Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mitigasi Risiko Dampak Negatif Indonesia Menjadi Anggota Penuh BRICS

8 Januari 2025   08:25 Diperbarui: 8 Januari 2025   09:48 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-16 BRICS di Kota Kazan, Rusia, Rabu (23/10/2024).(RIA NOVOSTI/ALEXEI DANICHEV via BRICS RUSSIA 2024)

Dalam kepresidenan Brasil di BRICS, yang dimulai pada tanggal 1 Januari hingga tanggal 31 Desember 2025, pemerintah Brasil melalui menteri luar negerinya Mauro Vieira mengumumkan masuknya Republik Indonesia secara resmi ke dalam BRICS sebagai anggota penuh tanggal 6 Januari 2025.

Keputusan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi negara-negara "Global South". Namun, keputusan tersebut menjadi langkah yang kurang taktis melihat potensi ancaman Donald Trump dengan kebijakan "America First" yang menentang BRICS akan dapat menimbulkan risiko signifikan bagi Indonesia.

BRICS berdiri melalui Konferensi Tingkat Tinggi di Rusia tahun 2009 dan awalnya disebut BRIC dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China. Pada 2010, Afrika Selatan diajak masuk oleh China dan sejak 2011 berubah menjadi BRICS.

BRICS terus berkembang progresif dan menjadi penantang utama hegemoni barat yang direpresentasikan oleh kekuatan ekonomi Amerika Serikat. Salah satu strategi kolektif mereka adalah dedolarisasi. 

Kuatnya doktrin dedolarisasi ini akan mengancam posisi ekonomi Amerika Serikat. Hasil survei terbaru IMF 2024, mengenai Komposisi Mata Uang Cadangan Devisa Resmi, "Composition of Official Foreign Exchange Reserves (COFER)" menunjukkan bahwa total cadangan devisa sedikit menurun menjadi 12,35 triliun USD pada 2024Q2 dari 12,38 triliun USD pada 2024Q1, yang sebagian besar mencerminkan kepemilikan dalam mata uang dolar AS yang lebih rendah.

Porsi kepemilikan dolar AS dalam cadangan yang dialokasikan menurun menjadi 58,22 persen dari 58,92 persen pada 2024Q1.

Porsi kepemilikan euro dalam cadangan yang dialokasikan, bagaimanapun, naik menjadi 19,76 persen dari 19,60 persen pada 2024Q1. Jika nilai tukar tidak berubah, porsi kepemilikan euro akan sedikit lebih tinggi, yaitu 19,85 persen pada 2024Q2.

Porsi kepemilikan renminbi Tiongkok dalam cadangan yang dialokasikan sebagian besar tetap sama yaitu 2,14 persen pada 2024Q2.  Pergerakan nilai tukar tidak memengaruhi pangsa pada kuartal ini.

Pangsa mata uang lain dalam cadangan yang dialokasikan (yaitu, mata uang yang tidak termasuk dolar AS, euro, dan renminbi) meningkat menjadi 19,90 persen pada 2024Q2 dari 19,32 persen pada 2024Q1.

Berdasarkan fakta komparasi BRICS VS G7 dalam laman The Globalist dengan judul "How do the BRICS stack up against the G7 group of nations?"

Negara-negara anggota BRICS kini mewakili 45% dari populasi dunia, sementara G7 (Amerika Serikat, Jerman, Kanada, Prancis, Inggris Raya, Italia, dan Jepang) hanya mewakili 10%.

Negara-negara BRICS menyumbang 35% dari PDB global, sementara G7 hanya mewakili 30%.

Negara-negara anggota BRICS bertanggung jawab atas sekitar 50% emisi CO2 global, dibandingkan dengan sekitar 21% yang dihasilkan oleh G7.

Hal yang menarik adalah posisi Argentina yang menolak bergabung BRICS melalui pernyataan  Presiden Javier Milei yang akan mengubah negara itu ke arah pro-Barat. Sementara itu, Arab Saudi belum secara formal menyatakan bergabung ke BRICS.

Belasan negara dikabarkan diterima sebagai negara mitra BRICS, di antaranya Bolivia, Malaysia, Indonesia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, dan Vietnam.

Risiko Indonesia akibat diterimanya menjadi anggota penuh BRICS yaitu:

1. Ancaman Sanksi Ekonomi dari Amerika Serikat

Selama masa jabatannya, Trump menggunakan sanksi ekonomi terhadap negara yang dianggap berkolaborasi dengan rival AS, seperti China dan Rusia. Keanggotaan Indonesia dalam BRICS dapat dilihat sebagai keberpihakan terhadap blok non-Barat, yang akan meningkatkan risiko sanksi berupa kebijakan "tariff barrier dan non-tariff barrier", misalnya seperti pengenaan tarif tinggi atau pembatasan item perdagangan oleh AS. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Amerika Serikat konsisten menjadi salah satu tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia, dengan pangsa pasar mencapai 10,33% pada November 2024.  Sanksi dari AS akan dapat mengganggu akses Indonesia ke pasar penting ini, dan dapat merugikan sektor-sektor seperti tekstil, furnitur, kriya, elektronik, dan produk pertanian.

2. Isolasi dalam Diplomasi Barat

Indonesia sebagai anggota penuh BRICS bisa dianggap menantang dominasi Barat, yang akan memicu respon negatif dari AS dan sekutunya. Isolasi diplomatik dapat berdampak pada hubungan perdagangan, investasi, dan dukungan internasional dalam isu strategis seperti kedaulatan politik di Laut China Selatan.

3. Gangguan Stabilitas Ekonomi Akibat Konflik Mata Uang

Salah satu agenda BRICS adalah dedolarisasi, yaitu mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional. Dukungan Indonesia terhadap dedolarisasi dapat memicu respons negatif dari AS, terutama di bawah kepemimpinan Trump yang proteksionis. Pembatasan akses Indonesia ke sistem keuangan global yang didominasi dolar dapat mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah, meningkatkan biaya impor, dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

4. Potensi Konflik Perdagangan dengan Mitra Tradisional

Keanggotaan BRICS dapat mengarahkan kebijakan perdagangan Indonesia lebih fokus pada negara anggota, berisiko merusak hubungan dengan mitra tradisional seperti AS, Jepang, dan Uni Eropa. Trump, dengan kebijakan proteksionisnya, dapat memberlakukan hambatan perdagangan tambahan terhadap produk Indonesia jika dianggap mengancam pasar AS. Hal ini dapat berdampak negatif pada neraca perdagangan Indonesia yang selama ini mencatat surplus. 

5. Tekanan Internal Akibat Ketidakseimbangan Keuntungan BRICS

Dalam BRICS, dominasi ekonomi China dan India dapat menempatkan Indonesia pada posisi kurang menguntungkan. Jika Trump meningkatkan tekanan terhadap blok ini, Indonesia mungkin menghadapi tantangan eksternal dan tekanan internal dari BRICS. Ketidakseimbangan dalam aliansi ini dapat membuat Indonesia lebih rentan terhadap pengaruh negara besar seperti China, berpotensi mengorbankan kepentingan nasional demi menjaga solidaritas BRICS.

Risiko kebijakan Trump yang menentang BRICS akan menempatkan Indonesia pada posisi sulit. Sanksi ekonomi, tekanan diplomatik, dan potensi konflik perdagangan dapat merugikan stabilitas ekonomi dan politik Indonesia. Pemerintah Prabowo harus ekstra berhati-hati dalam menentukan sikap di BRICS, dan memastikan kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama. Strategi mitigasi risiko, seperti diversifikasi mitra dagang dan diplomasi aktif, diperlukan agar Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaan BRICS tanpa kehilangan hubungan strategis dengan Barat.

Keputusan Indonesia yang tidak melakukan review atas permohonan menjadi anggota BRICS sejak 2023 gegabah. Vietnam, Malaysia dan Thailand relatif jauh lebih kuat tahun 2025 ini untuk menghadapi risiko ancaman Trump dibandingkan Indonesia.

Mestinya, Indonesia tahun 2025 cukup menjadi negara mitra dan selama 1 tahun ini sampai 2026 mempersiapkan berbagai pembenahan situasi  perdagangan dan industri Tanah Air.

Indonesia tahun 2025  dalam konteks diplomasi perdagangan internasional lebih baik fokus pada percepatan perundingan-perundingan Free Trade Agreement (FTA).

Fokus pembenahan perdagangan dalam negeri, cabut PERMENDAG No. 8 tahun 2024 yang menghapuskan hambatan impor produk jadi, bubarkan satgas impor ilegal dan kembalikan pada revitalisasi tupoksi kementerian dan badan² terkait, siapkan strategi mitigasi risiko untuk hadapi limpahan over production Tiongkok yang akan membanjiri Indonesia serta mitigasi risiko jika Amerika mengeluarkan kebijakan tarif tinggi untuk ekspor ke Amerika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun