Lonjakan harga minyak mentah dunia yang diikuti lonjakan harga komoditas, jika berkelanjutan dan tanpa "terobosan kebijakan penyelamatan", maka akan sangat mungkin berdampak nyata pada inflasi, serta ancaman resesi ekonomi global yang jauh lebih buruk dari resesi ekonomi sebagai dampak pandemi covid-19.
Beberapa waktu lalu di akhir bulan Maret 2022, saya melakukan perjalanan darat dari Yogyakarta ke Lampung. Situasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di sepanjang tol trans Jawa masih normal kala itu.
Saat kami berada di Lampung, situasi pasokan BBM jenis Solar, Dexlite, dan Pertamina Dex mulai berbeda dibandingkan di Jawa. Saya bahkan menyaksikan banyak pengecer BBM menjual solar, sementara antrian panjang pengguna kendaraan di Lampung nampak mengular di SPBU.Â
Fenomena antrian BBM di SPBU luar Jawa itu rupanya terjadi bukan hanya di Provinsi Lampung saja, melainkan juga di banyak daerah lain seperti di Aceh, Palembang, Kalimantan Selatan, bahkan ironisnya sebelum pengumuman resmi kenaikan harga di awal April 2022.Â
Akhirnya, PT Pertamina (Persero) secara resmi telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 92, Pertamax, mulai 1 April 2022.
Kenaikan harga BBM ini merupakan kenaikan kedua yaitu tepatnya sejak kenaikan resmi berlaku per 12 Februari 2022, dan kenaikan BBM jenis tertentu yaitu Pertamax sekitar Rp3.500-Rp4.000 per liter mulai berlaku 1 April 2022 menjadi Rp12.500-Rp13.000 per liter.
Kenaikan harga BBM jenis tertentu ini merupakan kenaikan pertama sejak operasi militer Rusia ke Ukraina akhir Februari 2022, yang membawa dampak lonjakan harga minyak mentah dunia.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan penambahan program kerja seiring tren peningkatan harga minyak dunia.
Program kerja tersebut antara lain pemboran (drilling) maupun workover dan well service yang memerlukan tambahan "drilling rig" dan services lainnya.
Produksi hulu migas masih belum mencapai target. Salah satu faktor penyebabnya yakni adanya unplanned shutdown di ExxonMobil Cepu Ltd dan Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Selain itu, pada saat bersamaan terjadi planned shutdown di LNG Tangguh Train-2 selama sebulan untuk perawatan atau maintenance.