Berdasarkan data IMF 2023, PDB gabungan BRICS mencapai 25% dari total global dan diproyeksikan akan menyumbang 35% PDB dunia pada tahun 2024, berdasarkan paritas daya beli (PPP). Ini merupakan peningkatan signifikan dari tahun 2018, ketika BRICS menyalip negara-negara G7 dalam hal kontribusi ke total global PDB.
Jika tren ini berlanjut, ekonomi BRICS dapat melampaui ekonomi G7 dalam beberapa dekade. Dengan pertumbuhan tinggi di China dan India, BRICS memiliki fondasi yang kuat untuk memajukan dedolarisasi.
Negara-negara BRICS memiliki cadangan devisa gabungan sekitar USD 4,5 triliun, dengan China memiliki bagian terbesar (USD 3 triliun). Cadangan devisa Indonesia sendiri pada Agustus 2024 adalah USD 134 miliar, yang cukup untuk membiayai 6 bulan impor. Meskipun cukup, ketergantungan Indonesia pada dolar tetap rentan terhadap volatilitas eksternal.
Inflasi dan Kebijakan Moneter
Inflasi di BRICS bervariasi, dari sekitar 5,4% di Rusia hingga 6-8% di Brazil dan India. Di Indonesia, inflasi tahunan tercatat 3,2% pada September 2024. Untuk mendukung dedolarisasi, kebijakan moneter harus stabil untuk menghindari guncangan nilai tukar.
Utang dan Rasio terhadap PDB: Beban utang di BRICS berbeda-beda, dengan Brazil memiliki rasio utang terhadap PDB sekitar 73%, India 60%, dan Rusia sekitar 17%. Rasio utang Indonesia terhadap PDB sekitar 41% pada 2024, masih dalam batas wajar namun rentan terhadap kenaikan suku bunga global.
Dedolarisasi bagi Ekonomi Indonesia
Dedolarisasi membawa peluang bagi Indonesia, terutama dalam stabilitas nilai tukar rupiah dan biaya transaksi yang lebih rendah dalam perdagangan dengan negara-negara BRICS. Sebagai mitra dagang utama China dan anggota ASEAN, dedolarisasi dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada dolar AS dan meningkatkan fleksibilitas keuangan. Bank Indonesia telah meluncurkan Local Currency Settlement (LCS) dengan ASEAN dan China, sebuah langkah penting menuju dedolarisasi.
Namun, tantangan besar tetap ada. Pertama, persepsi global tentang stabilitas rupiah harus diperkuat. Kedua, infrastruktur keuangan, terutama untuk pembayaran internasional, perlu terus ditingkatkan. Ketiga, ekonomi Indonesia yang terbuka terhadap arus modal asing rentan terhadap fluktuasi dolar, yang masih menjadi mata uang cadangan utama di pasar global.
Rekomendasi untuk Indonesia dalam Gerakan Dedolarisasi
Agar Indonesia mampu memanfaatkan momentum dedolarisasi, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan: