Namun ternyata ketiga partai itu tak ada yang menjadi pelabuhan terakhir Anies. Dia malah tampak seperti kutu loncat, karena sekali lagi ia berpindah partai.
Tanpa malu-malu kini Anies mencari peruntungan ke PDIP. Padahal banyak pihak yang berpendapat bahwa ideologi Anies dan PDIP kerap berseberangan.
kolaborasi Anies dan PDIP ini, sebenarnya juga bisa membuat perpecahan suara loyalis Anies atau basis pendukung jika diusung oleh PDIP. Alasannya tentu karena kekecewaan terhadap sikap Anies yang plin-plan.
Entahlah apa pada akhirnya PDIP mau meminang Anies atau malah mengacuhkannya lagi seperti partai lainnya. Apalagi mengingat kebiasaan Anies yang suka menjadi kutu loncat.
Jangan berpikir setiap partai mau mengusung para politisi kutu loncat dengan mudah. Sebab tak semua pemimpin partai menyukai etika berpolitik seperti itu.
Kerap kali mereka juga cenderung mempertimbangkan sosok politisi yang loyal terhadap partai. Istilahnya bukan anak kemarin sore yang tiba-tiba nyelonong dan minta tolong ketika ada maunya.
Ditambah lagi Anies sendiri sudah memiliki sejumlah rekam jejak buruk sebagai pemimpin DKI Jakarta di era sebelumnya. Tentunya itu menjadi poin penilaian tambahan bagi partai apapun yang mau meminang Anies.
Berikut sejumlah program kerja yang gagal dijalankannya:
Kinerja Anies Jadi Gubernur di Periode Pertama
Misalnya Program OK-OCE pada tahun 2017. Dari target melahirkan 200 ribu wirausahawan malah hanya terealisasikan 3 persen atau kira-kira 6 ribu orang.
Program tersebut pun sempat stagnan akibat pengunduran diri Sandiaga Uno dari posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kemudian program rumah DP Rp 0 di tahun 2018. Dari target pembangunan hunian sekitar 200 ribuan malah dipangkas hingga 10 ribu unit saja.