"Mengapa padi-padi ini masih ditanam?" Tanya saya heran melihat sejumlah jenis padi yang hanya ditanam sendikit saja pada satu petak khusus.
"Kalau tidak ditanam, mereka punah. Kita petani, harus jaga mereka," katanya.
Lalu kini Dionisius Prasetyo 'Kempot', pergi selamanya, tiba di stasiun akhirnya setelah pada April pekan lalu mengadakan konser amal  untuk membantu masyarakat yang terdampak virus corona ( Covid-19).
Konser itu dilakukan secara "social distancing', diadakan di rumah Didi Kempot dan disiarkan Kompas TV.
Entah berapa hasil akhir dana yang terkumpul. Sebelum konser ditutup, dana yang terkumpul sudah melampaui 7,5 miliar. Luar biasa.[1]Â
Kabarnya semalam, sebelum meninggal pagi hari tadi, Didi masih berkerja di studio rekaman, mempersiapkan lagu yang akan dinyanyikan bersama Yuni Shara. Kepergian abadinya pagi ini tanpa gejala sakit.[2] Tiada seorang yang direpotkan. Ia berkarya hingga akhir hayat. Sungguh, ia orang baik dan benar.
Saya teringat Dionisius, Uskup Paris pertama yang meninggal sebagai martir. Kepalanya dipenggal pasukan Romawi saat mewartakan Kabar Gembira keselamatan.
Saya juga teringat Dionisius lainnya, yang juga mati digorok dan dipukul pecah kepalanya di Aceh pada 27 November 1938. Ia juga meninggal saat mewartakan Kabar Gembira Keselamatan Umat Manusia.
Kini Dionisius Kempot pergi selamanya. Ia berhenti membuat gembira para 'sobat ambyar'-nya, Sadboys dan Sadgirls yang hanya bisa melupakan luka hati oleh cinta tak terbalas atau terkhianati saat larut dalam lagu-lagu Dionisius Kempot.
Selamat jalan, Bro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H