Sosialisasi alat produksi (penghapusan kapitalisme) harus merupakan partisipasi semua subjek (seluas-luasnya kelas dan identitas sosial) dalam keputusan tentang apa yang harus diproduksi, bagaimana diproduksi, dan bentuk-bentuk di mana produk akan didistribusikan.
Sukarno juga tidak mengambil garis perjuangan massa proletariat. Sukarno mengambil garis perjuangan kelas popular, seluruh kelas jelata, yang di Indonesia mayoritas merupakan borjuis kecil pedesaan yang Sukarno sebut kaum Marhaen.
Tentang masyarakat masa depan Indonesia yang tanpa kapitalisme itu, Sukarno katakan,
"Tidak boleh ada satu perusahaan lagi yang secara kapitalistis menggemukkan kantong seseorang boerjuis ataupun menggemukkan kantong burgerlijke staat, tetapi masyarakatnya Politiek-Economische Republik Indonesia adalah gambarnya satu kerukunan Rakyat, satu pekerjaan bersama dari Rakyat, satu kesama-rasa-rataan daripada Rakyat."[8]
Sosio-Demokrasi: Perasan Sila Keempat dan Kelima Pancasila
Seperti halnya sosio-nasionalisme adalah perpaduan prinsip kebangsaan (Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia) dengan prinsip kemanusiaan (Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab); demikian pula Sosio-Demokrasi merupakan perasan atau intisari dari kemanunggalan prinsip demokrasi politik (Sila Keempat) dan demokrasi ekonomi (Sila Kelima).
Baik Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi berdasarkan atas Ketuhanan Yang MahaEsa.
Maka Trisila bukanlah sesuatu yang berbeda apalagi bertentangan dengan Pancasila. Trisila adalah Pancasila itu sendiri, adalah hakikat dari Pancasila.
Dengan kata lain, Trisila mengandung makna bahwa kelima sila Pancasila bukan merupakan bagian terpisah satu sama lain, melainkan satu kesatuan. Absennya salah satu sila sama artinya Pancasila belum diamalkan.
Artinya, Indonesia belum menjadi bangsa yang Pancasilais jika demokrasi hanya tersedia di ranah sipil politik tetapi kosong di ranah ekosob, atau sebaliknya.
Artinya, Indonesia belumlah Pancasilais jika keresahan rakyat di daerah -seperti Papua- hanya diatasi dengan sentimen kebangsaan (NKRI harga mati) tanpa diimbangi prinsip kemanusiaan (setiap manusia punya hak menentukan nasib sendiri).
Berarti OK donk Trisila dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila?
Tidak perlu!
Problem yang dihadapi bangsa ini bukan pada kurangnya produk perundang-undangan; bukan pada ketiadaan regulasi formal tentang ideologi Pancasila.