Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterwakilan Kita dan Pengrajin Kata, Catatan atas Ekaristi Mario Lawi

28 April 2020   18:29 Diperbarui: 29 April 2020   03:27 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antologi Puisi Mario F Lawi, Ekaristi [facebook.com/Maria Pancratia]

Sila, Anda cari karya-karya itu dan rasakan pengalaman subjektif bersama tiap-tiapnya. Yang mana yang paling cocok dengan DNA jiwa Anda dan karenanya paling berjangkit getarnya?

Akhir Kata

Sepertinya, bagus tidaknya sebuah puisi, sebagaimana karya sastra atau seni lainnya, tidak semata-mata pada ketepatan pilihan diksi dan seni menjalinnya. Seperti berita media, puisi mungkin butuh prinsip proximity. Kata-Kata dan tema yang diwakili kata perlu mendekatkan diri dengan lokus, dengan realita di sekitar para penikmat. Semakin lekat sebuah karya dengan kenyataan sosial, semakin mampu ia mewakili kegelisahan dan harapan para penikmat, semakin besar karya itu.

Saya adalah penikmat sastra bergenre realisme sosial. Tentu latar belakang saya yang membentuk kecintaan itu.

Bagi saya, sastra memiliki salib sosial bukan saja sebagai pewarta penderitaan, harapan, dan kegembiraan rakyat banyak; ia harus lebih dari sekedar mampu mengobok-obok emosi pembaca agar simpati dan empati terhadap hal yang diwartakan, tetapi lebih dari itu sanggup mendorong pembaca pada tindakan membuat perubahan. Bagi saya, kata-kata di dalam sebuah karya harusnya lahir dari kenyataan sosial yang diindrai penulisnya, bukan dicomot begitu saja asalkan indah.

Tetapi sebagai penikmat tentulah tak sungguh penting melanjutkan perdebatan klasik seni untuk seni atau seni untuk pembebasan, seni untuk kemanusiaan.

Mungkin lebih berguna menuntut komunitas sastra NTT, jika para sahabat intim Tuhan telah menemukan keterwakilannya pada Mario F. Lawi, tidakkah yang lain tergerak untuk dalam karya mewakili kami yang merindu untaian kata indah tentang harapan Pe'u si kuli bangunan, penderitaan Marta TKW, kemunafikan Yohanis rohaniwan, perselingkuhan Martin si tokoh masyarakat, korupsi Markus si birokrat hebat, atau suka duka rakyat berlawan di Guriola Sabu, Kolhua Kupang, dan Tumbak Manggarai Timur. Kami butuh keterwakilan!

___

Artikel kedua dalam memperingati hari puisi nasional adalah "PENULIS MANTRA: Gita "Awatara Brahma" Meringkas Mahapurana".  Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun