Dalam program Kartu Prakerja saat ini, pemerintah menanggung biaya peningkatan kapasitas buruh yang kena PHK. Semoga dengan pelatihan-pelatihan semasa ter-PHK, ia bisa segera kembali terserap ke dunia kerja.
Dalam artikel-artikel yang lalu, saya sudah cerita bahwa program Kartu Prakerja ini sudah lazim di negara-negara maju, dikenal sebagai unemployment benefit.Â
Bedanya, unemployment benefit di negara maju diurus dengan benar, tidak ugal-ugalan seperti praktik di negeri kita saat ini (akan kita jelaskan nanti).
Unemployment benefit adalah pengembangan bentuk jaring pengaman sosial yang dipadukan dengan peningkatan kapasitas tenaga kerja. Selain membantu korban ter-PHK (jaring pengaman sosial), negara juga membantu perusahaan-perusahaan, mengambil alih beban biaya pelatihan karyawan mereka menjadi tanggungjawab pemerintah.
Karena mengharuskan penerima bantuan jaring pengaman sosial mengikuti kursus pengembangan kapasitas, kartu Prakerja atau unemployment benefit tergolong bansos yang konditional, berbeda dengan UBI yang sebentar lagi akan jadi tren dunia pascapemberlakuan di Spanyol.
Baca artikel beberapa hari lalu, “Bikin Cemburu, Spanyol Terapkan UBI, Akankah Indonesia Juga?“
Idealnya, dengan program Kartu Prakerja, para pengganguran, baik yang sama sekali belum mendapat pekerjaan maupun yang di-PHK.
Selain mendapat bantuan dana bagi pemenuhan kebutuhan hidup, juga mendapatkan pengembangan kapasitas berupa keahlian yang dibutuhkan dunia usaha atau keahlian kewirausahaan untuk merintis usaha sendiri.
Sayangnya seperti sudah disinggung, Kartu Prakerja saat ini punya banyak kekurangan.
#1. Pelaksanaan Program Kartu Prakerja tidak tepat kondisi.
Dengan banyaknya buruh kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19, prioritas anggaran jaring pengaman sosial seharusnya pada uang jatah hidup (jadup).Â