Menghindar dan bersembunyi dari keramaian rupanya menjadi habitus masyarakat dalam masa Pandemi Covid-19. Perilaku demikian lalu dihubungkan dengan ilmu "Cocokologi" tahun 2020 sebagai tahun tikus logam dalam mitologi kalender Tiongkok.
Habitus masyarakat tersebut bisa jadi merupakan tindakan naluriah (instingtif) untuk menghindari bahaya covid-19 berdasarkan persepsi yang dibentuk dan kesadaran survival (bertahan hidup). Ironisnya, banyak sekali masyarakat yang juga abai dan tidak peduli dengan perilaku menghindari kerumunan orang.Â
Dalam relasinya dengan situasi Pandemi Covid-19, saya membagi menjadi tiga kelompok besar perilaku masyarakat atas ketaatan dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan CHS (Cleanliness, Health, Safety). Kelompok pertama adalah kelompok masyarakat dengan habitus taat dan patuh terhadap protokol kesehatan sebagai tindakan instingtif. Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang mengikuti protokol kesehatan karena takut atau merasa ditakut-takuti sanksi. Kelompok ketiga adalah kelompok masyarakat yang tidak taat dan patuh terhadap protokol kesehatan.Â
Habitus dalam sosiologi terdiri dari kebiasaan, keterampilan, dan disposisi yang tertanam secara sosial. Habitus individu maupun kelompok dibentuk dari persepsi individu atau kelompok untuk memandang dan merespon sesuatu. Â
Faktor lain yang penting dalam membentuk habitus adalah disposisi sosial yaitu berupa pengaruh lingkungan sosial dengan kesamaan latar belakang sebagai pengaruh paling besar. Kesamaan latar belakang sosial (misalnya kelas sosial ekonomi, kebangsaan, etnisitas, pendidikan, agama) memiliki posisi sangat penting sebagai faktor disposisi perilaku sosial.Â
Sosiolog Prancis Pierre Bourdieu mengemukakan bahwa habitus terbentuk dari dua hal yaitu heksis dan kebiasaan mental. Hal pertama yaitu Heksis adalah kecenderungan untuk menggunakan atau tidak menggunakan tubuh seseorang dengan cara tertentu, seperti gestur  dan aksen. Hal kedua yang membentuk habitus adalah kebiasaan mental seperti skema persepsi, klasifikasi, penghargaan, perasaan, dan aksi [Lizardo, O. 2004, "The cognitive origins of Bourdieu's Habitus", Journal for the Theory of Social Behaviour, vol. 34, no. 4, pp. 375-448.].
Perubahan Karakter dari Tikus ke Sapi Jantan
Astrologi China muncul pada tahun 475-221 SM. Ada 12 karakter hewan yang dikenal sebagai shio dan menjadi legenda Tiongkok serta dituturkan lewat jalur Sutra bersamaan perkembangan ajaran Buddha.Â
Legenda 12 binatang itu muncul dengan cerita Kaisar Giok yang menyelenggarakan sayembara di hari ulang tahunnya. Tikus menjadi juara pertama dengan kecerdikan dan kelicikannya dan sampai di garis akhir perlombaan dengan menunggang sapi.
Tahun 2021 dalam astrologi Tiongkok dikenal sebagai tahun lembu jantan logam. Lembu atau Sapi jantan dalam Zodiak Tiongkok mewakili karakter metodis dan suka bekerja keras sehingga tahun 2021 ini dipercaya sebagai tahun ketangkasan & kerja keras.
Mengawali tahun 2021, Indonesia berhadapan dengan lonjakan kasus Covid-19 yang cukup tinggi utamanya di Jawa dan Bali. Pemerintah melakukan upaya pengaturan dengan melaksanakan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) Jawa-Bali  salah satunya melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian pada 6 Januari 2021. Dalam beleid tersebut menginstruksikan kepala daerah di Jawa-Bali untuk memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berpotensi menimbulkan risiko penularan Covid-19.
Kesuksesan PPKM tersebut diukur dengan indikator penurunan kasus covid-19 yang sangat tergantung dari dua faktor utama yaitu  pertama faktor habitus taat masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kesadaran menjaga protokol kesehatan dan kedua faktor kepemimpinan yang cekatan dan tangkas.Â
Perubahan karakter perilaku dari karakter tikus menjadi karakter lembu jantan yang taat harus terjadi dengan penuh kesadaran. Salah satu cara membentuk disiplin ketaatan adalah dengan pengaturan dan penegakkan aturan secara tegas.Â
Dua Fokus Strategi Â
Kita butuh suatu terobosan strategi (breakthrough strategy) yang fokus pada dua hal tersebut yaitu strategi membentuk habitus taat dan strategi menempatkan dan menguatkan kapasitas kepemimpinan dalam penanganan covid-19 pada semua lini.
Habitus taat sangat dipengaruhi kepemimpinan yang efektif dengan karakter tangkas dan cekatan. Kepemimpinan tangkas dan cekatan (agile leadership) sangat menentukan tingkat capaian perubahan dalam suatu sistem.
Indonesia membutuhkan terobosan strategi kebijakan menghadapi grafik kasus covid-19 yang terus naik. Kepemimpinan "Agile" yang ditunjukkan pak Jokowi sebagai Presiden perlu didukung dengan kepemimpinan agile secara berjenjang kebawah.Â
Kepemimpinan Agile memiliki karakter adaptif yang cepat, dan efikasi diri yang tinggi. Kepemimpinan dalam penanganan covid-19 yang penuh dengan dinamika perubahan sangat cepat harus memiliki daya adaptasi tinggi dengan tetap memiliki power (kekuatan) serta influence (pengaruh). Kepemimpinan agile juga menunjukkan daya efikasi diri yang juga tinggi (self efficacy) yaitu keyakinan atau kepercayaan diri individu mengenai kemampuannya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan tertentu.Â
Dalam kendisi pandemi Covid-19 di Indonesia, kepemimpinan militer akan relatif lebih efektif dibandingkan dengen kepemimpinan sipil rata-rata. Kepemimpinan Militer sudah di desain dan dibentuk dengan karakter efikasi diri yang tinggi. Seorang pemimpin militer secara umum telah memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat dengan target terukur.Â
Korelasi Kepemimpinan Agile dan Habitus Taat Â
Kepemimpinan Agile dalam penanganan pandemi Covid-19 diarahkan untuk membentuk kesadaran masyarakat yang tinggi dengan habitus taat.
Habitus taat dibentuk oleh disposisi nilai (values) ketaatan yang muncul dari kesadaran. Kepemimpinan Agile akan menjadi role model bagi masyarakat yang dipimpin sehingga akan muncul aksi dengan basis kesadaran individu yang akan berdampak secara kolektif. Kita bisa mengetahui betapa budaya taat terhadap pemimpin di Korea Selatan pada hampir semua level kepemimpinan terjadi karena kepemimpinan agile di negeri ginseng tersebut. Setiap individu warga negara perlu memiliki kapasitas kepemimpinan agile ini. Korelasi antara kepemimpinan agile dan habitus taat akan sangat menentukan pencapaian tujuan bersama termasuk capaian untuk menurunkan kurva (lightening the curve) kasus Covid-19.Â
Strategi Penanganan Covid 3T (Testing, Tracing, dan Treatment) hanya akan bias efektif dalam kepemimpinan agile dan habitus taat. Percuma dan akan sia-sia segala peraturan yang dibuat jika peraturan tersebut tidak diikuti hakikat pengaturan dalam kepemimpinan agile dan habitus taat. (TA) Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H