Belum lagi mekanisme pembiayaan yang diterapkan. Semula hunian untuk masyarakat berpenghasilan Rp 4-7 juta akan tetapi kini berganti menjadi Rp 14 juta.
Berubahnya kebijakan memperlihatkan ketidakseriusan Anies terhadap janji kampanye dan dalam mengatasi masalah hunian bagi masyarakat di Jakarta. Apalagi nilai UMR yang diterima masyarakat jauh dibawah Rp 14 juta.
Otomatis kondisi ini malah semakin mempersulit masyarakat dengan ekonomi 'pas-pasan' untuk memiliki hunian layak. Kemudian proyek sumur resapan di tahun 2018.
Target awal Pemprov DKI Jakarta mau membangun 1,8 juta sumur resapan. Sayangnya yang berjalan hanya 1 persen dari target dan itu pun setelah program berjalan selama tiga tahun.
Nilai anggarannya pun fantastis, yakni mencapai Rp 411 miliar untuk 16 ribuan titik sumur resapan. Disamping itu penanganan banjir di Jakarta hanya berfokus pada betonisasi.
Padahal seharusnya Pemprov DKI Jakarta juga fokus untuk menghilangkan hambatan aliran dari hulu ke hilir. Pasalnya masalah umum di Jakarta adalah pendangkalan kali atau sungai akibat timbunan sampah.
Anies juga dinilai agak lamban dalam menangani kasus Covid-19. Dimana pelaksanaan vaksin bagi kelompok prioritas lambat hingga banyaknya penyelewengan booster vaksin bagi yang tidak berhak.
Berkaca dari beberapa contoh kasus ini, rasanya Anies perlu berbenah diri jika memang mau menang dalam Pilkada DKI Jakarta periode kali ini. Ibaratnya jangan hanya jadi seperti pepatah lama 'tong kosong nyaring bunyinya'.
Banyak program, banyak janji manis bagi masyarakat tapi kenyataannya malah pahit. Coba benahi program dan realisasikan dalam jumlah yang masif, sehingga banyak masyarakat yang merasakan manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H