"Uang jajan gundulmu (dalam hati) ...untuk cicilan kredit, Boss."
Nah kemarin, saat sedang entri data di teras -saya selalu bekerja di teras depan rumah yang sempit sebab saya merokok- seorang lelaki dengan rambut beruban 60% menyapa, menanyakan jika ada jam dinding yang mau diperbaiki.
Saya jawab tidak.
Sekitar sepeminum teh---Alm. Bastian Tito biasa pakai satuan waktu ini dalam Wiro Sableng. Begitu pula Niki Kosasih di dalam Saur Sepuh---yang bagi saya sekitar 20 menit, si Bapak tadi datang lagi, masih menawarkan hal yang sama.
Baca pula: "Kemunafikan Indonesia dalam Kasus Nelayan di Kapal Tiongkok"
Tetapi kali ini ia juga minta pinjam korek api, pemantik gas, sambil mengeluarkan bungkus rokok, merek yang lebih mahal dari yang saya hisap.
Dalam hati sempat kecamuk pertentangan. Kalau saya kasih, bagaimana jika orang ini silent carrier virus corona. Pemantik atau korek gas saya akan jadi medium penularan virus. Tetapi kalau tidak kasih, tidak enak juga hati ini.
Ia sudah berjalan hilir mudik menjajakan jasa perbaiki jam. Andai bukan masa pandemi, sudah saya ajak beliau ngopi sebentar.
Tetapi ini pandemi. Bagaimana jika... Tetapi mosok tega tidak meminjamkan korek api... Tetapi ... .
Belum selesai otak saya menimbang, tangan ini sudah bergerak otonom, mengulurkan korek gas kepadanya.
Celaka! Saat membakar rokok, si Bapak batuk. Persis saat korek api saya tepat di depan mulutnya.
Terus si Bapak kembalikan korek itu kepada saya.