Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mitigasi Risiko Dampak Negatif Indonesia Menjadi Anggota Penuh BRICS

8 Januari 2025   08:25 Diperbarui: 8 Januari 2025   09:48 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu agenda BRICS adalah dedolarisasi, yaitu mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional. Dukungan Indonesia terhadap dedolarisasi dapat memicu respons negatif dari AS, terutama di bawah kepemimpinan Trump yang proteksionis. Pembatasan akses Indonesia ke sistem keuangan global yang didominasi dolar dapat mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah, meningkatkan biaya impor, dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

4. Potensi Konflik Perdagangan dengan Mitra Tradisional

Keanggotaan BRICS dapat mengarahkan kebijakan perdagangan Indonesia lebih fokus pada negara anggota, berisiko merusak hubungan dengan mitra tradisional seperti AS, Jepang, dan Uni Eropa. Trump, dengan kebijakan proteksionisnya, dapat memberlakukan hambatan perdagangan tambahan terhadap produk Indonesia jika dianggap mengancam pasar AS. Hal ini dapat berdampak negatif pada neraca perdagangan Indonesia yang selama ini mencatat surplus. 

5. Tekanan Internal Akibat Ketidakseimbangan Keuntungan BRICS

Dalam BRICS, dominasi ekonomi China dan India dapat menempatkan Indonesia pada posisi kurang menguntungkan. Jika Trump meningkatkan tekanan terhadap blok ini, Indonesia mungkin menghadapi tantangan eksternal dan tekanan internal dari BRICS. Ketidakseimbangan dalam aliansi ini dapat membuat Indonesia lebih rentan terhadap pengaruh negara besar seperti China, berpotensi mengorbankan kepentingan nasional demi menjaga solidaritas BRICS.

Risiko kebijakan Trump yang menentang BRICS akan menempatkan Indonesia pada posisi sulit. Sanksi ekonomi, tekanan diplomatik, dan potensi konflik perdagangan dapat merugikan stabilitas ekonomi dan politik Indonesia. Pemerintah Prabowo harus ekstra berhati-hati dalam menentukan sikap di BRICS, dan memastikan kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama. Strategi mitigasi risiko, seperti diversifikasi mitra dagang dan diplomasi aktif, diperlukan agar Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaan BRICS tanpa kehilangan hubungan strategis dengan Barat.

Keputusan Indonesia yang tidak melakukan review atas permohonan menjadi anggota BRICS sejak 2023 gegabah. Vietnam, Malaysia dan Thailand relatif jauh lebih kuat tahun 2025 ini untuk menghadapi risiko ancaman Trump dibandingkan Indonesia.

Mestinya, Indonesia tahun 2025 cukup menjadi negara mitra dan selama 1 tahun ini sampai 2026 mempersiapkan berbagai pembenahan situasi  perdagangan dan industri Tanah Air.

Indonesia tahun 2025  dalam konteks diplomasi perdagangan internasional lebih baik fokus pada percepatan perundingan-perundingan Free Trade Agreement (FTA).

Fokus pembenahan perdagangan dalam negeri, cabut PERMENDAG No. 8 tahun 2024 yang menghapuskan hambatan impor produk jadi, bubarkan satgas impor ilegal dan kembalikan pada revitalisasi tupoksi kementerian dan badan² terkait, siapkan strategi mitigasi risiko untuk hadapi limpahan over production Tiongkok yang akan membanjiri Indonesia serta mitigasi risiko jika Amerika mengeluarkan kebijakan tarif tinggi untuk ekspor ke Amerika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun