Pada tahun 2023, perayaan Tahun Baru Imlek jatuh tepat pada tanggal 22 Januari. Menurut kalender China yang didasarkan pada penanggalan lunar atau bulan, saat ini kita tengah memasuki Tahun Kelinci Air.
Sebelum membahas tentang Tahun Kelinci Air, ada baiknya kita menelisik dulu sejarah Imlek. Tahun Baru China diyakini berawal di zaman Dinasti Shang, yakni pada 1600-1046 sebelum masehi (SM) atau sekitar 3500 tahun lalu.
Cerita Monster Saat Imlek yang Melegenda
Pasalnya masyarakat di zaman itu melakukan upacara pengorbanan sebagai wujud penghormatan terhadap para dewa dan leluhur mereka. Nah, upacara itu rutin diselenggarakan tiap awal dan akhir tahun.
Masih berkaitan dengan era Dinasti Shang, Imlek pada masa itu erat dengan cerita legenda serangan monster bernama Nian. Ia digambarkan sebagai sosok kejam, bertaring, dan memakan segala hasil bumi yang menyerang manusia setiap malam tahun baru.
Untuk mencegah serangan itu, warga rela menghidangkan beberapa makanan di setiap pintu rumah. Bahkan konon orang-orang juga memasang lentera dan gulungan kertas merah di jendela karena Nian takut akan warna merah.
Tak hanya itu, bambu pun dibakar untuk menakut-nakuti Nian. Bila di masa sekarang penggunaan bambu diganti dengan petasan karena suaranya yang keras dipercaya bakal membuat Nian kabur dan tak muncul lagi.
Perayaan Imlek berlanjut ke era Dinasti Han pada 202 SM - 220 M. Di era tersebut, barulah ada penetapan soal perayaan Tahun Baru China menggunakan penanggalan kalender Lunar Tiongkok.
Kemudian pada era Dinasti Wei dan Jin (220-420), Imlek tidak hanya sekadar pengorbanan ke leluhur. Namun juga terdapat aktivitas membersihkan rumah, makan bersama, hingga acara hiburan.
Seiring meningkatnya perekonomian masyarakat di era Dinasti Tang hingga Qing, acara hiburan selama Imlek berlangsung kian meriah. Misalnya perayaan petasan, pertunjukan lampion, pameran kuil, hingga tradisi berkunjung dan berkumpul dengan keluarga besar.
Hingga kini kegiatan hiburan tersebut rutin ditampilkan. Bahkan ada sejumlah warga Tionghoa yang rutin mendekor kediamannya dengan ornamen khas Imlek setiap tahunnya.
Perayaan Imlek Dilarang di Indonesia
Kendati perayaan Imlek begitu menarik dan meriah, nyatanya masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah memasuki masa-masa kelam. Pasalnya di era kepemimpinan Soeharto perayaan Imlek di ruang terbuka dilarang.
Hal itu tercantum dalam Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Dimana perayaan pesta agama dan adat istiadat Tiongkok tidak dilakukan mencolok di depan umum, melainkan hanya di dalam lingkup keluarga.
Bahkan barongsai tak boleh dipertunjukan di ruang umum, termasuk lagu Mandarin juga dilarang diputar di radio. Alhasil masyarakat Tionghoa hanya bisa merayakannya secara sembunyi-sembunyi selama 32 tahun, sungguh miris.
Barulah pada kepemimpinan Presiden Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto. Inpres yang ditetapkan pada 17 Januari 2000 itu berisi tentang pembebasan kepada masyarakat Tionghoa dalam merayakan upacara keagamaan ataupun aktivitas lainnya.
Keputusan Gus Dur itu sekaligus mencabut larangan perayaan Imlek di masa Orde Baru, yang dikeluarkan Presiden Soeharto pada 1967. Sejak itu, barulah warga Tionghoa bisa bernapas lega karena mereka bisa merayakan Imlek dengan tenang, tanpa sembunyi-sembunyi dan diwarnai kecemasan.
Selanjutnya pada Januari 2001, terbit Keputusan Menteri Agama tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional fakultatif atau disesuaikan dengan peraturan di daerah. Semakin menyenangkan lagi saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Megawati.
Sebab Megawati berperan dalam menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional, melalui Keputusan Presiden RI Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek, yang ditandatangani pada 9 April 2002. Imlek resmi mulai jadi hari libur nasional pada 2003.
Tahun Kelinci Air Bagi Indonesia
Sekarang kita kembali menyambung ke pembahasan Tahun Kelinci Air. Kelinci adalah sosok yang paling lembut dari ke-11 shio yang ada.
Saking lembutnya, ada pakar yang berpendapat bahwa tahun ini adalah saatnya kita berfokus istirahat dan bekerja secara cerdas bukan keras. Terlebih kita sebelumnya telah melewati Tahun Macan pada 2022 lalu, yang dipandang sebagai tahun keras, tantangan, dan tindakan tegas layaknya tingkah hewannya.
Meski bersantai, sikap kelinci yang mawas diri direspon sebagai momen introspeksi dan perhatian saat akan bersikap. Sehingga saat akan mengambil keputusan lebih matang.
Menariknya lagi menurut Guru Besar Studi Asia dan Amerika-Asia di San Francisco State University, Jonathan H. X. Lee memperkirakan bahwa ada banyak kemungkinan untuk mencapai kemakmuran dan perdamaian di Tahun Kelinci Air ini.
Jika kita mengaitkan soal kemakmuran dengan Indonesia, mungkin salah satunya karena sejumlah pakar berpendapat bahwa negara kita aman dari ancaman resesi. Ditambah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2022 mencatatkan kinerja impresif, yakni mencapai 5,72% (yoy).
Dan pada akhir tahun lalu pun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia stabil. Baik di sisi makroekonomi, fiscal-moneter, dan sektor keuangan secara umum.
Beberapa poin itu, sepertinya pelan-pelan bisa membantu Indonesia mencapai kemakmuran. Namun tentunya perlu diiringi dengan sikap kelinci yang mawas diri, sehingga para pemimpin tidak gegabah dalam mengambil keputusan.
Kendati ada kemungkinan kemakmuran tadi, kita sebagai masyarakat tetap harus sadar diri pada kondisi resesi global tersebut. Caranya dengan apa?
Ya tentu saja berhemat. Bila ada dana lebih, kita bisa bekerja cerdas dengan mengamankan finansial lewat berinvestasi.
Tapi jangan lupa untuk riset terlebih dulu dan berhati-hati terkait jenis investasi yang akan dipilih. Jangan sampai tercebur dalam investasi abal-abal dan malah mengganggu ekonomi kita.
Selanjutnya berbicara soal perdamaian memang tak akan ada habisnya. Apalagi kita tahu, Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman, sehingga perbedaan kerap kali menjadi pemicu pertikaian antar masyarakat.
Tak bisa dipungkiri bahwa pertikaian itu masih terus terjadi sampai sekarang. Meski sulit marilah kita bersama-sama berusaha mencapai tujuan perdamaian itu.
Salah satu buktinya adalah keberadaan etnis Tionghoa. Yang tadinya tersingkirkan dan dianggap minoritas, lambat laun keberadaannya kini sudah dianggap lumrah.
Masyarakat di berbagai generasi terus memupuk sikap toleransinya. Tidak hanya orangnya, namun juga kepada segala jenis perayaan hari besarnya, seperti Imlek.
Yuk, marilah kita jadikan Tahun Kelinci Air ini sebagai momentum berbenah diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Toleran, saling menghormati, tenang dalam bersikap, berhati-hati, dan juga bersyukur atas segala sesuatunya.
Terlepas dari itu, perayaan Imlek adalah bagian dari mensyukuri keberagaman dan merawat persatuan Indonesia.
GONG XI FA CAI...
#Imlek Sony Kusumo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H