Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Dionisius Kempot, The Godfather of Broken Heart Tiba di Stasiun Terakhir

5 Mei 2020   09:44 Diperbarui: 5 Mei 2020   11:35 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Almarhum Didi Kempot [Antara Foto/Rivan Awal Lingga via Kompascom]

Saya bukan pengagum dirinya. Bukan karena tak suka lagu dangdut. Saya cuma tidak tertarik pada seni bertema sedih-sedih meneriakkan putus cinta. Tetapi di Kalibata dahulu, jika sedang berkumpul bersama kawan-kawan, menikmati pletok, lagu Stasiun Balapan selalu dinyanyikan, bahkan bisa 3-4 kali.

Dionisius Prasetyo namanya. Ketika hijrah ke Jakarta di penghujung 1980an, Kempot ditambahkan sebagai nama panggungnya. Rupanya Kempot singkatan Kelompok Pengamen Trotoar, grup musiknya yang menemaninya hijrah dari Surakarta. Khalayak pun mengenalnya sebagai Didi Kempot.

Pagi barusan, saat sedang entri data untuk sebuah kerjaan riset kebijakan penanganan Covid-19, notifikasi Kompas muncul di pojok layar laptop. "Didi Kempot Meninggal Dunia."

Saya segera berhenti mengetik. Mengheningkan cipta sebentar, mengenang lagu stasiun Solo-Balapannya yang selalu dinyanyikan kawan-kawan sambil fly oleh bir pletok yang dibeli dari kedai tenda di Tebet, dan sesekali jika sedang beruntung disertai sebatang gulungan tembakau Aceh pemberian supir truk barang lintasprovinsi.

Tetapi bukan kenangan kebersamaan masa lampau bersama kawan-kawan yang membuat saya harus mengheningkan cipta untuk Didi Kempot.

Saya punya keyakinan, orang-orang yang berkarya hingga akhir hayatnya adalah orang-orang suci, atau minimal orang baik dan benar.

Itu sebabnya Romo Mangunwijaya meninggal di pangkuan Kang Ahmad Sobari saat berbicara dalam sebuah diskusi. Orang suci meninggal saat masih berkarya, memberikan seluruh dirinya kepada kehidupan.

Itu pula yang saya rasakan saat almarhum Pater Yan Mejang, mantan rektor Unwira meninggal. Dua hari sebelum kematiannya, saya masih sempat mengunjungi beliau di klinik tempat beliau memberikan pelayanan pengobatan alternatif.

Mata dan wajahnya kelihatan sangat lelah. "Jangan lupa kesehatan sendiri, Om Tuang. Istirahat," kata saya. Dua hari kemudian, kabar duka  itu datang.

Itu pula yang saya rasakan saat nenek saya, ibunda ayah saya meninggal. Hingga akhir hayatnya nenek masih merawat sawahnya, memberi sebagian besar hasil panen kepada anak-anak dan cucu-cucunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun