Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Moral Kampus dan Praktik Politik "Pork Barrel" Jokowi

8 Februari 2024   10:11 Diperbarui: 8 Februari 2024   13:14 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibarat bola salju yang terus menggelinding semakin besar, gelombang petisi sebagai gerakan moral kampus dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta terus bergerak. Pergerakan alamiah ini sebagai reaksi kecemasan atas kecenderungan penyelenggaraan praktik sekelompok elit pemerintah yang jauh dari substansi dan prinsip demokrasi Pancasila.

Gerakan moral dari kampus yang didukung oleh sivitas akademik ini mengingatkan kita pada gelombang gerakan mahasiswa yang diawali tahun 1997 sampai puncaknya pada tanggal 21 Mei 1998 saat Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya setelah berkuasa 32 tahun. Pembacaan "Petisi Bulaksumur" pada tanggal 31 Januari 2024 telah menginspirasi dan memanggil para guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni dari Universitas Islam Indonesia (UII) pada tanggal 1 Februari 2024 untuk mengekspresikan seruan moral yang disusul oleh berbagai perguruan tinggi.

Fenomena "snowball effect" gerakan moral kampus ini tentu membuat cemas elit politik di Istana. Berbagai upaya dilakukan untuk meredam perguliran bola salju gerakan moral untuk mengingatkan pentingnya penghormatan atas etika dan moral demokrasi. Petisi Bulaksumur sebagai pionir gerakan moral sivitas akademika itu disusun sebagai seruan moral sivitas akademika yang memiliki "moral obligation" baik secara individu maupun secara kolektif.

Fenomena politik Indonesia mutakhir ini, terjadi selain sebagai sebuah reaksi kekecewaan atas perilaku elit politik, namun juga sebagai reaksi keterkejutan atas perilaku presiden yang nampak semakin tidak bisa menjaga integritas etika dan moral. Sikap untuk menjaga imparsialitas dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 secara LUBER dan JURDIL semakin diabaikan. Pernyataan sikap berupa petisi maupun seruan moral ini, jauh dari kepentingan politik elektoral. Komunikasi politik istana untuk merespon gerakan moral ini, justru nampak semakin kacau.

Menjadi Sosok Antagonis
Terpilihnya Jokowi sebagai presiden pada pilpres 2014 dan 2019 dengan tingkat popularitas tinggi, membuat UGM sebagai almameternya merasa mendapatkan berkat terbaik. Namun saat akhir 2023,  ketika Jokowi mengabaikan pencalonan Gibran sebagai Wapres, sebagian sivitas akademika UGM mulai memandang Jokowi sebagai sosok antagonis.

Persoalan mal praktik Tata Negara di Indonesia, menjadi banyak sorotan dan pertanyaan oleh para pakar hukum tata negara, yang dipicu dengan keputusan MKMK tentang pelanggaran etik berat MK atas putusan MK no:90. Persoalan hukum tata negara ini semakin blunder, saat Jokowi menyatakan secara terbuka melalui media masa di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).

"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tetapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi. Pesan bahwa Presiden boleh kampanye dan memihak, tanpa menyebutkan prasyarat formil yang harus dipenuhi misalnya cuti saat kampanye, menimbulkan kontroversi publik.

Komunikasi Politik yang Buruk
Jokowi dan Tim-nya yang juga alumni UGM semestinya introspeksi atas teguran kasih "civitas academica". Namun,  sesudah petisi Bulaksumur keluar, pihak istana justru nampak menuduh bahwa ada upaya mengorkestrasi narasi tertentu untuk kepentingan politik elektoral. Komunikasi politik demikian yang nampak defensif justru akan kontraproduktif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun