Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Patologi Demokrasi Diakhir Pemerintahan Jokowi

31 Agustus 2024   19:16 Diperbarui: 31 Agustus 2024   19:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com / FITRI RACHMAWATI)

Patologi demokrasi diakhir masa pemerintahan Jokowi merupakan akumulasi dari berbagai kebijakan dan praktik yang secara bertahap melemahkan pilar-pilar demokrasi. Di tengah segala pencapaian yang telah diraih, tantangan terbesar bagi pemerintahan yang akan datang adalah bagaimana memulihkan demokrasi Indonesia dari berbagai patologi ini dan memastikan bahwa kekuasaan kembali berada di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir elit. Tanpa upaya serius untuk melakukan reformasi, demokrasi Indonesia berisiko terus terperangkap dalam dinamika yang merugikan rakyat dan memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada.

Kenneth Minogue (2013)  meneliti keberadaan dan perkembangan demokrasi barat, menyebutkan bahwa rendahnya kecerdasan mentalitas kolektif yang dia sebut sebagai "pikiran budak" telah berkontribusi dalam merendahkan substansi demokrasi. Salah satu kritik cukup pedas adalah pernyataan Minogue dalam bukunya "A Pathology of Democracy", menyebutkan : "Sebuah aliran realisme yang terus-menerus terjadi dalam sebuah sistem demokrasi menunjukkan gejala bahwa setiap sistem demokrasi pada akhirnya adalah oligarki kekuasaan. Para pejabat dan politisi, sebagai pengontrol agenda dan retorika dalam diskusi publik, benar-benar menentukan apa yang terjadi.

Demokrasi prosedural yang hanya berpusat pada proses politik elektoral sebagai dasar legitimasi demokrasi, seringkali dikontraskan dengan demokrasi substantif atau partisipatoris, yang memusatkan partisipasi dari semua kelompok masyarakat untuk terlibat dalam proses politik sebagai dasar legitimasi, sebagaimana ditulis oleh Kaldor Mary (27 Mei 2014) dalam sebuah paper "Democracy in Europe After The Elections".  

Alih-alih menguatkan demokrasi Pancasila sebagai sebuah demokrasi yang bermartabat, sebagian besar para politisi di Indonesia terkesan justru mengesampingkan prinsip kejujuran dan keadilan. Politik elektoral dianggap sebagai pusat dari demokrasi, sehingga sering justru mencederai substansi demokrasi yang intinya adalah kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat perlu diwujudkan dalam partisipasi aktif untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan. Politik elektoral semestinya hanya merupakan pintu masuk dan cara menentukan pendapat dalam demokrasi serta seharusnya berada dalam dimensi politik kebangsaan. (TA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun