih.
Kemudian saat kita keluar rumah untuk belanja kebutuhan, terlihat banyak toko tutup, jalan agak sepi tidak seperti biasanya. Pada saat masuk minimarket, dikening sudah di tembak dengan alat pengukur suhu dan diberi cairan disinfektan. Saat masuk gerbang perumahan kita juga harus melewati bilik disinfektan. Sesampai dirumah juga ada protokorel yang sudah disepakati bersama bahwa kita tidak boleh pegang ini dan itu harus langsung mandi dan keramas. Semua hal itu seperti angin yang bertiup ke arah kita, yang akan membuat kita tenggelam dalam kecemasan dan ketakutan sehingga Kristus yang tidak pernah meninggalkan kita sudah tidak terlihat oleh mata iman kita.
Oleh karena, merasa tidak cukup hanya membaca maka Firman Tuhan saya mendownload Audio Bible di Playstore dan mendengarnya sehingga arus Firman Tuhan bisa menerpa saya melebihi angin badai info Covid-19.
Ingat, kapal tengelam bukan karena dikeliling air laut tetapi karena kita membiarkan air masuk ke kapal. Demikian juga, kita akan tenggelam mati oleh kecemasan dan ketakutan bukan oleh karena Covid-19 tetapi oleh kecemasan dan ketakutan. Hal itu terlihat dari kesaksisan dari beberapa saudara seiman kita yang sembuh dari Covid-19. Imun tubuh mereka naik saat mereka mempunyai harapan dan iman setelah membaca Firman Tuhan.
Maka saran saya pada saat ini baca dan dengarlah kitab Mazmur berulang-ulang dan sebanyak-banyaknya, karena kitab ini banyak mewakili kita. Di dalamnya ada keluhan Pemazmur dan pertanyaan dari pemazmur tentang kapan penderitaan ini berlalu. Tentu itu menjadi keluhan dan pertanyaan kita juga, bukan? Yang menarik dalam Mazmur adalah Pemazmur sekalipun, dia mengeluh tetapi dia tetap menunjukkan iman kepada Allah dengan berkata bahwa tidak ada Allah seperti Allah kita (Mz 86:8). Dia tetap memuji Allah sebagai Allah yang dapat dipercaya dengan mengakui bahwa hanya Allah yang bisa membuat jiwanya bersukacita dan berlimpah kasih setia-Nya (ayat 4-5).
Kita juga bisa menyanyi karena menyanyi bisa meningkatkan imun tubuh kita. Seperti pemazmur katakan “Hati yang gembira adalah obat.” Tentu tidak dalam 1 hari psikosomatis langsung lenyap, jika kita rutin berusaha, 3 hari suasana hati kita sudah bisa normal. Akhirnya, kepala saya yang penuh dengan kabut. Mulai terhapus oleh aliran Firman Tuhan yang mengalir masuk ke dalam hati ku. Karena saat kita memandang wajah Tuhan, pada waktu bangun kita menjadi puas dengan rupa Tuhan. Mz 17:15”
2. Berusaha Menemukan Potensi di tengah Covid-19.
Saya memutuskan tidak mau lagi ditenggelamkan oleh air kecemasan yang dihempas angin berita Covid-19. Saya mau memakai angin Covid-19 agar saya bisa berlayar menuju ke tempat yang Tuhan inginkan.
Saya bukan orang yang suka dan pede menulis. Selama 23 tahun pelayanan, selain berkhotbah tidak satupun tulisan yang saya buat. Tetapi saat ini saya berkata pada diri saya: "Tuhan tolonglah aku, saya tidak mau ditenggelam oleh situasi ini. Saya harus mencoba mendapatkan sesuatu melalui Covid-19 ini." Heran sekali terasa ada dorongan untuk menulis dan ide itu terus muncul dikepala tanpa saya bisa bendung.
Mungkin anda memiliki potensi yang selama ini tersimpan. Apapun itu coba temukan dan kembangkan. Bukankah minyak zaitun justru dihasilkan pada saat buahnya diperas.
3. Saatnya menjadi Mata air untuk Mengaliri orang lain
Saat ini kita berada dalam keadaan yang sama yaitu seperti pemazmur jelaskan, hidup yang dekat dengan dunia orang mati Mz 88:3. Bahkan mungkin seperti pemazmur katakan lagi, kita termasuk orang-orang yang turun ke liang kubur, bahkan seperti tidak berkekuatan Mz 88:4. Karena tinggal diantara orang mati.
Kita merasa memiliki alasan untuk tidak melakukan apa-apa karena kita semua berada dalam keadaan seperti dunia orang mati. Bukankah itu yang kita pikirkan? Apakah saya akan mati? Apakah orang dekat saya akan mati? Apalagi Perdana Mentri Prancis berkata: "Jangan heran kalau saat ini tiba-tiba orang yang anda kasihi meninggal." Akan tetapi, saya ditegur oleh pemazmur yang mengingatkan kita agar mencari pertolongan hanya kepada Allah karena hanya Dia yang bisa mengubah gunung batu menjadi kolam air dan batu yang keras menjadi mata air (Mz. 114:8).
Saat inilah kita bisa menjadi sumber mata air untuk menguatkan dan meneguhkan orang lain yang sedang hilang semangat. Atau jika pinjam istilah dari Henry Nouwen sebagai Wounded Healer.
Salam Damai
Ev. Timotius Cong
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H