Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mampukah MK Bersikap Netral dalam Menyelesaikan Sengketa Pilpres 2024?

21 April 2024   12:25 Diperbarui: 21 April 2024   12:28 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan presiden (Pilpres) 2024 memang telah usai. Namun bukan berarti tak ada persoalan dibaliknya.

Kini hasil Pilpres 2024 tengah memasuki babak baru. Yakni jadi sengketa yang kini sedang digugat oleh kubu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasannya tentu karena pada Pilpres kemarin dinilai banyak kecurangan hingga adanya pengubahan syarat usia pencalonan presiden. Ditambah lagi adanya keikutsertaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2024 dengan menggerakkan aparat serta bantuan sosial (bansos) untuk memenangkan satu kandidat.

Tak heran bila di kemudian hari timbul dugaan adanya kecurangan di Pilpres kali ini dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif. Apalagi kondisi ini hanya menguntungkan bagi salah satu pasangan calon (paslon) presiden saja.

Seperti kita ketahui, dari hasil hitung cepat di berbagai lembaga survey mencatatkan bahwa paslon nomor urut 2, yakni Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka unggul dan berpotensi menang satu putaran.

Berkaca dari persoalan itu, kubu Ganjar dan Anies menginginkan agar Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diulang dan Gibran didiskualifikasi.

Sebagai peradilan negeri tertinggi, MK pun sudah mulai menggelar sidang sengketa Pilpres 2024 sejak akhir Maret lalu. Ada delapan hakim yang mengadili perkara tersebut.

Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo. Sementara ketujuh hakim konstitusi lain yang terdiri dari Saldi Isra, Arief Hidayat, Daniel YP Foekh, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, Enny Nurbaningsih Dan Asrul Sani.

Disamping mendengarkan permohonan pemohon, sejumlah menteri ikut dipanggil untuk pemeriksaan keterangan. Ada empat menteri, yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini Dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto.

Pemanggilan ini bisa menjadi bentuk konfirmasi, ada atau tidaknya dugaan politisasi bansos dari Jokowi seperti yang dituduhkan paslon nomor urut 1 Anies  - Muhaimin  dan paslon nomor urut 3 Ganjar - Mahfud MD.

Apa ada tekanan dan pemaksaan dari Presiden agar para menteri mau mengucurkan anggaran negara untuk membantu pemenangan paslon nomor urut 2 Prabowo - Gibran. Selain dari keempat menteri tadi, ada baiknya MK juga memanggil Jokowi.

Berkaitan dengan Pasal 17 UUD 1945 Dan Pasal 3 UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara. Yakni kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab ke presiden.

Berkaca dari pasal itu, tentu tak ada jajaran menteri yang bekerja tanpa sepengetahuan presiden. Namun sayangnya dalam pemanggilan para menteri itu hanya hakim konstitusi yang bisa menggelontorkan pertanyaan.

Hal ini jadi terkesan janggal. Sebab MK membatasi pertanyaan, padahal para saksi lain memiliki hak sama di mata hukum.

Terlepas dari itu, demi mengusut kecurangan Pilpres 2024, ada baiknya MK juga memanggil Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Jika memungkinkan baiknya pakar-pakar IT juga dipanggil. Sebab mereka bisa memberikan keterangan terkait ada atau tidaknya pemalsuan dalam hasil rekap.

Pemanggilan berbagai pihak ini supaya keterangan yang dihasilkan berimbang serta keadilan yang bersifat substantial. Dengan begini MK menunjukkan sikap kehati-hatian sebagai lembaga pengawas yang netral serta tidak ada keberpihakan, melainkan untuk kepentingan masyarakat secara luas.

Sikap dan cara MK menyelesaikan sengketa Pilpres 2024 juga berperan penting untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik. Pasalnya sebelumnya MK memiliki catatan buruk terkait keputusan soal batas umur capres dan cawapres.

MK mempunyai waktu 14 hari untuk memproses sengketa Pilpres 2024. Mampukah MK bersikap adil dan menyelesaikannya tanpa pandang bulu?

Mari kita nantikan hasilnya!

Salam Perjuangan,

Sony Kusumo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun